Sukses

Hitung-Hitung Kursi DPR

Dalam penghitungan perolehan kursi di DPR, KPU dan MA merujuk pada aturan berbeda. KPU menggunakan peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009, sedangkan MA merujuk pasal 205 ayat 4 Undang-undang Pemilu.

Liputan6.com, Jakarta: Keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan penghitungan suara tahap kedua Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengejutkan sejumlah partai kecil. Akibat putusan ini perolehan kursi partai-partai gurem berkurang. Kekisruhan ini dipicu perbedaan cara MA dan KPU menetapkan perolehan kursi DPR dari sisa suara pada penghitungan tahap pertama.

Penghitungan suara dicontohkan seperti ini. Misalkan di suatu daerah pemilihan memperebutkan dua kursi DPR. Partai A memperoleh 120 ribu suara. Sedangkan partai B mendapat 80 ribu suara. Total perolehan suara 200 ribu. Karena kursi yang diperebutkan dua, maka bilangan pembagi menjadi 200 ribu suara dibagi dua kursi adalah 100 ribu.

Pada tahap pertama baik KPU maupun MA menetapkan perolehan kursi dengan cara: Partai A sebanyak 120 ribu suara dibagi bilangan pembagi 100 ribu maka partai A mendapat satu kursi. Sementara partai B belum mendapat kursi karena hanya 80 ribu suara dari yang seharusnya 100 ribu.

Kemudian pada tahap kedua KPU menetapkan dengan patokan dari 50 persen bilangan pembagi, yakni 50 ribu. Sisa suara partai A setelah penetapan tahap pertama adalah 20 ribu. Maka dibanding bilangan pembagi 50 ribu, partai A tak dapat kursi.

Aturan KPU berbeda dengan MA yang menghitung dari total suara, bukan sisa suara. Partai A tetap dihitung 120 ribu suara. Sedangkan partai B  80 ribu. Kemudian cara menetapkan kursi adalah yang perolehan suaranya lebih banyak. Maka, partai A yang menang kembali mendapatkan satu kursi.

Dalam penghitungan itu, KPU dan MA merujuk pada aturan berbeda. KPU menggunakan peraturan KPU Nomor 15 tahun 2009 sebagai acuan. Penetapan kursi di tahap kedua hanya dilakukan menggunakan sisa suara yang belum dipakai untuk menetapkan pembagian kursi DPR pada tahap satu.

Sebaliknya, MA merujuk pasal 205 ayat 4 Undang-undang Pemilu. UU ini menyatakan penghitungan suara tahap dua dilakukan terhadap partai politik peserta pemilu yang memenuhi 50 persen Bilangan Pembagi Pemilih (BPP).

Akibat perbedaan inilah jumlah kursi dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera berkurang. Sedangkan Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Demokrat makin gendut [baca: Kader Gagal ke Senayan, Partai Beraksi]. Simak selengkapnya dalam video.(AIS/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini