Sukses

Inilah Modus 'Cuci Otak' NII

Jemaah Negara Islam Indonesia (NII) dikenal mengeruk dana sebesar-sebesarnya untuk alasan infak. Dalam proses pencarian dananya, ada banyak modus yang biasa dilakukan.

Liputan6.com, Bandung: Jemaah Negara Islam Indonesia (NII) dikenal mengeruk dana sebesar-sebesarnya untuk alasan infak. Dalam proses pencarian dananya, ada banyak modus yang biasa dilakukan.

Hal itu dikatakan Ken Setiawan dari NII Crisis Center dalam sebuah seminar bertajuk "Mewaspadai gerakan NII di Kampus dan Masyarakat", yang berlangsung di kampus Unpad Jatinangor, Sumedang, Jumat (29/4).

"Umumnya mereka menggunakan semua uang yang dimiliki seperti, uang saku, tabungan dan gaji, ada pula yang menjual barang-barang berharga, menipu orangtua dengan alasan menghilangkan atau merusakkan barang teman, membuat surat palsu mengatasnamakan kegiatan kampus, menyebar proposal atau meminta sumbangan. Bahkan melalui mencuri dari orang diluar kelompok," urai Ken.

Menurut dia, semua dana yang terkumpul dari anggota kemudian dipusatkan di rekening pribadi Abu Toto. Dengan sirkulasi dana yang ada di dalam tubuh NII, perekrutan anggota baru menjadi hal yang sangat krusial di organisasi tersebut.

Ken menjelaskan, biasanya untuk merekrut itu setidaknya diperlukan dua orang jemaah, satu orang pemancing dan lainnya pengajak.

"Pemancing bertugas menentukan target, mengawal, serta memotivasi calon jemaah. Sementara itu, pemancing berpura-pura sebagai calon jemaah yang juga baru diajak. Keduanya akan mengawal calon jemaah hingga tahap hijrah, termasuk menginap di rumah calon jemaah dan pencarian dana untuk sedekah," papar Ken yang diamini  Sukanto, aktivis NII (1996-2001) dalam seminar itu.

"Karena itulah kita sebenarnya bisa mengidentifikasi manakala teman atau saudara-saudara kita terbujuk untuk masuk dalam NII," ujarnya.

Diantara tanda-tanda itu mereka memiliki teman baru, jarang kuliah atau mungkin cuti, pulang sering telat tanpa alasan jelas, nilai menurun drastis, menghindar dari teman lama, banyak bohong, sangat sibuk dan teleponnya tak berhenti berdering, mulai merekrut teman-teman terdekatnya, dan menjadi distributor atau penjual majalah Al Zaytun.

Oleh karena itu, kata dia, bila melihat tanda-tanda semacam itu pada orang-orang yang dikenal, disarankan agar mengumpulkan bukti seperti data atau kesaksian dari orang yang pernah diajak, melaporkannya ke orangtua korban, memutuskan koordinasi antara korban dengan kelompoknya, memberikan pencerahan lewat perbandingan ideologi atau mempertemukan dengan orang yang sudah sadar dari NII, dan berbagai pendekatan lainnya.(ANT/MEL)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.