Sukses

Sugiyanto, Pemberantas Buta Huruf Warga Pedalaman

Seorang pendatang di Pulau Buru, Maluku, menembus hutan meretas medan berat untuk membagi kemampuan baca tulis kepada warga pedalaman. Dialah Sugiyanto, salah satu kandidat peraih Liputan6 Awards 2012.

Liputan6.com, Buru: Pemerintah boleh punya program wajib belajar sembilan tahun, tapi faktanya pendidikan dasar belum menjangkau semua wilayah Indonesia yang begitu luas. Seorang pendatang di Pulau Buru, Maluku, menembus hutan meretas medan berat untuk membagi kemampuan baca tulis kepada warga pedalaman. Dialah Sugiyanto, salah satu kandidat peraih Liputan6 Awards 2012.

Hari itu, tepat pukul 08.00 WIT, Sugiyanto bergegas berangkat. Setidaknya 100 kilometer jalan di Pulau Buru, harus dilalui warga pendatang asal Jember, Jawa Timur ini bersama tunggangan besinya. Jalan berbatu kerap membuat Sugiyanto terpaksa mendorong sepeda motornya. Belum lagi kemungkinan tergelincir akibat jalan menanjak dan menurun yang licin.

Dan, perjuangan belum selesai. Di depan mata, arus deras sungai menanti. Kuatnya arus membuat sepeda motor relawan ini harus diangkat. Butuh bantuan beberapa orang yang dengan sabar menerjang arus sungai.

Jam telah menunjukan pukul 16.00 WIT, saat Sugiyanto akhirnya tiba di tujuan. Dusun Wambasalaheng, Desa Lele, sebuah kampung pedalaman yang jauh dari peradaban.

Puluhan warga segera berkumpul. Kaum ibu, bapak, hingga anak segala umur berbaur di ruangan sederhana yang berlantai tanah dan berdinding kayu keropos. Namun semangat merekalah yang membuat ruangan tersebut bercahaya.

Di Pulau Buru, beberapa dusun di pedalaman memang belum memiliki sekolah. Anak-anak, remaja, apalagi orangtua sedikit sekali yang bisa membaca dan menulis.

Semenjak 2006, Sugiyanto membentuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sari Arum untuk mengajarkan kejar paket A sampai paket C di Kecamatan Waikasar, Kabupaten Pulau Buru. Seakan tak mengenal lelah, Sugiyanto terus mengembangkan PKBM menjangkau daerah daerah yang sama sekali belum tersentuh pendidikan.

Ya, keiklasan Sugiyanto menjadi satu-satunya harapan warga. Untuk mendanai kegiatan mengajarnya, ia mengembangkan PKBM Sari Arum tidak hanya sebagai ruang belajar, melainkan pula tempat berkarya.

Tanpa banyak bicara, tanpa perlu menunggu kucuran dana, Sugiyanto mampu menunjukkan karya. Karya tanpa tanda jasa.(ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.