Sukses

Yusril Nilai Jaksa Agung Tidak Profesional

Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menanggapi proses perpanjangan cekal hingga 26 Juni ke depan selama setahun. Ia menilai hal itu mencederai dirinya.

Liputan6.com, Jakarta: Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menanggapi proses perpanjangan cekal hingga 26 Juni ke depan selama setahun. Ia menilai hal itu mencederai dirinya sebagai warga negara. Ia pun tak segan-segan menyatakan bahwa dua lembaga negara yakni Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kemenkum HAM kurang profesional.

"Saya lihat dua orang itu tidak profesional, dengan ketidakprofesionalannya hanya mempertonkan kewenangan dengan berbagai macam cara menyusahkan hidup saya," geram Yusril yang didampingi para kuasa hukum di kantornya Gedung Citra Graha, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (27/6).

Yusril menyayangkan surat keputusan pencekalan yang dibuat Jaksa Agung Basrif Arief hanya bersifat individual. Surat tidak melalui persetujuan instansi lain begitu juga Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.

"Dalam hal cekal ini putusan final ada di Jaksa Agung. Menkumham, tinggal melaksanakan itu, tapi menkumham UU yang baru seharusnya menolak, misalnya tidak ada foto," ujar Yusril seraya menyesalkan kinerja dua pejabat penting itu.

Yusril lantas mengancam Jaksa Agung Basrief Arief dengan menggugatnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah didaftarkannya. "Saya tantang Pak Jaksa Agung Basrief Arief dan kalau perlu jangan diwakilkan. Pertahankan surat keputusan (cekal) itu, kita berdebat di PTUN, seluruh jajarannya, dari Jampidsus, karena mereka tidak profesional semua."

Sebelumnya Kejagung meminta kepada imigrasi di Kemenkumham untuk memperpanjang larangan ke luar negeri terhadap Yusril selama satu tahun. Cekal berdasarkan surat keputusan nomor KEP-195/D/Dsp.3/06/2011 tentang pencegahan.

Namun surat keputusan kejaksaan mengunakan Undang-undang lama (UU) Nomor 9 tahun 1992 yang notabene UU itu sudah dicabut. Dengan begitu tak bisa digunakan lagi karena terbit UU yang baru Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. "Padahal dalam UU yang baru tahun 2011 pada pasal 97 ayat (1) yang membatasi jangka waktu pencegahan maksimal enam bulan," ucap Yusril.

Dengan diberlakukannya undang-undang yang baru itu, lanjut Yusril, peraturan pemerintah RI yang digunakan sebagai dasar dalam surat keputusan juga tak bisa digunakan. Yaitu PP RI nomer 30 tahun 1994 tentang tata cara pelaksanaan pencegahan dan penangkalan.(AIS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.