Sukses

Kebijakan "Tidak Ada Tiga" Menguntungkan Taiwan

Presiden Taiwan Ma Ying Jeu menyatakan akan mempertahankan "tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, tidak ada penggunaan kekuatan" yang dikenal dengan kebijakan "tidak ada tiga" adalah yang paling menguntungkan bagi Taiwan.

Liputan6.com, Jakarta: Presiden Taiwan Ma Ying Jeu saat menerima wawancara saluran televisi berita dunia BBC tentang 10 tahun ke depan hubungan lintas selat menyatakan akan mempertahankan "tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, dan tidak ada penggunaan kekuatan". Kebijakan yang dikenal dengan "Tidak Ada Tiga" ini dianggap paling menguntungkan bagi Taiwan.

Isi wawancara yang disiarkan BBC pada 15 Juni 2011, saat seorang reporter bertanya pada Presiden Ma, mengenai 10 tahun kemudian apakah Taiwan akan menjadi negara merdeka yang diakui oleh dunia? Atau akan menjadi bagian dari daratan Cina?

Presiden Ma menyatakan, pemerintah Taiwan secara aktif memberikan penjelasan kepada masyarakat Internasional, bahwa sejak 1912 Republik Cina sudah menjadi  sebuah negara merdeka yang berdaulat, Taiwan tidak perlu mengumumkan kemerdekaannya untuk kedua kalinya.

Presiden Ma berpendapat, yang paling penting adalah memberi tahu kepada masyarakat Internasional bahwa Taiwan mempunyai otonomi yang cukup. Taiwan memilih Presiden dan parlemennya serta menangani urusan dalam negeri sendiri. Ma menyebutkan, 10 tahun ke depan, kami percaya bila tetap mempertahankan di bawah kerangka konstitusi Republik Cina, menjaga kebijakan" tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, tidak ada penggunaan kekuatan" , Taiwan pasti akan dapat terus bergerak maju di jalan perdamaian dan kemakmuran.

Presiden Ma mengungkapkan, bila hal ini dapat diterapkan. Cina tidak ada alasan untuk mengubah status quo. Sebagian besar rakyat Taiwan pun mendukung kebijakan ini. Ma berpendapat bila dapat terus menjalankan kebijakan ini, secara bertahap rakyat di kedua negara dapat hidup dalam lingkungan komunikasi perdamaian dan kemakmuran, lebih memahami satu sama lain, dan mencoba mencari jalan solusi untuk menyelesaikan masalah bersama. Meskipun tidak dapat seketika memecahkan seluruh masalah, Presiden Ma yakin tidak akan mempengaruhi perdamaian dan kemakmuran lintas selat.

Presiden Ma menyatakan, Setiap keputusan secara sepihak yang mengubah status quo, tentu saja akan merugikan rakyat Taiwan dan Cina. Maka itu setelah dia mengusulkan pendapat “tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, tidak ada penggunaan kekuatan” dan “konsensus 1992”, pihak Cina pun telah meresponsnya dengan sikap positif, sehingga dapat mencairkan keegangan kedua belah pihak yang dalam 10 tahun terakhir ini hampir tidak ada saling berhubungan.

Presiden Ma mangatakan, saat dia menjabat presiden, hubungan perdagangan  kedua selat telah mencapai lebih dari US$ 100 miliar, tetapi tidak ada kerja sama penerbangan langsung. Di mata masyarakat dunia, hubungan ekonomi kedua negara yang sangat erat ini, tanpa fasilitas transportasi langsung benar-benar adalah suatu hal yang mustahil. Tetapi kenyataannya keadaan ini telah berlangsung selama 10 tahun.

Presiden Ma menyatakan, apa yang dilakukannya setelah menjabat Presiden, hanya untuk menebus celah selama delapan tahun terakhir ini, dan pekerjaan ini sedang dijalankan oleh pemerintah saat ini.

Presiden Ma mengatakan ”Taiwan akan terus berjalan dengan mantap” karena waktu reunifikasi dengan Cina belum matang, juga tidak perlu menjalankan “de jure kemerdekaan Taiwan”. Ma berpendapat seharusnya tidak menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan perselisihan antara kedua belah pihak. Oleh karena itu kebijakan “tidak ada unifikasi, tidak ada kemerdekaan, tidak ada penggunaan kekuatan” adalah kebijakan yang paling menguntungkan buat Taiwan.(ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini