Sukses

Indonesia Didera Empat Bencana Besar

Bencana alam, datang dan pergi tidak tentu kapan waktunya. Mulai dari letusan gunung, gelombang tsunami, banjir bandang, tanah longsor, hingga kecelakaan sarana transportasi publik yang menewaskan puluhan hingga ratusan orang.

Liputan6.com, Jakarta: Beberapa hari lagi, kita akan meninggalkan 2010. Banyak peristiwa yang terjadi, termasuk berbagai bencana dan kecelakaan yang datang silih berganti. Bahkan, ratusan nyawa melayang karena kurangnya kewaspadaan dan seperti tidak menghargai kehidupan.

Mulai dari bencana alam yang berlangsung lama yakni letusan Gunung Merapi. Pada 26 Oktober 2010, gunung berapi paling aktif di dunia meletus untuk kali ke-19. Disusul letusan kedua pada 5 November 2010. Sebelumnya, Gunung Merapi sempat erupsi pada 2006. Kerugian yang ditimbulkan akibat letusan Merapi diperkirakan lebih dari Rp 4 triliun.

Letusan pada Selasa (26/10) boleh dibilang terbesar. Gunung Merapi meletus, bergemuruh, berdentum keras, sambil memuntahkan batu-batu besar, ditambah menyemburkan awan panas atau wedhus gembel kata orang Yogyakarta. Akibat letusan itu, ribuan penduduk di lereng Gunung Merapi dan  petugas pemantau gunung panik.

Para korban yang selamat harus menahan sakit tak terperi dalam deraan luka bakar disembur awan panas. Kawasan rumah Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo, Sleman juga luluh lantak diterjang awan panas. Alhasil, kehidupan di lokasi tersebut terhenti untuk selamanya dalam waktu sekejap. Mayat-mayat manusia bergelimpangan, hewan-hewan terkapar tak berdaya, harta benda rusak binasa.

Di kediaman Mbah Maridjan sang penjaga Pakubumi-nya Jawa itu pergi dalam posisi sujud. Seorang wartawan vivanews.com, Yuniawan Nugroho dan relawan kemanusiaan, serta dokter ikut tewas ketika membujuk Mbah Maridjan mengungsi.

Sedangkan puluhan ribu orang yang dievakuasi kemudian melewatkan malam demi malam di pengungsian. Mereka memang selamat dari maut, namun diserang berbagai penyakit terutama sesak nafas akibat menghirup abu tebal.

Namun begitu, duka belum usai. Menjelang 5 November, Merapi kembali meletus tengah malam, lebih besar, lebih dahsyat. Radius daerah bahaya pun diperluas. Korban pun kembali berjatuhan hingga mencapai 386 jiwa. Stadion Maguwoharjo, Sleman, tumpah ruah oleh ribuan korban yang terus berdatangan diiringi isak tangis yang terus membahana. Letusan Merapi tahun ini bahkan lebih besar dibandingkan 2006.

Kini dua bulan sudah. Merapi juga sudah mereda. Sebagian pengungsi telah pulang ke kampung masing-masing. Pemerintah berjanji segera menyediakan hunian sementara, termasuk mengganti semua ternak yang mati. Tapi kenyataannya, hingga kini semua belum tuntas. Entah harus bagaimana korban Merapi meneruskan hidup.

Tak hanya letusan Gunung Merapi, Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat juga sempat diguncang gempa berkekuatan 7,2  skala Richter pada Senin malam 25 Oktober 2010. Tak lebih dari tujuh menit kemudian, tsunami itu datang dan dalam sekejap tanah Mentawai luluh lantak. Kehidupan warga Mentawai, Sumbar juga luluh lantak.

Dari situ, peneliti mencatat, gelombang tsunami Mentawai terjadi sangat cepat hingga kecepatan 800 kilometer per jam di dalam laut. Sayang, masyarakat tidak tahu datangnya bencana karena sistem peringatan dini yang tidak bekerja maksimal. Bahkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sempat mencabut bahaya peringatan tsunami. Akibat bencana ini, sebanyak 509 jiwa terenggut dan 21 lainnya hilang.

Dua hari setelah tsunami memporakporandakan tanah Mentawai, muncul berita mengenai pernyataan Ketua DPR Marzuki Alie yang dinilai kontroversial. Kala itu, Ketua DPR yang terhormat berkata dengan mudahnya, kalau tak mau kena ombak, jangan tinggal di tepi pantai. Namun sehari kemudian, ia langsung memberi klarifikasi.

Distribusi bantuan untuk para korban sangat lamban. Cuaca buruk dan medan yang sulit dijangkau menjadi alasan. Akibatnya, bantuan menumpuk di Kota Padang, Sumatra Barat. Alhasil, banyak korban yang kelaparan dan tidur di tenda seadanya. Anak-anak pun banyak terserang penyakit. Namun begitu, bantuan bisa cepat datang hanya melalui jalur udara. Tapi itupun terbilang kecil jumlahnya. Hal inilah yang disayangkan banyak pihak, padahal bantuan bisa disalurkan lebih cepat andai saja manajemen penanggulangan bencana terlaksana dengan baik.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara pun berkunjung ke sana. Di situlah, para korban tsunami menumpahkan kepedihan yang mereka alami.

Derita tak cuma dirasa warga Mentawai, nun jauh di timur, penduduk Wasior, Papua Barat juga berduka. Tanggal 4 Oktober 2010, tanah nan elok di Teluk Wondama, Papua dalam sekejap luluh lantak tersapu air bah. Deras air bah bercampur lumpur, kayu dan bebatuan menyapu tiga distrik di Wasior.
Sebagian penuduk tak kuasa berlari cepat menghindari terjangan air bah yang mematikan, sementara sebagian lain malah belum terjaga dari tidur. Sebanyak 173 orang tewas.

Penduduk yang selamat terpaksa meninggalkan Wasior yang lumpuh tak bersisa. Sejumlah penggiat organisasi lingkungan nirlaba meyakini bencana ini akibat hutan yang ditebangi sembarangan. Namun sebagian penduduk dan pemerintah menyatakan bukan pembalakan liar penyebabnya melainkan perubahan struktur tanah dan bebatuan.

Jika tiga kejadian di atas adalah bencana alam, maka kejadian kali ini adalah kecelakaan moda transportasi darat andalan sebagian besar rakyat Indonesia yakni kecelakaan kereta api. Seolah tragedi yang terus menerus berulang, kecelakaan kereta api di Tanah Air seakan tak ada habisnya. Menteri ganti menteri, kebijakan ganti kebijakan, namun nyawa juga terus melayang. Jika sudah demikian, masinis terkesan sebagai pihak yang paling mudah dipersalahkan.

Kecelakaan maut itu terjadi di Pemalang, Jawa Tengah, 2 Oktober 2010. Insiden yang terjadi di kawasan Petarukan, Pemalang, menjemput 34 nyawa manusia. Kejadian berlangsung pagi buta, di saat penumpang masih tertidur lelap. Para penumpang kereta api bisnis jurusan Jakarta-Semarang itu tidak menyangka itu menjadi mimpi terakhir mereka.

Kejadian bermula saat Kereta Api Utama Bisnis jurusan Jakarta-Semarang berhenti dan menurunkan penumpang di Stasiun Petarukan. Sekitar pukul 03.00 WIB dini hari, Tiba-tiba, di jalur yang sama, muncul Kereta Argo Anggrek jurusan Jakarta-Surabaya yang langsung menabraknya. Sejumlah gerbong terguling, puluhan orang menjemput ajal.

Banyak yang kehilangan orang terkasih dalam waktu sesaat.  Ada yang ditinggal suami dalam keadaan hamil besar, bahkan ada keluarga yang ditakdirkan menjemput maut bersama-sama, suami, istri, dan anak sekaligus. Tak sedikit pula penumpang luka-luka serta patah tulang. Warga pun berdatangan menyaksikan kejadian itu bahkan hingga membuat proses evakuasi menemui kesulitan. Alhasil, tim evakuasi marah-marah dan mengusir warga yang berkerumun. Maksudnya baik, andai saja warga lebih paham, kemungkinan lebih banyak nyawa yang bisa diselamatkan.

Dua hari penyelidikan, Menteri Perhubungan Freddy Numberi menyatakan indikasi awal kecelakaan akibat kesalahan masinis Kholik Rusdianto yang lalu dijadikan tersangka oleh polisi. Sementara itu, Komisi Nasional Keselamatan Transpotasi (KNKT) sendiri baru akan mengumumkan hasil penyelidikan tiga bulan setelah kejadian.

Masih di hari yang sama yakni 2 Oktober 2010, kecelakaan kereta juga terjadi di Stasiun Purwosari, Solo, Jateng. Kereta Api Gaya Baru dari Jakarta menuju Surabaya ditabrak Kereta Api Bima jurusan yang sama. Seorang penumpang tewas dan empat lainnya terluka.

Sembilan hari kemudian, sebanyak 24 gerbong kereta api jurusan Jakarta-Rangkasbitung, hangus dilalap api di Stasiun Rangkasbitung, Lebak, Banten. Api menjalar dengan cepat dari satu gerbong ke gerbong lain karena angin kencang dan alat pemadam kebakaran minim. Hal ini merupakan kebakaran terburuk dalam sejarah perkeretaapian jurusan Jakarta-Rangkasbitung.

Mengenai hal ini, pihak kepolisian menyatakan gerbong-gerbong kereta sengaja dibakar dan seorang tukang sapu di stasiun menjadi tersangka. Sudah seharusnya, pengamanan stasiun ditingkatkan agar kejadian serupa tidak terulang. (BJK/Vin)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.