Sukses

Polemik RUU Keistimewaan Yogyakarta Terus Bergulir

Polemik seputar Rancangan Undang-undang (RUU) Keistimewaan Yogyakarta terus bergulir. Unjuk rasa terus berlangung di tengah rencana Presiden SBY untuk memberikan penjelasan seputar RUU itu.

Liputan6.com, Jakarta: Polemik seputar Rancangan Undang-undang (RUU) Keistimewaan Yogyakarta terus bergulir. Unjuk rasa mempertanyakan sejumlah pasal krusial dalam draft RUU tersebut terus berlangung, Kamis (2/12).

Pasal 11 draft RUU, misalnya, menempatkan Sultan Hamengkubuwono X dan Paku Alam hanya sebagai simbol dan penjaga budaya serta pemersatu warga Yogja. Sedangkan kepala pemerintahan, yaitu gubernur dan wakil gubernur, dipilih sesuai perundang-undangan.

Polemik seputar monarki pimpinan politik Yogyakarta itu berawal dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait RUU Keistimewaan Yogya. "Tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan konstitusi maupun nilai-nilai demokrasi," kata Presiden Yudhoyono.

Sementara Sri Sultan sendiri hanya sedikit berkomentar mengenai hal itu. "Saya tidak tahu, apa itu yang namanya sistem monarki," katanya.

Sebagian warga Yogya menilai, draft RUU tersebut seolah melupakan jasa besar Yogyakarta dan kratonnya kepada Republik Indonesia di masa revolusi. Padahal begitu republik ini terbentuk, Keraton Yogyakarta bersama Kadipaten Paku Alaman langsung menyatakan bergabung.

Saat situasi keamanan di Jakarta bergolak, Ibu kota republik sempat dipindahkan ke Yogyakarta sejak Januari 1946 hingga Desember 1949. Semua kegiatan dan pembiayaan negara ditanggung Kesultanan Ngayogyakarta. Atas jasa itulah, Maret tahun 1950 keluar Undang-undang Nomor 3 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Anggota DPR RI dari Yohyakarta Roy Suryo meminta, agar tidak ada yang memperkeruh suasana saat ini. "Saya yakin kearifan Sri Sultan dan kebijaksanaan Presiden SBY akan bertemu, asalkan tidak ada orang yang memperkeruh suasana," katanya.

Hari ini, rencananya Presiden Yudhoyono akan memberikan penjelasan seputar RUU Keistimewaan Yogyakarta.(CHR/SHA)




* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.