Sukses

Transkrip Bukti Rekayasa Jerat Pimpinan KPK

Dugaan adanya rekayasa pihak tertentu dalam penetapan status tersangka dua Wakil Ketua KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, kian berembus. Terutama, setelah pada hari ini Bibit mengaku memiliki bukti rekaman adanya rekayasa tersebut.

Liputan6.com, Jakarta: Dugaan adanya rekayasa pihak tertentu dalam penetapan status tersangka dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, kian berembus. Terutama, setelah pada hari ini (26/10), Bibit mengaku memiliki bukti rekaman adanya rekayasa tersebut [baca: Bibit Samad Punya Bukti Rekaman Percakapan].

Berikut adalah isi transkrip bukti rekaman percakapan tersebut:

22 Juli 2009; 12.03 WIB
Anggodo ke Wisnu Subroto (Jaksa Agung Muda Intelijen):
"Nanti malam, saya rencananya. Ngajak si Edi sama Ari ketemu TRUNO 3."

23 Juli 2009; 12.15 WIB
Wisnu ke Anggodo:
"Bagaimana perkembangannya?"
"Ya, masih tetap nambahin BAP. Ini saya masih di mabes."
"Pokoknya berkasnya ini kelihatannya dimasukkan ke tempatnya R (nama salah satu pucuk pimpinan kejaksaan) minggu ini. Terus balik ke sini, terus action."
"RI-I belum?"
"Udah-udah. Aku masih mencocokkan tanggal."

24 Juli 2009; 12.25 WIB
Anggoro ke Anggodo:
Yo pokoke, saiki berita acarane kene dikompliti.”
Wes gandeng karo Ritonga kok dek’e.”
“Janji ambek Ritonga, final gelar iku sama kejaksaan lagi, terakhir Senen.”
“Sambil ngenteni surate RI-1 thok nek?”
“Lha kon takok’o Truno, tho?”
Yo mengko bengi, ngko bengi dek’e.”

27 Juli 2009; 18.28 WIB
Hadi Atmoko ke Anggodo:
“Dan ini kronologinya saya sudah di Bang Farman semua.”
“Sebetulnya ada satu saksi lagi si Edi Sumarsono, Pak. Yang Antasari itu, Pak. Sama pembuktian lagi, waktu Ari ke sana, ada pertemuan rapat dengan KPK, Pak.”
“Ada pertemuan di Ruang Rapat Chandra.”

28 Juli 2009; 12.42 WIB
Anggodo ke Kosasih:
“Kos, itu kronologis jangan lu kasih dia. Oke, Kos?”
“Jangan dikasihkan, soalnya Edi sudah berseberangan.”
Cuman lu harus ngomong sama dia: terpaksa lu harus jadi saksi. Karena Chandra lu yang perintah. Kalau nggak, nggak bisa nggandeng.”

28 Juli 2009; 21.41 WIB
Anggodo ke perempuan:
“Besok kon tak ente, ngomong ke Ritonga. Edi Sumarsono itu bajingan bener. Sebenarnya dia mengingkari semua.”
“Besok penting ngomong. Edi ngingkari, Pak. Padahal Antasari bawa Chandra.”

29 Juli 2009; 13.09 WIB
Anggodo ke Parman (Penyidik):
“Kelihatannya kronologis saya yang benar.”
“Iya sudah benar, kok. Saya lihat, di surat lalu lintas. Saya sudah ngecek ke imigrasi. Sudah benar, kok.”

29 Juli 2009; 13.58 WIB
Anggodo ke Wisnu:
“Terus gimana, Pak? Mengenai Edi gimana, Pak?”
“Edi udah tak omongken Irwan apa. Ini bukan sono yang salah, kita-kita ini yang jadi salah.”
“Iya. Padahal, ia saksi kunci Chandra.”
“Maksud saya, Pak, dia kenalnya dari Bapak dan Pak Wisnu. Gak apa-apa kan, Pak?”
“Nggak apa-apa. Kalau dari Wisnu, nggak apa-apalah.”
“Kalau kita ngikutin, kan berarti saya ngaku Irwan kan. Cuma, kalau dia nutupin dia yang perintah. Perintahnya Antasari suruh ngaku ke Chandra itu nggak ngaku. Terus siapa yang ngaku?”
“Ya, you sama Ari.”
“Nggak bisa dong, Pak. Wong nggak ada konteksnya dengan Chandra.”
“Nggak, saya dengar dari Edi.”
“Iya, dari Edi. Emang perintahnya dia, Pak. Lha Edi-nya nggak mau ngaku gitu, Pak. Dia nggak kenal Chandra, saya ndak nyuruh ngasihin duit. Gimana, bos?”
“Ya, ndak apa-apa.”

30 Juli 2009; 19.13 WIB
Anggodo ke Wisnu:
“Pak, tadi jadi ketemu?”
“Udah. Akhirnya Kosasih yang tau persis teknis di sana. Suruh dikompromikan di sana. Kosasih juga sudah ketemu Pak Susno. Dia juga ketemu Pak Susno lagi si Edi. Yang penting kalo dia tidak mengaku, susah kita.”
“Yang saya penting, dia menyatakan waktu itu supaya membayar Chandra atas perintah Antasari.”
“Nah, itu.”
Wong waktu di malam si itu dipeluk anu tak nanya, kok situ bisa ngomong? Si Ari dipeluk karena teriak-teriak, dipeluk sama Chandra itu kejadian.”
“Bohong. Nggak ada kejadian. Kamuflase saja.”
“Nggak ada memang. Jadi dia cuma dikasih tau disuruh Ari gitu. Dia curiga duite dimakan Ari.”
“Bukan sial Ari-nya, Pak. Dia cerita pada waktu ke KPK, dia yang minta Ari. Kalau ditanya saya, bilang Edi ada di situ. Diwalik sama-sama doa, Ari yang suruh ngomong dia ngomong dia ada. Kalau itu saya ga jadi masalah, Pak. Itu saya suruh.”
“Pokoknya yang kunci-kuncinya itu, saya sudah ngomong sama Kosasih. Kalo tidak ada lagi, nyampe, ya berarti ya nggak bisa kasus ini. Gitu.”
“Yang penting buat saya, Pak. Si Ari ini. Dia ngurusi Ade Rahardja segala. Ujung-ujungnya dia dapet perintah nyerahkan ke Chandra itu siapa, Pak? Kan nggak nyambung, Pak.”
“Bukan, Pak. Dia memerintahkan nyerahken ke Chandra yang bapak juga tahu, kan? Karena kalo ga ada yang merintah Chandra, Pak, nggak nyambung uang itu, lho.”
“Memang keseluruhan tetap keterangan itu. Kalau Edi nggak ngaku, ya biarin. Yang penting Ari sama Anggodo kan cerita itu.”
“Kan, saksinya kurang satu.”
“Saksinya akan sudah dua. Ari sama Anggodo.”
“Saya bukan saksi. Saya kan penyandang dana, kan?”
“Kenapa dana itu dikeluarkan? Karena saya disuruh si Edi, kan? Sama saja, kan? Ha...ha...ha...”
“Suruh dia ngakulah, Pak. Kalau temenan kaya gini, ya percuma pak punya temen.”
“Susno dari awal berangkat sama saya ke Singapura. Itu dia sudah tahu Toni itu. Saya, sudah ngerti Pak. Yang penting dia nggak usah masalahin. Itu kan urusan penyidik. Yang penting dia ngakuin itu, bahwa dia yang merintahkan untuk nyogok Chandra. Itu aja.”
“Sekarang begini. Dia perintahkan, kan udah Ari denger. You denger, kan? Sudah selesai.”
“Tapi, kalo dia nggak bantu kita, Pak? Terjerumus. Dia dibenci sama Susno.”
“Biarin aja. Tapi nyatanya dia ngomong dipanggil Susno.”

6 Agustus 2009; 20.14 WIB

Anggodo dengan perempuan:
Iyo tapi ditakono tanda tangani teke sopo? Iya toh? Gak iso jawab. Modele bajingan kabeh, Yang. Chandra iku yo, wis blesno ae, Yang. Ojo ragu-ragu.”

7 Agustus 2009; 22.34 WIB
Anggodo dengan ...
“Menurut bosnya Trunojoyo, kalau bisa besok sudah keluar.”
Male bilang tidak bagus. Karena pemberitaannya hari Minggu, orang sedang libur. Bagusnya Senin pagi, langsung main.”
“Truno minta TV dikontak hari ini, supaya besok counter-nya dari Anggoro.”

8 Agustus 2009; 20.39 WIB

Anggodo dengan ...
“Nggak usah ngomong sama penyidik. Cuma abang saja tahu bahwa BAP-nya Ari tuh seperti itu. Jadi dalam posisi dia BAP, masih sesuai apa yang dia anu. Jangan sampai dia berpikir, kita bohong.”
“Siap, Bang.”
“Sama harus dikaitkan ini. Seperti sindikat Edi. Ari sama KPK satu sindikat mau memeras kita. Ya, Bang?”
“Iya.”
“Intinya si Ari sudah di-BAP seperti kronologis. Kenapa kok kita laporkan Ari itu? Kenapa sudah laporan begini, kok dia melarikan diri? Gitu loh. Dan si Edi itu di-BAP itu nggak ngaku. Kita nggak usah ngomong. Pokoknya si Edi nggak tahu kita, Bang. Nanti maksudnya di BAP kita nantinya, inti bahwa pengakuan itu, Bang.”
“Iya.”
“Sekarang jangan dibuka dulu. Maksudnya, status si Ari itu. Kita merasa Ari sama Edy dan ini tuh, ini kita diperas KPK. Sudah kita bayar, kenapa jadi masalah begini? Gitu loh, Bos.”
“Iya.”
“Menurut pengakuan Ari, dia sudah membayar seluruh dana tersebut kepada orang-orang KPK. Nggak tahu siapa?”
“Betul.”

10 Agustus 2009; 17.33 WIB

Alex dengan Anggodo:
“Secara keseluruhan apik. Anggoro nggak lari.”
Kenceng dia ngomonge.
“Kenceng. Tak rekam banter mau?”
Yowes. Terus poin-poinnya tersasar, kan?”
“Sudah.”
“Tidak lari. Ciamik dee njelasnoe.”
“Ini ada suatu rekayasa, nampak dari pemanggilan jadi saksi terus tersangka. Tenggat waktu sembilan bulan. Sudah kondusif. Moro-moro karena ada testimoni, muncul pemanggilan sebagai tersangka. Secara keseluruhan, oke.”
“Mengenai cekal, salah sasaran.”
“Ya. Dalam kasus Yusuf Faisal, kok dicekal Anggoro. Itu bagaimana? Penyitaan dan penggeledahan juga salah sasaran. Dalam kasus Yusuf Faisal, kok yang digeledah Masaro. Pokoknya intinya sudah masuk semua.”

10 Agustus 2009; 18.07 WIB

Alex dengan Anggodo dan Robert:
“Iya, memang dicuplikan. Nggak banyak. Tapi intinya kita berkelit, kalau ini bukan penyuapan. Karena di awal itu, beritanya dari Antasari dulu. Testimoni itu. Jadi dia cuplik dari Antasari, terus baru disambung ke kita. Jadi dijelaskan sama Bonaran, kalo itu bukan penyuapan. Dan permasalahannya, kedatangan Antasari menemui Anggoro itu juga membawa konsekuensi Antasari bisa dipermasalahkan.”
Ngomong gimana? Pengacara dari Anggoro press rilis hari ini.” (EPN/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini