Sukses

Cegah Isu Santet ala Madura

Sumpah merupakan salah satu cara yang paling efektif mencegah isu santet di kalangan masyarakat, seperti yang terjadi di Desa Jambringin, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Madura, Jawa Timur.

Liputan6.com, Pamekasan: Sumpah merupakan salah satu cara yang paling efektif mencegah isu santet di kalangan masyarakat, seperti yang terjadi di Desa Jambringin, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Sabtu (23/4). "Ada keyakinan di kalangan masyarakat bahwa sumpah adalah kunci dari bebenaran sejati," kata Kepala Desa Jambringin Djunaidi.

Sebanyak tujuh warga Desa Jembringindisumpah oleh warga setempat, karena diduga memiliki ilmu santet--sejenis ilmu magis yang digunakan pelakunya untuk mencelakai orang lain. Tujuh warga itu, Abdus Syafik, Munawwar, Juli, Salli, Bardi, Musili, dan Haji Mansur. Mereka dicurigai warga memiliki ilmu santet menyusul adanya sejumlah warga di wilayah itu yang meninggal dunia dengan cara tidak wajar.

Sumpah massal tujuh warga Desa Jambringin itu digelar di salah satu rumah warga warga dan dipimpin seorang kiai sepuh di wilayah Kecamatan Proppo, yakni KH Ali Karrar Sinhaji.

Sebelum memimpin pengucapan sumpah, Kiai Karrar memberikan wejangan akan dampak yang akan dihadapi orang yang bersumpah apabila mengingkari sumpahnya. "Ada lima hal akibat sumpah jika diingkari oleh orang bersumpah," kata Kiai Karrar.

Pertama, katanya, yang bersangkutan tidak akan selamat di akhirat kelak, karena telah mengingkari ucapan pernyataan atas nama Allah. "Yang kedua, dia tidak akan mendapatkan rahmat Allah dan hidupnya akan sengsara," katanya.

Di akhirat kelak, sambungnya, orang yang bersumpah palsu akan mendapatkan siksaan yang sangat berat dan akan selamanya berada di dalam api neraka. "Jadi tolong perhatikan itu," ucap KH Ali Karrar.

Hanya saja, jika tudingan itu tidak benar, maka warga yang menuding itulah nantinya yang akan merasakan dampaknya. "Balik sumpah namanya," terang Ali Karrar.

Ia menjelaskan, balik sumpah merupakan balasan kepada warga menuduh seseorang yang sudah disumpah, tapi tuduhannya tersebut tidak benar. Akibatnya, orang yang menuduh tersebut akan mendapatkan dampak yang sama, sebagaimana orang yang mengingkari sumpah.

Usai memberikan pengarahan, Kiai pengasuh pondok pesantren Darud Tauhid di Desa Lenteng, Kecamatan Proppo, itu memanggil satu per satu warga yang hendak bersumpah. Mereka mengucapkan kalimat sumpat yang dipandu langsung oleh KH Ali Karrar Sinhaji. Seorang santri bertugas memegang Al Qur an di atas kepala warga orang yang disumpah.

Direktur Central of Religion and Political Studies (Centries) Sulaisi Abdurrazak menilai, penyelesaian isu santet efektif melalui sumpah, karena sumpah diyakini sebagai satu-satunya cara untuk menguak ketabuan dunia "mistisisme". "Kondisi seperti ini biasanya memang terjadi di kalangan atau kelompok masyarakat yang memahami sesuatu melalui pendekatan mistis pula," katanya.

Isu santet, sambung Sulaisi, umumnya memang berkembang di kalangan masyarakat memahami agama melalui pendekatan mistis. Tapi tidak pada masyarakat yang memahami melalui pendekatan akal.

"Tapi jika hal itu memang menjadi soluasi alternatif dalam menyelesaikan persoalan semisal isu santet, saya kira tidak masalah. Karena tingkat pemahaman keagamaan itu kan sesuai dengan tingkat kapasitas keilmuan, serta cara pendekatan yang kita gunakan dalam beragama," kata Sulaisi Abdurrazak.(SHA)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini