Sukses

Vila di Taman Nasional Ancam Warga Jakarta

Vila di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) tidak hanya mengganggu konservasi hutan, tapi juga mengancam Jakarta. Sebab, keberadaan vila itu merusak daerah tangkapan air di hulu sungai.

Liputan6.com, Bogor: Keberadaan sejumlah vila di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS), yang pemiliknya sebagian besar warga Jakarta, justru makin mengancam warga yang tinggal di wilayah Jakarta dan sekitarnya dari bahaya banjir. Sebab, vila-vila yang dibangun dalam taman nasional tersebut mengganggu fungsi hidrologi, yakni tangkapan air atau catchment area.

Menurut Budi Sariyanto, aktivis Telapak, LSM yang peduli konservasi hutan, dari prinsip konservasi tidak boleh ada bangunan dalam kawasan taman nasional, baik di zona penyangga, apalagi dalam zona inti. Meski vila-vila yang dibangun di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor berada dalam kawasan penyangga TNGHS, Budi mengingatkan, hal itu justru tetap mengancam. Ancaman dimaksud adalah banjir di kala musim hujan dan kekeringan saat kemarau.
, 
"Sebagian besar vila yang dibangun itu telah melanggar tata ruang nasional dan wilayah, karena telah berada dalam are tangkapan air," jelas Budi, yang dihubungi Liputan6.com. Bukan hanya vila di kawasan penangga TNGHS saja yang melanggar tata ruang nasional dan wilayah, tapi juga vila di Puncak [baca:Seratusan Vila di Bogor Didirikan Tanpa IMB] .

"Pemerintah hanya pura-pura tidak tahu saja tentang keberadaan vila di wilayah tangkapan air, baik di Puncak atau Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Keberadaan vila-vila yang berada di catchment area itu bahkan mengancam Jakarta," papar Budi. Ancaman yang dimaksud Budi bukan hanya terkait banjir jika hujan deras di hulu sungai dikirim ke Jakarta, karena kawasan tangkapan air sudah rusak. "Jakarta juga akan kesulitan air bersih pada musim kemarau, karena tak ada lagi sumber air," tegas Budi.

Berdasarkan catatan RMI, LSM yang peduli pelestarian TNGHS, saat ini TNGHS merupakan hulu dari 117 sungai, dan sebagian besar mengalir ke sungai utama menuju wilayah Jakarta dan sekitarnya. "Jika kondisi hutan di hulu sungai sudah rusak, maka kawasan di hilir sungai yang akan menuai dampaknya," ingat Nani Saptariani, aktivis Rimbawan Muda Indonesia (RMI). (ETA)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini