Sukses

Kontras Aceh: Rajam itu Cacat Hukum

Belum ada solusi positif dari rencana penerapan qanun jinayat dan hukum acara jinayat di Banda Aceh, NAD. Meski sudah disahkan DPRD September lalu, namun perda itu masih menuai kontroversi di kalangan masyarakat Aceh.

Liputan6.com: Aturan memang dibuat untuk mengantisipasi adanya tindakan yang menyimpang di masyarakat dan sudah seharusnya dipatuhi. Namun pengesahan qanun hukum jinayat atau perbuatan yang dilarang dalam hukum Islam, di Nanggroe Aceh Darussalam malah menuai kontroversi.

Tak sedikit pihak yang mendesak Pemerintah Aceh dan DPRD setempat membahas kembali qanun jinayat dan hukum acara jinayat, terutama yang berkaitan dengan hukum rajam. Walaupun kenyataannya kedua qanun pidana Islam ini sudah terlanjur disahkan parlemen Aceh.

Apa sebab menuai kontroversi? Menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh, Kamis (29/10) undang-undang tersebut dinilai cacat hukum sehingga tidak bisa diterapkan. Hal senada disampaikan Saifuddin Bantasyam selaku staf pengajar fakultas hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Ia malah meminta DPRD Aceh untuk tidak sungkan membahas qanun yang terlanjur lahir.

Memang, hukum normatif yang berlaku di Indonesia tidak mengakomodir hukum cambuk dalam KUHP. Namun prinsip otonomi yang diberikan pada Aceh yang memungkinkan pemerintah daerahnya membuat undang-undang tanpa atau dengan campur tangan pemerintah pusat.

Masih ada waktu untuk merevisi peraturan daerah tesebut. Toh Gubernur NAD Irwandi Yusuf belum menandatangani dua qanun yang jadi konroversi [baca: Gubernur Aceh Tetap Tolak Qanun Rajam]. Bagaimana kelanjutannya? Tunggu saja pertemuan Gubernur NAD dengan DPRD Aceh November mendatang. Simak berita selengkapnya dalam video berikut.(OMI/AYB)



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini