Sukses

Merekatkan Keberagaman Etnis ala Bukit Lawang

Warga Bukit Lawang, Langkat, Sumut, menggelar upacara Syukuran Kali Bersih Pantai Bukit Lawang. Tradisi baru ini bertujuan menciptakan harmoni keberagaman etnis dan menangkal pengaruh jahat.

Liputan6.com, Langkat: Kawasan Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara, ternyata menyimpan berbagai potensi pariwisata. Selain menawarkan keindahan panorama alam, para pengunjung juga dapat melihat tempat rehabilitasi orang utan. Tak cuma itu, daerah yang berada persis di kaki Taman Nasional Gunung Leuser ini juga mempunyai beragam tradisi memikat.

Dengan bekal keindahan alam dan kekayaan budaya itulah, belum lama berselang, warga kawasan Bukit Lawang mulai mencanangkan tradisi baru pada tahun ini. Tradisi tersebut diberi nama "Syukuran Kali Bersih Pantai Bukit Lawang". Upacara adat tergolong istimewa lantaran mengusung kesenian khas dari berbagai etnis yang ada di Sumut.

Seperti lazimnya budaya paternalistik, upacara adat ini diawali ketika rombongan Bupati Langkat Syamsul Arifin tiba di lokasi. Beberapa kaum muda yang mengenakan busana khas sejumlah etnis di Sumut seolah menjadi gerbang pertama menyambut kehadiran mereka. Seiring dengan itu, seorang sesepuh setempat menyenandungkan "Dendang Sayang". Lagu ini dilantunkan layaknya seorang ibu yang tengah mengungkapkan rasa sayangnya pada sang buah hati.

Senandung pelipur lara itu juga dimeriahkan tetabuhan gambang. Dengan kesenian inilah, dua sesepuh Desa Bukit Lawang tersebut mencoba menunjukkan ragam budaya etnis Melayu yang sebagian besar bermukim di kawasan itu. Setelah itu, berbagai ragam kesenian turut digelar. Sebut saja, atraksi pencak silat yang diwariskan turun temurun. Serta beberapa tari persembahan dari Tanah Melayu.

Puncak upacara adalah melepaskan sejumlah simbol persembahan. Seperti seekor ayam hitam dan burung-burung yang melambangkan kebebasan dan keselarasan hidup dengan alam. Keinginan selamat dan sejahtera juga ditunjukkan dengan menghanyutkan dua perahu kecil berwarna kuning atau disebut lancang kuning dan balai palut kuning ke tengah aliran Sungai Bahorok.

Setelah perahu-perahu itu dihanyutkan, seorang dukun asal Toba tiba-tiba menyeruak di antara penonton. Para penduduk setempat berkeyakinan, raga dukun ini kemasukan roh ompung yang berusia 400 tahun. Sang dukun yang diyakini kesurupan ini kemudian mengucapkan sejumlah mantera sebelum melepaskan seekor ayam putih.

Upacara pun berakhir. Rasa haru dan syukur menggumam dari mulut mereka. Inilah upacara adat pertama di Bukit Lawang, yang melibatkan berbagai etnis. Bagi warga setempat, upacara syukuran semacam ini diharapkan bisa mengurangi korban tewas yang konon kerap dihanyutkan kekuatan jahat di Sungai Bahorok.

Mereka juga berharap situasi keamanan di Tanah Air, pulih kembali. Terutama setelah berbagai peristiwa yang mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri. Misalnya, Tragedi Bom Bali--12 Oktober 2002--dan sentimen antiwarga asing yang merebak menyusul invasi pasukan gabungan pimpinan Amerika Serikat ke Irak. Melalui upacara inilah, warga Bukit Lawang juga berharap dapat menjemput harapan baru. Paling tidak, mengobati lara yang kian menikam seperti disenandungkan sesepuh desa.(ANS/Syaiful Halim dan Satya Pandia)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini