Sukses

Kunjungan Hillary ke Indonesia Membawa Persoalan

Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan menilai kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton ke Indonesia perlu dicermati sebagai upaya global AS untuk menancapkan pengaruh politik maupun ekonominya di Asia Pasifik

Liputan6.com, Jakarta: Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan menilai kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton ke Indonesia, Senin (3/9), dan sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik termasuk Cina, perlu dicermati sebagai upaya global AS untuk menancapkan pengaruh politik maupun ekonominya di Asia Pasifik.

Hal itu tentu membawa risiko atas keberlangsungan harmoni di antara sesama ASEAN, selain menyisakan dilema masa depan posisi Indonesia yang berpengaruh di ASEAN.
 
"Adanya konflik di Laut Cina Selatan yang melibatkan Cina dengan negara-negara ASEAN khususnya Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, dan Malaysia dipandang menganggu kenyamanan agenda luar negeri AS, yang secara sungguh-sungguh dan spektakuler kini berorientasi ke lingkungan Asia Pasifik," kata Syahganda di Jakarta, Senin (3/9).
 
Menurutnya, respons persahabatan penuh dari Indonesia sangat diperlukan AS, sebelum mendapatkan dukungan serupa dari negara-negara lain di ASEAN. Selanjutnya, seluruh negara ASEAN diharapkan mendukung agenda keterlibatan AS dalam penyelesaian konflik Laut Cina Selatan yang mempengaruhi stabilitas tataran Asia Pasifik itu.
 
"Jadi, kunjungan Hillary ke Indonesia bukan membawa kedamaian, justru sebaliknya menawarkan risiko dan persoalan terhadap Indonesia dan ASEAN," ujarnya.

Ia mengatakan, pidato Presiden Obama pada November 2011 di Australia merupakan aspek strategis Asia Pasifik bagi Amerika Serikat, karena itu telah ditempatkan sekitar 2.500 pasukan marinir AS di Darwin, Australia untuk mengontrol sekaligus mewaspadai negara-negara dalam kawasan ini ke arah penciptaaan sekutu barunya.
 
Syahganda mengatakan, dalam konteks kunjungan Hillary, pihak Amerika Serikat dipastikan menawarkan perlindungan politik ataupun jaminan tertentu kepada Indonesia, maupun negara-negara ASEAN yang terlibat sengketa Laut Cina Selatan guna menghadapi Cina.
 
Ia mengaku, ika terjadi pembicaraan bantuan atau jaminan tertentu kepada Indonesia, hal itu patut dicurigai sebagai rencana kapitalisme Amerika Serikat untuk menguasai akses sumberdaya alam di antaranya tambang dan migas.
 
Atas pertimbangan ini pula, kehadiran Hillary bisa dimanfaatkan oleh para kaki tangan kapitalisme asing yang terus bercokol memperkaya diri beserta kelompoknya di tengah penderitaan sebagian besar rakyat.
 
Pada sisi lain, lanjutnya, lobi Hillary dapat merusak kepercayaan internasional dalam bentuk hilangnya peran strategis Indonesia di mata negara-negara lain dan utamanya ASEAN, yang sering memberi kesempatan Indonesia dalam membawa kepentingan ataupun misi ASEAN di lingkungan regional lain.
 
Ia menambahkan, kedatangan Hillary ke Indonesia tentu saja menciptakan persoalan yang dapat merusak tatanan solidaritas ASEAN, di samping tidak memperkuat suasana kemandirian di antara ASEAN dan menyangkut terpeliharanya kekuatan ASEAN di hadapan negara lain.

"Indonesia harus tetap berkiblat dengan politik bebas aktifnya dan tidak boleh menjadi kaki tangan Amerika Serikat di ASEAN, demi menjaga kehormatan bangsa ini ke depan dan keutuhan ASEAN itu sendiri," jelasnya.

Sementara itu, dalam mencari titik temu terkait sengketa Laut Cina Selatan, seharusnya Indonesia berperan menjadi juru runding utama dengan Cina atas nama komunitas ASEAN. (FRD)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.