Sukses

Demonstrasi Mewarnai Peringatan Hari Tani Nasional

Puluhan ribu petani di berbagai daerah secara serentak memperingati Hari Tani Nasional dengan berunjuk rasa. Mereka menuntut pemerintah memperhatikan nasib petani.

Liputan6.com, Bandung: Hari Tani atau Hari Agraria Nasional ke-42, yang jatuh Selasa (24/9) ini, diperingati para petani di berbagai daerah dengan menggelar unjuk rasa. Aksi secara serentak digelar di Bandung (Jawa Barat), Bandar Lampung (Lampung), Jambi, dan Yogyakarta. Tak ketinggalan, ratusan petani dari Jakarta-Bogor-Tangerang-Bekasi juga melakukan aksi serupa ke Gedung DPR/MPR, Jakarta. Ribuan petani dari berbagai daerah itu menuntut pemerintah lebih memperhatikan nasib petani.

Dari Bandung dilaporkan, lebih dari 3.000 petani dari Tasikmalaya, Subang, Garut, Cianjur, Ciamis, dan beberapa daerah lainnya di Jabar, berkumpul di Lapangan Gasibu Bandung. Aksi berlangsung damai dan sempat dimeriahkan berbagai pertunjukan seni tradisional, seperti silat dan debus. Sekitar 30 perwakilan petani dari masing-masing daerah sempat bertemu dan berdialog dengan anggota DPRD Komisi B Jabar yang dipimpin Hidayat Zaini. Mereka menyampaikan tuntutan agar pemerintah merevisi berbagai undang-undang yang saling bertentangan dan membentuk komite nasional pembaharuan agraria.

Aksi serupa digelar sekitar 800 petani yang mengaku datang dari berbagai kabupaten di Provinsi Jambi. Sejak pagi, mereka berkumpul di depan Kampus Institut Agama Islam Negeri Jambi. Para petani langsung disambut sejumlah aktivis mahasiswa di kota tersebut. Tuntutan mereka serupa yakni meminta Gubernur Jambi lebih memperhatikan nasib buruh tani. Demonstran pun meminta pembentukan panita ad hoc penyelesaian sengketa tanah, pemberian fasilitas khusus kepada anak buruh tani untuk melanjutkan pendidikan serta menindak perusahaan perkebunan di Jambi yang melanggar izin dan mencaplok lahan milik warga.

Sementara dari Lampung, sekitar 1.000 petani menggelar long mars menyusuri jalan-jalan protokol di Bandar Lampung. Mereka menuntut pemerintah segera menyelesaikan berbagai kasus tanah. Pengunjuk rasa juga meminta pemerintah menurunkan harga sarana dan prasarana pertanian. Menurut para petani, pencaplokan lahan petani oleh perusahaan swasta dan lembaga pemerintah membuat ribuan petani masuk ke kawasan hutan lindung, seperti kawasan Taman Nasional Way Kambas untuk mencari nafkah. Akibatnya, kawasan hutan lindung rusak dan mengganggu habibat gajah, yang kemudian keluar dari taman nasional dan mengganggu masyarakat.

Situasi tak berbeda terjadi di Yogyakarta. Ribuan orang dari berbagai elemen masyarakat berkumpul di dekat Kantor Gubernur Yogyakarta. Aksi ini sempat menarik perhatian warga karena melibatkan grup kesenian tradisional di Kota Gudeg. Dalam orasinya, mereka mengecam kebijakan pemerintah yang dinilai belum berpihak pada kepentingan petani. Sayangnya, niat pengunjuk rasa berdialog dengan Gubernur Sultan Hamengkubuwono X tak terlaksana karena Sultan sedang berada di Jakarta. Akhirnya, dialog dilakukan dengan pejabat yang mewakili Gubernur. Petani mengaku tidak puas atas hasil dialog.

Aksi serupa juga digelar ratusan petani yang mengaku mewakili ribuan petani dari Pasuruan, Probolinggo, dan Situbondo di Jawa Timur. Mereka mendatangi Kantor DPRD Lumajang, menuntut penghapusan kebijakan yang dianggap menindas para petani. Demonstran juga meminta pemerintah segera melaksanakan Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pertanian dan Pertanahan. Pemerintah diminta mensubsidi para petani dan menuntaskan kasus pertanahan di Jatim. Sementara itu, sekitar 100 mahasiswa yang tergabung dalam Komite Mahasiswa untuk Perjuangan Rakyat berunjuk rasa di Kantor DPRD Jombang. Mereka meminta pemerintah segera melaksanakan reformasi agraria yang berpihak kepada rakyat kecil dan menolak bentuk refresip militer terhadap para petani.

Di Jakarta, unjuk rasa ratusan petani berlangsung di Gedung DPR/MPR. Aksi sempat diwarnai aksi dorong mendorong antara pengunjuk rasa dan kepolisiaan. Alhasil, pintu gerbang Gedung Rakyat jebol, sehingga para demonstran bisa memasuki halaman gedung. Kemudian massa merusak pos pengamanan dalam di halaman depan Gedung MPR/DPR.

Anggota Komisi VII DPR Rekso Ageng Herman--yang menemui pengunjuk rasa--berjanji akan menyampaikan aspirasi tersebut dalam Rapat Paripurna DPR, 27 September mendatang. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan, aparat keamanan telah menyiapkan water cannon serta pasukan penghalau massa.(DEN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini