Sukses

Karena Main Bola, Korban 65/66 Dipenjara

Tanpa mengetahui sebab dan masalah, tiba-tiba Jayusman, seorang korban 1965/1966 ditangkap dan menjalani kurungan selama hampir lebih dari 14 tahun.

Liputan6.com, Jakarta: Tanpa mengetahui sebab dan masalah, tiba-tiba Jayusman, seorang korban 1965/1966 ditangkap dan menjalani kurungan selama hampir lebih dari 14 tahun. Menurut Jayusman, ia dituding sebagai antek-antek Partai Komunis Indonesia (PKI).

Jayusman mengaku, pada masa itu tepatnya sekitar 1965 sedang mengikuti sepakbola dalam perayaan ulangtahun PKI di kampung halaman di Jakarta. Namun usai pertandingan, tanpa mengetahui persoalan, ditangkap dan dijebloskan ke penjara.

"Waktu itu saya masih umur 19 tahun. Pada saat itu saya termasuk salah satu pemain terbaik, karena itu saya ikut dalam perlombaan sepakbola itu bersama pemuda rakyat. Tapi engga tahu kenapa saya ditangkap dan dimasukan ke penjara oleh Tim Operasi Kalong namanya waktu itu," ujar kakek 11 cucu itu saat ditemui Liputan6.com di kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (4/6).

Bapak dari empat anak ini mengaku, beberapa kali dipindahkan saat menjalani masa hukuman. Dari mulai tahanan di Salemba (Jakarta) dan Tangerang, hingga tahanan di Pulau Buru, Sulawesi. "Hampir 14 tahun saya menjalani hukuman di penjara. Selama di penjara, tidak ada yang berani melawan, karena kalau melawan pasti disiksa," ungkap Jayusman.

Sejak penangkapan hingga menjalani hukuman, pria kelahiran Jakarta 1946 ini mengaku kerap menerima intimidasi bahkan kekerasan fisik. Di Pulau Buru, yang kini menjadi kabupaten di Provinsi Maluku ia harus bertahan hidup di tengah-tengah menghadapi kekerasan yang kerapa ia alami.

"Pada saat saya ditangkap, saya sempat disiksa dulu di tempat Tim Operasi Kalong suruh mengaku. Bahu kanan saya patah dihantam kursi. Di Pulau Buru itu, makan jagung sudah enak. Di sana tuh kita diberi makanan kuda namanya burger, makan itu keluarnya juga itu, ga bisa dicerna."

Bahkan, pria yang mengaku memiliki 3 cicit ini harus makan seadanya sebagai penyambung hidup. Sepatu kulit harus ia makan lantaran tak ada lagi makanan. Padahal selama menjalani hukuman di Pulau Buru, ia harus menjalani kerja rodi tanpa upah dan makanan layak.

"Itu sepatu kulit saya timbun di tanah, setelah itu saya rebus, abis itu saya timbun lagi, baru bisa dimakan. Pohon pepaya dari yang daunnya sudah kuning sampai akarnya, itu dimakan. Ini saya bukan mengada-ada," kenangnya.

Dalam masa tananan ini, lanjut Jayusman, ia tak pernah bertemu dengan keluarga. Sebab tak ada seorang pun yang berani menjenguknya. Hingga kini ia pertanyaan besar selalu muncul dan terus mengganjal di benaknya, apa kesalahannya hingga ia harus menjalani hukuman ini?

"Saya ini korban yang paling beda di antara teman-teman saya. Saya tidak pernah terlibat dengan Pemuda Rakyat apalagi Partai Komunis, kenapa saya ditangkap? Apa salah saya? Ini yang sampai sekarang terus menghantui pikiran saya," imbuhnya.(AIS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini