Sukses

AS Menyumbang US$ 15 Juta Memerangi Terorisme

Pemerintah AS akan memberi bantuan dana sebesar US$ 15 juta kepada pemerintah Indonesia untuk memerangi terorisme di Tanah Air. Dua kelompok ormas berunjuk rasa menolak kedatangan Powell.

Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah Amerika Serikat akan memberi bantuan dana sebesar US$ 15 juta kepada pemerintah Indonesia sebagai komitmen pendukung upaya memerangi terorisme di Tanah Air. Sedianya, dana itu akan diberikan secara bertahap selama beberapa tahun. Hal tersebut ditegaskan Menteri Luar Negeri AS Collin Powell dalam keterangan pers seusai bertemu dengan Tim Ekonomi Indonesia di Departemen Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (2/8) siang. Powell mengatakan, bantuan diberikan karena pemerintah AS merasa puas dengan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia pascatragedi 11 September 2001.

Sebelumnya, Powell telah menemui Presiden Megawati Sukarnoputri di Istana Negara. Saat bertemu dengan Presiden, Powell menegaskan kembali komitmen AS untuk membantu perekonomian Indonesia dan memerangi terorisme. Pertemuan juga membahas upaya pemerintah AS mendesak Kongres supaya mencabut embargo militer serta kerja sama dengan Polri dalam memerangi terorisme. Dengan topik pembicaraan yang sama, Powell juga bertemu dengan anggota Kabinet Gotong Royong yakni Menlu Hassan Wirajuda, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono, dan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Tim Ekonomi Indonesia. Dalam pertemuan inilah, Powell menyatakan bahwa pemerintah AS akan membantu dana untuk memerangi terorisme [baca: Hassan-Powell Mengkaji Ulang Sejumlah Kesepakatan].

Kunjungan Powell ke Istana Negara sempat diwarnai sedikit ketegangan. Para wartawan kesulitan memperoleh informasi akibat penjagaan yang ketat. Selain itu, pihak keamanan AS juga mewajibkan wartawan mengambil jarak tiga meter dari Powell. Pasukan Pengamanan Presiden dan Protokoler Istana Negara, yang biasa mengatur wartawan istana, kali ini terpaksa harus mengikuti kemauan tamu negara. Pasalnya, tokoh negeri Paman Sam itu diminta sama sekali tak boleh didekati wartawan, meski hanya untuk dipotret. Pihak keamanan AS tidak ada yang mau memberikan komentar atas permintaan mereka dalam pengamanan khusus tersebut. Sementara Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Pers Istana Garibaldi menyatakan, permintaan keamanan Menlu Powell itu dituruti untuk kepentingan kerapian.

Sementara itu, puluhan orang dari Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan Komite Perempuan Anti-militerisme (KPAM) berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar AS di Jakpus. Kelompok GPI tiba lebih dulu di depan Kedubes AS sekitar pukul 14.10 WIB. Namun setiba di depan kedubes, para pengunjuk rasa yang berjumlah sekitar 40 orang itu langsung ditahan polisi yang telah berjaga-jaga dari pagi. Alhasil, massa GPI hanya dapat berorasi di jalan depan kedubes. Mereka menolak kedatangan Powell karena AS dinilai telah memprovokatori pemerintah Indonesia untuk menangkap sejumlah tokoh Islam, seperti Ja`far Umar Thalib.

Selang 10 menit kemudian, kelompok dari KPAM tiba di depan kedubes. Namun, kedua kelompok itu tidak dapat bergabung karena dihalangi aparat keamanan. Walaupun sama-sama menolak kedatangan Powell, namun kelompok ini menyebutkan alasan yang berbeda. Menurut organisasi massa yang dimotori aktivis Yenni Rossa Damayanti ini, kedatangan Menlu AS hanya akan memperkuat militerisme di Indonesia. Padahal, militerisme telah banyak menelan korban terutama bagi kaum perempuan. Akibat aksi ini, sejumlah warga yang akan berurusan di Kedubes AS terpaksa tertahan di luar pagar karena pintu masuk ditutup.(DEN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.