Sukses

PPATK Dinilai Tak Bisa Diandalkan Berantas Korupsi

Selama ini data-data yang dimiliki dan diungkapkan oleh PPATK bukanlah data prioritas utama dalam memberantas korupsi. Harus bekerja sama dengan lembaga lain, seperti KPK.

Liputan6.com, Jakarta: Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA Ucok Sky Khadafi menjelaskan bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak bisa diandalkan untuk memberantas korupsi, meski PPATK menguak berbagai transaksi keuangan mencurigakan. Termasuk menemukan adanya 2.000 transaksi mencurigakan milik anggota DPR yang mayoritas dilakukan oleh anggota Badan Anggaran (Banggar).

"PPATK tidak bisa diharapkan untuk memberantas korupsi. 2000 transaksi mencurigakan ini masih sedikit. PPATK harus ubah polanya untuk menjalankan fungsinya," kata Ucok saat mengisi diskusi dengan tema 'Pertaruhan Citra DPR di balik Temuan PPATK' di Sekretariat PB PMII, Salemba, Jakarta, Ahad (26/2).

"Karena selama ini PPATK hanya melihat anggota DPR dan pejabatnya saja. Parpolnya tidak dan staf ahlinya tidak. Parpol itu lebih gampang untuk ditelusuri berapa anggota DPR yang menyumbang ke Parpol. Ini bukti PPATK tidak serius," tambahnya.

Lebih lanjut Ucok menjelaskan bahwa selama ini data-data yang dimiliki dan diungkapkan oleh PPATK bukanlah data prioritas utama dalam memberantas korupsi. Menurutnya, data-data tersebut hanya sebatas statistik untuk melihat tren skala transaksi mencurigakan setiap tahunnya.

"Data-data PPATK bukan data prioritas utama untuk memberantas korupsi. Data-data PPATK itu hanya sebatas data statistik saja. Untuk melihat skala seberapa banyak kasus-kasus transaksi mencurigakan pertahunnya. Jadi data-data PPATK hanya menjadi data mainan bukan untuk memberantas korupsi," terangnya.

Oleh karena itu, dirinya berharap agar PPATK dapat didorong untuk bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus-kasus terkait transaksi mencurigakan tersebut. "Ke depannya PPATK harus didorong untuk bekerja sama dengan KPK untuk mengungkap kasus-kasus terkait banyaknya transaksi mencurigakan," tandasnya.(ULF)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini