Sukses

Sengketa Lahan Juga Terjadi di Halmahera Tengah

Sengketa lahan antara masyarakat setempat dan perusahaan tambang asing juga terjadi di Halmahera Tengah, Maluku Utara. Warga kini memblokade jalan dan mengusir alat berat milik PT Weda Bay Nickel.

Liputan6.com, Jakarta: Kasus dugaan perampasan lahan rakyat oleh tambang asing masih terus menjadi realita yang dihadapi penduduk negeri ini. Setelah Mesuji, Bima, Jambi, dan kasus di Kalimantan, kini penguasaan lahan oleh tambang asing kembali terjadi di Halmahera Tengah, Maluku Utara.

Kuasa hukum masyarkat Desa Lelilef Sawai dan Desa Gemaf, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, Sarmanto Tambunan menjelaskan tanah masyarakat yang dibela kini telah bersengketa dengan PT Weda Bay Nickel. Nantinya tanah masyarakat tersebut akan dijadikan lahan tambang Nikel oleh perusahaan asing itu.

"Persoalan utamanya adalah masyarakat Desa Gemaf dan 66 kepala keluarga (KK) Desa Lelilef Sawai, sampai saat ini belum mendapat hak ganti rugi, tetapi lahannya telah dirampas," tutur Sarmanto dalam siaran persnya, Rabu (25/1).

Sarmanto menjelaskan, kini permasalahan tersebut telah ditangani Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Menurut dia, Komnas HAM juga telah menyelidiki serta menginvestigasi ke lapangan terkait sengketa lahan tersebut.

Tak hanya itu, Komnas HAM juga telah mengeluarkan rekomendasi (terlampir) kepada Presiden Direktur PT Weda Bay Nickel dengan Nomor Surat 2.084/K/PMT/VIII/2011 tertanggal 18 Agustus 2011, serta No. 053/K/PMT/I/2012 tanggal 13 Januari 2012.

"Rekomendasi Komnas HAM itu meminta PT Weda Bay Nickel untuk dapat melakukan negosiasi pergantian rugi kepada masyarakat, juga meminta agar perusahaan tidak melakukan intimidasi dengan menggunakan suprastruktur dan infrastruktur negara berupa aparat kepolisian, pemerintah daerah, dan lain-lain," tutur Sarmanto.

"Selain itu poin terpenting adalah merekomendasikan agar perusahaan menghentikan segala upaya penguasaan secara langsung maupun tidak langsung lahan-lahan warga yang belum disepakati perolehan haknya dan belum mendapat pembayaran ganti rugi ke pemilik lahan," tambahnya.

Namun demikian, menurut Sarmanto hingga kini rekomendasi Komnas HAM tersebut diabaikan PT Weda Bay Nickel dengan tetap merampas lahan-lahan masyarakat dan merusak seluruh tanaman milik warga yang menjadi mata pencaharian masyarakat. Oleh karena itu, ia menjelaskan, pada Senin silam masyarakat memblokade jalan dan mengusir alat-alat berat ekskavator milik perusahaan yang berada di atas tanah warga.

Hingga kini masyarakat juga masih bertahan di atas lahan-lahan milik warga dengan cara membuat blokade-blokade dan membuat palang-palang pemilik lahan dan poster-poster seruan aksi yang meminta Presiden Direktur (Presdir) PT Weda Bay Nickel Mr. Allan Groud bertanggung jawab atas perampasan lahan yang dilakukan oleh perusahaannya dan meminta segera menjalankan rekomendasi Komnas HAM.

"Dengan ini kami berharap bahwa baik pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum dapat memfasilitasi kami untuk bernegoisasi dengan pihak perusahaan dan memastikan hak-hak warga dipenuhi, bukan malah kami atau warga yang diintimidasi," ucap Sarmanto.(BJK/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini