Sukses

Semua Berawal dari Video...

Kasus Mesuji terkuak setelah kedatangan rombongan Lembaga Adat Megoupak ke Komisi Hukum DPR, 14 Desember silam. Siapa yang menyangka kehadiran mereka membawa sebuah kasus yang menjadi isu nasional dan membuat pemerintah layaknya kebakaran jenggot.

Liputan6.com, Jakarta: Kasus Mesuji terkuak setelah kedatangan rombongan Lembaga Adat Megoupak ke Komisi Hukum DPR, 14 Desember silam. Siapa yang menyangka kehadiran mereka membawa sebuah kasus yang menjadi isu nasional dan membuat pemerintah layaknya kebakaran jenggot.

Ketika itu beberapa tokoh seperti mantan Asisten Teritorial Kepala Staf TNI Angkatan Darat Mayor Jenderal (Purn) Saurip Kadi dan artis lawas Pong Harjatmo ikut mendampingi korban. Saurip mengaku kehadirannya sebagai perwakilan dari keluarga. Kedatangan mereka ini membuat heboh dengan mengadukan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan anggota kepolisian terkait kasus sengketa tanah dengan perusahaan karet sekaligus perusahaan kelapa sawit, PT Silva Inhutani Lampung. Tak tanggung-tanggung, pembantaian ini disebut-sebut dilakukan terhadap 30 petani di Mesuji, Lampung, sejak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Mereka juga membawa barang bukti yang cukup mengagetkan, yakni video kekerasan yang dilakukan pam swakarsa, serta pembantaian yang dilakukan dengan keji. Sebanyak dua video merekam proses pemenggalan dua kepala pria. Sementara, seorang pria yang bersenjata api laras panjang dengan penutup kepala terlihat memegang kepala yang terpenggal. Menurut Saudi, perusahaan perkebunan sawitlah yang mengusir penduduk dengan membentuk pam swakarsa.

Warga memang "memendam" kasus ini selama berbulan-bulan karena alasan takut. Bagaimana tidak? Orang yang mengungkap kasus tersebut di daerah justru dipenjarakan polisi. Untuk itulah mereka mengadu ke Komisi III DPR agar mengusut kasus di Mesuji. Selain itu, mereka meminta agar orang yang mengadukan kasus pelanggaran HAM ini bisa dilindungi.

Pengaduan korban ke DPR kembali menyiratkan dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam pembantaian. Polri pun berjanji akan menyelidiki dugaan pembantaian tersebut dan mengusut asal muasal serta kebenaran video yang ditunjukkan di Komisi III DPR. Mereka juga akan mengirim tim ke Mesuji.

Setelah dipelajari, Kepala Polri Jenderal Pol Timur Pradopo mengatakan bahwa dalam kasus Mesuji ada dua kejadian di tempat yang berbeda, yang sama-sama bernama Mesuji. "Setelah lihat tayangan tadi, ada dua kejadian. Pertama di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatra Selatan, April 2011. Kemudian yang di Lampung, Kabupaten Mesuji 11 November 2011," tutur Kapolri dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu pekan ketiga Desember lalu.

Untuk kejadian di Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumsel, permasalahannya sengketa lahan tanaman sawit. Kasusnya melibatkan PT Sumber Wangi Alam (SWA) dengan warga di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Sumsel. Peristiwa itu terjadi 21 April 2011 dan menewaskan tujuh orang.

Dua dari warga dan lima dari karyawan PT SWA. Dalam proses hukumnya, enam orang dijadikan tersangka. Tewasnya dua warga tersebut memicu kemarahan warga Desa Sungai Sodong. Warga datang ke lokasi menggunakan empat truk, mobil bak terbuka, dan sepeda motor. Melihat kondisi ini, para karyawan PT SWA berusaha meninggalkan kamp. Namun beberapa pegawai telat untuk melarikan diri.

Sementara di Kabupaten Mesuji, Lampung, adalah masalah sengketa lahan dan ada masyarakat yang disandera oleh masyarakat juga. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri Komisaris Besar Polisi Boy Rafly Amar menjelaskan, di Kabupaten Mesuji, Lampung itu terjadi pada 11 November 2010. "Jadi peristiwa yang di Lampung di lahan PT Silva itu, terkait masalah sengketa perbedaan pemahaman dari warga dengan perusahaan terkait perizinan," ungkap Boy.

"Jadi yang di Lampung, setelah dilakukan penyelidikan ternyata warga tak punya izin tinggal. Jadi dilakukan penertiban. Sekitar tahun 2010 awal, sudah dilakukan langkah-langkah mediasi dengan Pemda Lampung dan ada upaya-upaya penyelesaian permasalahan," kata Boy Rafli Amar.

"Tapi pada akhirnya setelah beberapa kali rapat, dilakukan penertiban. Itu dilakukan November 2010. Jadi pada saat itu tim terpadu dari tim perlindungan hutan Lampung, yang di situ ada kepolisian, melakukan langkah-langkah penertiban. Yang menempati lahan-lahan perkebunan yang tidak punya izin," ungkap Boy.

Terkait kasus ini, Boy mengatakan tidak benar apabila pelaku pembunuhan adalah dari personel kepolisian. Sebaliknya, apabila polisi tidak diturunkan di lokasi kejadian, peristiwa yang lebih buruk lagi dapat timbul. Untuk itu, polisi akan mengecek kebenaran isi video tersebut.

Kasus antara PT Silva Inhutani dengan warga di register 45 di Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung, terjadi sejak 2009. PT Silva mendapatkan penambahan lahan Hak Guna Usaha (HGU). Penambahan HGU itu melebar hingga ke wilayah pemukiman warga sekitar. HGU ini menjadi sumber konflik karena warga yang sudah tinggal bertahun-tahun di wilayah permukiman diusir. Rumah-rumah warga dirobohkan.

Kasus ini akhirnya sampai ke telinga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan memerintahkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) dan Kapolri untuk mengusutnya. Bahkan pemerintah membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang diketuai Wakil Menteri Hukum dah HAM Denny Indrayana. Tim ini mempunyai target waktu 30 hari untuk menyelesaikan tugasnya. Namun kerja tim bisa diperpanjang.

Tim tersebut terdiri dari sembilan orang yang berasal dari berbagai unsur yakni Komisi Nasional HAM, kepolisian, Kantor Menko Polhukam, Pemerintah Provinsi Lampung dan Sumsel dan unsur perguruan tinggi. Anggota tim tersebut antara lain Ifdhal Kasim, Indriaswati Dyah Saptaningrum, Mas Ahmad Santosa, serta Ihsan Malik.

Meski menimbulkan polemik, lembaga formal negara langsung turun tangan untuk merespons persoalan di Mesuji. Mulai Komisi Hukum DPR RI, pemerintah, Komnas HAM. Mereka mengirimkan tim khususnya ke lapangan untuk melakukan investigasi.

Menko Polhukam Djoko Suyanto telah menyatakan bahwa penanganan kasus Mesuji akan dibagi dalam tiga langkah. Langkah pertama, dilakukan penelaahan dan pemisahan antara peristiwa yang terjadi di Mesuji Lampung dan Mesuji Sumatera Selatan, termasuk masing-masing bagaimana kejadiannya, latar belakang permasalahan dan korban serta pelakunya. Langkah yang kedua adalah proses hukum atas masing-masing kasus sesuai dengan kondisi yang ada. Sedangkan langkah ketiga adalah bagaimana penanganannya ke depan.

Tim Gabungan Pencari Fakta Mesuji bentukan pemerintah mengumpulkan sejumlah keterangan untuk mencapai kesimpulan. Awalnya, tim berencana langsung mengunjungi seorang korban bernama Muslim di Rumah Sakit Imanuel Bandar Lampung. Namun, karena kondisi Muslim belum memungkinkan untuk dimintai keterangan, TGPF akhirnya hanya bisa meminta keterangan medis dari tim dokter. Mereka juga bakal mengunjungi semua desa yang terlibat kasus Mesuji, baik di Lampung maupun di Sumsel.

Sebelumnya, Tim Mesuji Komisi III DPR juga bertolak ke Lampung dan Sumatra Selatan dan menemukan fakta telah terjadi pemenggalan kepala di Desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumsel. Soal pemenggalan kepala itu telah diakui pihak perusahaan dan Camat di Mesuji. Kasus tersebut sedang dalam proses hukum.

Bahkan, Komisi III DPR berencana membentuk panitia kerja (panja) untuk mengusut penyimpangan di sektor pertanahan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Panja itu akan dibentuk menyusul kasus di Mesuji. Usulan pembentukan panja akan dibahas dalam rapat pleno di Komisi II pada 8 Januari 2012. Usulan itu muncul setelah tim dari Komisi III melakukan kunjungan ke Lampung.

Sejumlah pihak mengatakan, persoalan kekerasan yang terjadi selama berpuluh-puluh tahun di Mesuji berakar dari persoalan agraria yang berlarut-larut dan tidak terselesaikan. Dan menjadi semakin rumit setelah Menteri Kehutanan memberikan izin perluasan lahan kepada PT Silva Inhutani untuk mengelola lahan dari 33 ribu hektare menjadi 42 ribu hektare pada 1996.

Namun lagi-lagi, tak ada pihak yang mau disalahkan. Dalam kasus ini, Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan mengatakan mengenai Hak Guna Usaha (HGU) yang melebar ke permukiman warga itu adalah wewenang pemerintah provinsi dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Kasus ini terus bergulir. Bahkan video Mesuji yang pernah diputar di DPR menjadi kontroversi. CBN News menyebutkan, dalam video tersebut ada penggalan adegan yang diambil dari daerah Thailand bagian selatan. Penggalan adegan yang dimaksud terkait pemenggalan kepala yang justru terjadi di Pattani, Thailand selatan. Meski demikian, Polri belum dapat memastikan rencana pemeriksaan terhadap orang-orang yang mengetahui rekaman video termasuk pembuat video tersebut.

Sementara, Ketua TGPF Denny Indrayana memilih untuk tidak memberikan kesimpulan terlalu cepat tentang kecurigaan video itu. Ia mengatakan akan meminta pendapat ahli telematika.

Beberapa bagian dalam rekaman video menunjukkan bagaimana sengketa tanah di wilayah Mesuji antara warga desa dan pihak perusahaan perkebunan berujung pembunuhan sadis. Perihal video sadis itu anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum Didi Irawadi menyesalkan hal itu.

Terlepas dari polemik kebenaran video itu, banyak saksi di lapangan yang mengungkapkan adanya pembunuhan sadis di wilayah Mesuji. Sementara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai, persoalan merupakan kelemahan pemerintah mengatasi sengketa tanah.

"Kejadian yang ada saat ini justru menunjukkan bagaimana pemerintah lalai, pemerintah absen terhadap kepentingan warga," tutur Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Furqan.

Laporan Lembaga Adat Megoupak ke Komisi III DPR terkait konflik register 45 Mesuji tak hanya membuat pemerintah pusat bak kebakaran jenggot, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP juga ikut-ikutan gerah. Bahkan, ia menyebut pelapor tersebut sebuah kelompok teroris yang membuat kondisi Lampung seolah tidak aman.

Orang nomor satu di Lampung ini khawatir hal tersebut berdampak terhadap mundurnya investor dari negara-negara asing yang akan berinvestasi. Pasalnya, mereka menganggap kondisi Lampung saat ini rawan rusuh. Karena itu, Sjachroedin meminta kepada pemerintah untuk segera mengusut tuntas kasus ini, khususnya pembuat video pembantaian petani di Mesuji.

Benar tidaknya isi video tersebut, lebih dari seribu orang pengungsi Mesuji tak peduli. Yang jelas hidup mereka kini berubah, karena berbulan-bulan hidup di tenda sederhana. Kediaman mereka hancur oleh sapuan buldoser, meninggalkan puing-puing kenangan dan ratap tangis.(MEL/dari berbagai sumber)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini