Sukses

Wisata Sejarah di Kota Tenggarong

Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur bisa dijadikan destinasi untuk berwisata, khususnya saat Ramadan kali ini. Pasalnya, banyak peninggalan bernuansa Islam di tempat ini, khususnya di Kota Tenggarong.

Liputan6.com, Tenggarong: Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur bisa dijadikan destinasi untuk berwisata, khususnya saat Ramadan kali ini. Pasalnya, banyak peninggalan bernuansa Islam di tempat ini, terutama peninggalan dari Kesultanan Kutai Kartanegara di Kota Tenggarong. Belum lama ini, reporter SCTV Ellyza Hasan berkesempatan menyambangi kabupaten ini.

Tempat pertama yang dikunjungi adalah Masjid Jami' Adji Amir Hasanoeddin yang berdiri kokoh di Kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kutai Kartanegara. Masjid ini dibangun pada 1874 oleh Raja Sultan Sulaiman. Masjid ini awalnya berupa musala kecil dan dibangun menjadi masjid berukuran besar pada 1930 ketika Kerajaan Kutai diperintah Sultan Adji Mohammad Parikesit (1920-1959).

Pembangunan tahap pertama dilaksanakan saat kerajaan diperintah Sultan Sulaiman. Dan tahap kedua dilaksanakan oleh cucunya yaitu Sultan Adji Muhammad Parikesit dan diprakarsai oleh seorang menteri kerajaan yang bernama Adji Amir Hasanoeddin dengan gelar Haji Adji Pangeran Sosronegoro. Nama menteri inilah yang kemudian diabadikan menjadi nama masjid ini.

Koleksi yang terdapat di dalamnya adalah menara masjid, tiang guru, mimbar masjid, dan sudut mihrab masjid. Bangunan masjid dirancang permanen bercorak rumah adat Kalimantan Timur. Atapnya tumpang tiga dengan puncaknya berupa bentuk limas segi lima. Pada setiap tingkatan ditandai ventilasi yang jumlahnya bervariasi, tergantung pada besar kecilnya bangunan.

Masjid ini memiliki peran besar bagi masyarakat Tenggarong dan sekitarnya karena mengandung nilai historis yang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh umat Islam. Bahkan, masjid ini sudah ditetapkan sebagai salah satu masjid yang bersejarah di Indonesia.

Tidak jauh dari masjid, ada Museum Mulawarman yang juga jadi objek bersejarah di Kota Tenggarong. Museum yang sebelumnya adalah bangunan Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara ini didirikan pada 1932 oleh Pemerintah Belanda yang menyerahkan Keraton kepada Sultan Adji Muhammad Parikesit pada 1935.

Bahan bangunannya didominasi oleh beton, mulai dari ruang bawah tanah, lantai, dinding, penyekat hingga atap. Di halaman depan museum terdapat duplikat Patung Lembuswana yang merupakan lambang Kerajaan Kutai Kartanegara. Arsitektur dari museum ini mengadopsi dari arsitektur tradisional Suku Dayak yang ada di Kutai.

Di dalam Museum Mulawarman tersimpan benda-benda sejarah yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti singgasana, tempat peraduan, pakaian kebesaran, tombak, keris, meriam, kalung dan Prasasti Yupa serta koleksi keramik Cina.

Museum Mulawarman terdiri dari dua lantai. Di lantai bawah terdapat koleksi keramik Cina. Sedangkan lantai satu berisi koleksi peninggalan bercorak kesenian. Di belakang museum, pengunjung bisa berbelanja cinderamata khas budaya Dayak, batu perhiasan, maupun cendera mata lainnya. "Bahkan, di museum ini ada juga peninggalan Kerajaan Mulawarman dari abad keempat Masehi," jelas Ellyza.

Perjalanan di Kota Tenggarong agaknya belum lengkap jika belum berkunjung ke Pulau Kumala. Kawasan Pulau Kumala yang terletak di tengah Sungai Mahakam merupakan daerah delta yang memanjang di sebelah barat Kota Tenggarong dengan luas 76 hektare merupakan perpaduan antara teknologi modern dan budaya tradisional.

Pulau ini dulunya adalah lahan tidur dan semak belukar. Sejak tahun 2000 Pulau Kumala dibangun menjadi kawasan wisata. Pembangunan Taman Wisata Pulau Kumala dilakukan secara bertahap. Saat ini, sebagian area sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti sky tower setinggi 100 meter untuk menikmati keindahan dari udara, kereta api mini, area permainan, dan kereta gantung yang menghubungkan dengan daratan. "Berada di sky tower serasa naik piring terbang," ujar Ellyza.

Pulau ini dibangun menyerupai Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta dengan menampilkan kebudayaan Kalimantan berupa perpaduan antara Suku Kutai, Dayak, dan Jawa. Hal ini dapat dilihat dengan adanya Lamin serta bangunan candi yang disebut Pura Pasak Pulau sebagai salah satu tempat ibadah penganut Hindu, serta patung besar Lembu Swana di bagian ujung pulau yang menghadap ke arah Jembatan Kutai Kartanegara yang megah. "Pulau ini juga unik, kalau air sungai meluap, ujung pulaunya bisa timbul tenggelam," pungkas Ellyza.



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini