Sukses

Bangkitlah Negeri Pancasila

Saat ini tak banyak lagi yang paham dengan Pancasila, bahkan sekadar mengingat sila-sila dari dasar negara itu pun sudah banyak yang lupa.

Liputan6.com, Jakarta: Tanggal 17 Agustus telah menjadi tonggak sejarah bangsa Indonesia. Tetapi, sebelum itu, tepatnya Juni 1945, para pendiri bangsa Indonesia  yang saat itu tergabung dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) telah meletakkan dasar negara Indonesia.

Dalam rapat BPUPKI ketika itu, Muhammad Yamin dan Bung Karno mengusulkan kerangka dasar negara. Yang paling mengemuka adalah usulan Bung Karno pada 1 Juni 1945 tentang lima hal, yaitu Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme-Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Usulan-usulan itu dituangkan dalam Mukadimah UUD 1945 sebagai organ penting terbentuknya negara Republik Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno kerap mempopulerkan Pancasila. Bukan hanya di Indonesia, dalam kunjungan ke Amerika Serikat pun Bung Karno dengan bangga menyatakan Pancasila sebagai prinsip dasar bangsa Indonesia [baca: Megawati: Pancasila Hasil Pemikiran Bung Karno].

Sayang, saat ini tak banyak lagi yang paham dengan Pancasila, bahkan sekadar mengingat sila-sila dari dasar negara itu pun sudah banyak yang lupa. Tidak mahasiswa, pelajar, pegawai, bahkan anggota DPR pun bisa lupa. Lihat saja Wakil Ketua DPR Pramono Anung yang lupa menyebutkan dua pasal Pancasila di hadapan wartawan, Rabu (1/6) [baca: Pramono Anung Lupa dengan Sila Pancasila].

Khawatir akan pudarnya pengenalan terhadap Pancasila, Badan Pusat Statistik mengadakan survei yang hasilnya menyatakan masih banyak orang yang merindukan Pancasila. "Sekitar 80 persen, pokoknya tanggapannya positif," kata Kepala BPS Rusman Heriawan.

Sayang, kerinduan itu tak berbalas. Pancasila tetap saja hanya menjadi wacana dan bahan kajian, sementara pada tataran aplikasi sangat jauh. Kendati demikian, semuanya bisa sepakat jika dikatakan bahwa Pancasila itu penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai dasar negara, tentulah Pancasila punya posisi sangat strategis.

Seperti diungkapkan pengamat politik J Kristiadi. Bahwa Pancasila itu penting tak usah dibantah, tapi bukan untuk dipidatokan melainkan dilaksanakan. Menurutnya, selama ini Pancasila cuma dipidatokan dan dijadikan alat indoktrinasi. "Rakyat tak cukup hanya dipidatokan, tapi bagaimana para pemimpin melaksanakan Pancasila dengan benar," tegas Kristiadi dalam tayangan dialog Barometer SCTV, Rabu (1/6) malam.

Hal ini diamini pengamat sosial Imam Prasodjo yang menyatakan banyak sekali sikap dan prinsip hidup kita yang menyalahi nilai-nilai dalam Pancasila. "Banyak sekali tingkah laku, sikap, dan prinsip kita yang jauh dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan," ujarnya dalam tayangan yang sama.

Lantas, bagaimana harusnya Pancasila dimaknai? Apakah cukup dengan menghapalnya? Kalau memang harus melaksanakannya, bagaimana caranya? Bahasan ini mengemuka dalam tayangan Barometer SCTV edisi pekan ini. Simak selengkapnya dialog para tokoh yang bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila dalam tayangan video dialog ini. Selamat menyaksikan.
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.