Sukses

Pemilihan Wakil Gubernur Yogyakarta Ditunda

DPRD Yogyakarta menunda proses pemilihan wakil gubernur karena konflik internal di Istana Pakualaman. Tuntutan demokrasi yang makin deras membuka kemungkinan calon-calon di luar lingkungan Pakualaman.

Liputan6.com, Yogyakarta: Proses pemilihan wakil gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta periode 1999-2004 akhirnya ditunda DPRD setempat, baru-baru ini. Pasalnya, sebuah konflik internal keluarga istana atau Puro Pakualaman muncul, berkaitan dengan dua calon yang diajukan kerabat keraton itu. Calon pertama adalah Gusti Bendoro Pangeran Haryo Probokusumo didukung keluarga KRAy Retnaningrum, istri kedua Sri Pakualam VIII. Sedangkan calon kedua, Sri Pakualam IX Kanjeng Pangeran Haryo Ambarkusumo didukung keluarga istri pertama Sri Pakualam VIII, KRAy Purnamaningrum. Meski masih satu kerabat, kedua kubu ahli waris Sri Pakualam VIII bersikeras memuluskan calonnya. Mereka terus melobi pimpinan dan anggota DPRD. Lantaran itulah pimpinan Dewan akhirnya menunda proses pemilihan wagub hingga 2004. Dalam kurun waktu itu, DPRD sepakat tetap mengosongkan jabatan orang kedua di provinsi yang dikenal sebagai Kota Pelajar.

Sebaliknya, Ketua Panitia Khusus Pemilihan wagub Marhaban Fakkih membantah penundaan itu. Sebab menurut dia, hingga saat ini pansus tetap melaksanakan tugas menyusun tata tertib pemilihan. Proses pemilihan yang dijadwalkan selesai Mei silam, tertunda karena belum tercapai kesepakatan pada sejumlah kalangan. Mereka -kalangan itu- menurut Fakkih, meminta jabatan wagub harus diserahkan pada Sri Pakualam IX. Sementara yang lain, memperbolehkan calon lain di luar lingkungan Pakualaman masuk sebagai kandidat. Hal itu dilakukan sebagai upaya mengikuti tuntutan zaman demokrasi.

Sebenarnya, peraturan soal itu sudah tercantum sejak lama. Menurut Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta tahun 1949, duet kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono dan Sri Pakualam dalam kepemimpinan di tingkat provinsi, harus tetap dipertahankan sampai kapan pun. Alasannya, secara historis dan kultural, Dwi Tunggal -yang terdiri dari unsur Karaton Ngayogyakarta dan Pakualaman- adalah pasangan paling berhak menduduki jabatan gubernur dan wagub DIY. Keistimewaan itulah yang membedakan Provinsi DIY dibanding provinsi lainnya di Indonesia.

Lantas sejak diakui sebagai provinsi pada 19 Agustus 1945, pemerintah pusat secara otomatis mengangkat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII, sebagai gubernur dan wagub. Namun UU itu bertentangan dengan UU No 22/1999 tentang Otonomi Daerah tentang mekanisme pemilihan wagub yang harus melalui DPRD.

Hingga Sri Sultan HB IX wafat tahun 1988, Pakualam VIII tetap menjabat sebagai wagub. Untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, Pakualam VIII kemudian diangkat menjadi pejabat gubernur pada 19 Desember 1988, hingga wafat 11 September 1998. Sejak itulah jabatan wagub lowong, hingga sekarang.(COK/Wiwik Susilo dan Mardiyanto)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.