Sukses

Satu Dekade Kreativitas Jember

Jember Fashion Carnival sudah berjalan satu dekade. Pesta mode ini memancing perhatian tak hanya warga setempat, wisatawan domestik dan luar negeri pun bersemangat menyaksikan.

Liputan6.com, Jember: Jember, Kota Tembakau, Kota Para Santri. Identitas itu lama melekat di tubuh kota kecil yang terletak di timur Pulau Jawa ini.

Kota yang berada di areal tapal kuda tak pernah terbayangkan akan masuk dalam kamus mode nusantara bahkan dunia. Tapi roda zaman selalu melahirkan keajaiban-keajaiban. Cap sebagai penghasil tembakau pada Jember perlahan memudar. Predikat kota santri karena nyaris di setiap kecamatan tumbuh pondok-pondok pesantren kini juga bergeser.

Satu dekade setelah Fashion Carnival berjalan, Jember seakan mengibarkan bendera wajah baru. Dari sebuah kota yang dipandang sebelah mata kaum urban, Jember menjelma menjadi kota kreatif. Kotanya ide-ide aneh para muda.

Awal pekan akhir Juli ini adalah hari istimewa bagi sebagian besar masyarakat Jember. Perhelatan besar yang melibatkan ratusan remaja bakal digelar. Jember fashion kali ini menjadi karnaval periode ke sepuluh setelah pertama kali digelar pada 2003.

Nyaris di setiap sudut kota kesibukan mulai tampak menyambut pagelaran yang selalu meriah setiap tahun. Di sinilah jiwa dan tangan kreatif kaum muda diuji. Bakal ada sekitar 700 peserta yang sedianya tampil di runway karnaval sejauh 3,6 kilometer mengusung tema "Eyes on Triumph"

Pada mulanya adalah kegelisahan Dynand Fariz, sosok penting dibalik wajah baru Jember. Sebelum Jember Karnaval sukses, anak Desa Garahan ini pernah tertekan begitu hebat lantaran tumbuh di kota yang selalu dianggap ndeso.

Kecintaan pada Jember memacu dirinya untuk berbuat sesuatu. Maka pada 1998 Fariz mendirikan rumah mode. Tekadnya cuma satu mengenalkan dunia fashion kepada masyarakat luas Jember. "Ini sebuah proses, perjalanan panjang. Yang aku inginkan terus berkarya dan selalu memberikan inspirasi banyak orang, itu penting banget," katanya, belum lama berselang.
 
Upaya Dynand tak sia-sia. Karyanya mulai dilirik. Lewat perjuangan panjang, pada 2003 lahirlah Jember Fashion Carnival. Namun pro-kontra meruyak. Banyak kalangan mendukung ide liar Fariz meski tak sedikit yang menghujat. Tapi dari sinilah semua bermula. Jember berganti wajah. Kota yang dianggap tertinggal itu menjadi sorotan dunia lewat ajang akbar dunia mode.

Kini tanpa diminta remaja di Jember begitu bergairah untuk turut serta. Seorang di antaranya adalah Bella. Sejak kelas lima sekolah dasar Bella sudah terlibat.

Dan untuk periode satu dekade ini, ia tak ingin melepas kesempatan. Bela yang kini duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas akan tampil dengan rancangan Royal Kingdom. Meski untuk itu ia rela menghabiskan uang hampir dua juta rupiah dari kocek sendiri.

Begitu juga Vandy. Pemilik salon ini selalu antusias untuk terlibat di karnaval. Vandy harus mengeluarkan kocek lebih dari Rp 15 juta untuk membuat rancangan kostum berornamen Bali. "Saya sempat survey ke sana (Bali)," kata Vandy.

Bella dan Vandy hanyalah dua di antara ratusan anak Jember asli yang ingin berbuat sesuatu untuk kota mereka. Sebab mereka percaya, kreativitas tak pernah mengenal tempat. Di mana pun dan kapan pun dunia ide adalah dunia gagasan yang tak mengenal batas.

Malam jatuh di Jember. Waktu pelaksanaan tinggal esok hari. Persiapan harus matang dan latihan hingga larut menjadi sesuatu yang tak terhindarkan.

Ketika kaum muda larut dalam kreasi. Tanpa bayaran sepeser pun bahkan harus merogoh uang sendiri, rasa lelah malam ini tak membuat mereka harus menyerah.

Dan ketika hari yang ditunggu tiba Vandy bergegas ke pusat kota. Ia akan tampil habis-habisan. Empat kali sudah Vandy berpartisipasi. Garuda Wisnu Kencana menjadi tema pilihannya sekarang.

Bukan sekadar menghibur masyarakat Jember, Vandy juga ingin dunia tahu ada kreatifitas dari Jember, tanah kelahirannya yang harus dihargai.

Kini nyaris seluruh masyarakat Jember tumpah ruah. Bahkan tak cuma warga setempat, wisatawan domestik dan luar negeri pun bersemangat menyaksikan.

Sepuluh tema rancangan kostum terbaik sejak 2003 tampil. Royal Kingdom, Punk, India, Athena, Tsunami, Bali, Borneo, Roots, Animal Plant, dan Butterfly. Sepuluh kali sudah karnaval ini berjalan. Sepuluh kali sudah pesta mode ini memancing perhatian.

Ada pesan yang jelas dari semua ini. Sebuah pernyataan tentang geliat identitas kota. Dari sebuah kota kecil yang diabaikan menjelma menjadi kota yang mengusik kepongahan panggung mode dunia.(IAN)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini