Sukses

Setelah Petarukan, Mana Lagi?

Apakah betul masinis selalu menjadi pihak yang harus bertanggungjawab atas kecelakaan kereta? Mengapa kecelakaan kereta di Tanah Air seakan tak berakhir?

Liputan6.com, Jakarta: Tabrakan maut antara Kereta Api Argo Bromo Anggrek dengan KA Senja Utama terjadi tak jauh dari Stasiun Petarukan, Pemalang, Jawa Tengah. KA Senja Utama yang membawa lebih dari 600 penumpang di sembilan gerbongnya ditabrak dari belakang oleh KA Argo Bromo sekitar pukul 03.00 WIB, pekan silam.

Saksi, yang kebanyakan adalah penumpang kereta yang selamat, menuturkan bahwa kejadian begitu cepat dan tak terantisipasi karena hari yang sudah larut. Proses evakuasi sendiri berjalan agak lambat karena kesulitan secara teknis mengevakuasi korban tewas maupun selamat dari reruntuhan.

Banyaknya warga sekitar yang menonton kejadian juga mempersulit upaya petugas. Lebih jauh, proses pemindahan kereta dan evakuasi bangkai sempat membuat arus
lalu lintas KA terhambat. Saat itu, merupakan hari yang sangat kelabu bagi perkereta apian Indonesia. 

Kepolisan Resort Pemalang pun segera mengumpulkan keterangan dan saksi-saksi atas kejadian kecelakaan KA terburuk sepanjang tahun ini. Dari hasil penyelidikan inilah kemudian polisi menetapkan tersangka.

Dan penetapan Muhammad Kholik Rusdianto sebagai tersangka membawa berita buruk bagi keluarga. Karena tak pernah terbayang sebelumnya nasib Kholik yang telah mengabdikan sebagian hidupnya diatas kereta api harus berakhir tragis [baca: Masinis KA Argo Anggrek Ditahan].

Tapi, apakah betul masinis selalu menjadi pihak yang harus bertanggungjawab atas kecelakaan kereta? Lalu apa saja sebenarnya penyebab-penyebab lain yang mungkin juga menjadi potensi timbulnya kecelakaan?

Dalam sebuah perjalanan KA, banyak faktor yang harus menjadi perhatian. Kondisi lokomotif, tanda-tanda sinyal petunjuk bagi masinis, kondisi rel, hingga kondisi si masinis sendiri misalnya. Jika salah satu dari faktor-faktor tersebut lumpuh, bukan tak mungkin celaka di perjalanan akan terjadi [baca: Masinis Bukan Pekerjaan yang Sederhana].

Risiko maut di atas rel seakan tak pernah berhenti ditanggung oleh penumpang. Tragedi di Petarukan pun semakin menambah panjang lembaran hitam dunia perkeretaapian Indonesia. Kecelakaan demi kecelakaan harus dibayar mahal dengan hilangnya banyak nyawa.

Pada April empat tahun silam, 14 penumpang meregang nyawa dan puluhan lainnya luka luka setelah KA Sembrani menabrak KA Kertajaya di Grobogan, Jateng. Lokomotif kedua kereta terguling dan terpental ke persawahan. Kecelakaan ini terjadi diduga akibat kelalaian masinis KA Kertajaya yang mendahului sinyal perintah untuk jalan.

Masih segar pula dalam ingatan ketika Juni lalu KA Logawa anjlok dan terguling di Madiun, Jawa Timur. Kereta yang membawa tujuh gerbong itu terbalik dan terperosok ke jurang. Akibatnya, enam nyawa melayang sementara puluhan lainnya luka-luka.

Banyaknya korban yang jatuh dalam sejumlah kecelakaan KA membuat pemerintah menggelar dengar pendapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam pertemuan itu, Departemen Perhubungan mengatakan tidak ada bekas pengereman dari KA Argo Anggrek dan sinyal elektronik berfungsi baik serta normal yang mengarah pada indikasi adanya human error.

Kendati, Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) punya pandangan lain. Mencari jalan keluar atas segala permasalahan di tubuh PT Kereta Api dan memastikan zero-mistake dalam penyelenggaraan transportasi massal itu akan mementahkan pertanyaan apakah kereta api masih layak dan aman untuk masyarakat? Tunggu hasil penyelidikan KNKT.(ASW/YUS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini