Sukses

Ngaben, Jalan Menuju Surga

Masyarakat Hindu-Bali di Desa Batur punya cara tersendiri menghantarkan ruh menuju nirwana. Ngaben massal dengan berbagai prosesinya dipercaya akan mendatangkan sukacita bagi ruh dan kelurga yang ditinggalkan.

Liputan6.com, Denpasar: Kematian. Inilah perhentian masa eksistensi manusia di dunia. Menurut tradisi umat Hindu-Bali, setelah badan terbentang kaku sebenarnya roh seseorang masih hidup. Untuk menghantarnya ke nirwana (surga) perlu upacara khas yang biasa dikenal dengan istilah ngaben.

Adalah Desa Batur, sebuah kawasan pegunungan yang terletak di ketinggian sekitar 1.500-1.700 di atas permukaan laut. Batur terkenal sebagai wilayah pertanian yang subur. Danau dan sawah memberi penghidupan bagi sekelilingnya. Filosofi hidup dan mati (pitre rene) sangat kental dalam kehidupan masyarakat Batur.

Jika dirangkai, kaitan antara kematian dengan ngaben-nya masyarakat Batur bisa menjadi cerita tersendiri. Ngaben ala Batur sama dengan ngaben massal. Ritual yang digelar dua tahun sekali. Prosesi ngaben yang mengusung simbol jenazah dari orang yang meninggal ini begitu sakral bagi pengikut ajaran Hindu-Bali di Batur.

Dibakar, DiKubur, Dibuang

Prosesi ngening mengawali ritual ngaben. Ini merupakan tahapan untuk menyucikan diri para jenazah. Dalam ajaran Hindu-Bali, sedikit atau banyak, manusia memiliki dosa. Para pamangku biasa ditunjuk memercikkan air suci ke arah jenazah. Bukan jenazah sebenarnya yang disucikan, melainkan adegan alias perlambang jasad.

Berbagai hiasan dan atribut kegemaran jenazah dikenakan di adegan. Tak ketinggalan perbekalan selama perjalanan menuju nirwana. Makanan yang dipersembahkan untuk ruh tersebut adalah sesajian. Ada pun torehan aksara di kayu cendana sebagai wujud penghormatan bagi sang arwah, dikenal dengan sebutan sawe-sawe. Nantinya, sawe-sawe dan adegan diarak menuju singasana bade, yang dipercaya sebagai tangga serta jembatan menghadap sang pencipta.

Kaki patu atau pose pasangan penjaga yang berfungsi untuk menolak bala dibawa serta sebagai hantaran dalam prosesi ngaben massal. Jika semua sudah disiapkan maka sebanyak 158 simbol jenazah (adegan) dibakar. Mereka dibariskan. Kayu cendana yang diusung keluarga besar yang masih hidup pun dipercaya akan menjadi tempat arwah menunggu giliran ke surga.

Kayu cendana atau sawe-sawe kemudian dinaikkan ke tempat tertinggi di wadah pengabenan (bade), untuk kemudian didoakan oleh keluarga dan masyarakat. Selanjutnya bade di usung ke areal pemakaman. Diiringi musik angklung semengkirang, sawe-sawe yang disucikan dipisahkan dari pesalinannya. Pesalinan dibakar dan sawe-sawe dikubur.

Prosesi selanjutnya, abunya dilarung ke laut. Sesajiam bekal bagi arwah dan dewa penguasa laut turut dilepas bersama jiwa ke lautan luas. Tujuannya agar raga menjadi panca mahabuta. Prosesi terakhir, upacara penjemputan arwah di laut tersebut sebelum akhirnya ditempatkan di pura keluarga masing-masing.

Mungkin, tak semua umat memahami tujuan dari ngaben massal masyarakat Batur. Namun inilah esensi sebuah pencapaian dan kesempurnaan ajaran Hindu-Bali untuk menghadap sang pencipta.(OMI/AYB)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini