Sukses

Jejak Mataram Kuno

Jejak kerajaan masa lampau masih menjadi misteri bagi para arkeolog. Penemuan Candi Kimpulan di UII Yogyakarta menjadi salah satu rangkaian benang merah penelusuran sejarah Mataram Kuno.

Liputan6.com, Yogyakarta: Jejak kerajaan masa lampau masih menjadi misteri bagi para arkeolog. Penemuan Candi Kimpulan di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menjadi salah satu rangkaian benang merah penelusuran sejarah Mataram Kuno. Kemegahan zaman Mataram Kuno tersirat dari dinding Candi Kimpulan. Kejayaan budaya Adiluhung di Tanah Jawa tergambar utuh.

Candi Kimpulan konon berdiri antara tahun 746 hingga 784 masehi di bawah pemerintahan era Rakai Panangkaran. Konon di sinilah dinamika Kerajaan Mataram Kuno tergurat dari Wangsa Syailendra hingga keturunan Wangsa Sanjaya. Dilihat dari relief struktur bangunan serta ukirannya, maka dapat disimpulkan Candi Kimpulan merupakan campuran antara agama Hindu serta Budha.

Penemuan Candi Kimpulan jadi pertanda baru bahwa di tiap wilayah Yogjakarta menjadi pecahan kecil teka-teki tentang Mataram Kuno. Penggalian candi di Dusun Kimpulan menghasilkan fakta baru. Para arkeolog menemukan Arca Ganesha dan Lingga Yoni di candi perwara (pendamping). Temuan ini mengejutkan karena Lingga Yoni biasanya hanya berada di candi induk.

Lingga Yoni berdiri sejajar dengan dua buah lapik (batu sesembahan), arca nandi (sapi tunggangan Wisnu), dan sebuah sumur batu. Sumur itu juga unik karena tidak lazim ditemukan dalam bangunan candi. Sebelumnya, candi yang diduga dari masa Mataram Kuno abad XI dan X ini juga dinyatakan unik karena struktur bangunannya merupakan kombinasi batu dan kayu.

Konon persebaran kehidupan masyarakat Mataram Kuno pada abad IX hingga X terpusat di wilayah Yogjakarta serta Jawa Tengah. banyak temuan candi besar Hindu seperti Candi Prambanani. Kini baru saja ditemukan situs bangunan candi di Kaliurang, Yogyakarta. Situs ini masih berdiri kokoh walau tertanam hingga kedalaman enam meter dari permukaan tanah.

Penemuan Candi Kimpulan menjadi pekerjaan rumah bagi Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta. Tim BP3 dari UII Yogyakarta membahas kemungkinan eskavasi dan perkiraan bentuk situs bangunan. Tim terdiri dari kru teknis, arkelog, geolog, dan ahli kimia. Dalam setiap eskavasi peneliti mengurai bagian-bagian yang harus digali dalam radius 20 x 20 meter.

Proses eskavasi juga menentukan titik utara dari bangunan yang dilihat melalui pesawat uji datar. Melihat wilayah kemiringan menjadi penting apabila bangunan itu bergeser atau tidak beraturan bentuknya. Titik utara menjadi penting sebagai tanda universal bagi tiap ilmuwan untuk melihat denah dan posisi secara spiritualitas. Gerbang candi diketahui menghadap ke timur.

Secara geologis terkuburnya Candi Kimpulan dari pasir menjadi perhatian geolog. Peneliti batuan dari Universitas Gadjah Mada memperhatikan sedimen pasir dan endapan di seluruh lokasi. Lokasi Candi Kimpulan ditengarai terkubur pasir dari banjir lahar dingin Gunung Merapi. Banjir lahar dingin dapat meluber hingga belasan kilometer dari titik Merapi berdiri.

Budaya hidup di daerah pegunungan membuat hampir sebagian besar candi yang ditemukan terpendam oleh aliran lahar dingin. Aliran lahar dingin membawa material batuan gunung dan pasir dengan berjuta-juta kubik. Setiap peristiwa ini dapat membenam dalam jangka waktu berabad-abad. Dan selama berabad-abad itu pulalah kebudayaan Jawa kuno ikut terkubur dan tenggelam.

Penemuan arca dan Lingga Yoni baru satu dari beberapa kesatuan lainnya. Arkeolog seperti mengkumpulkan pecahan gambar atau puzle yang terus dirangkai. Arkeolog harus mencari tiga candi perwara dan pagar situs ini. Dibutuhkan waktu untuk merangkai menjadi candi yang seutuhnya. Merangkai demi mencari jejak-jejak kebudayaan Mataram Hindu Kuno yang Adiluhung.(JUM)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.