Sukses

Salah Tangkap: Pengakuan Para Korban

Mental beberapa polisi yang bobrok menimbulkan efek yang tak nyaman bagi masyarakat. Hendaknya peristiwa yang dialami Rizal dan Kasman tak terulang lagi.

Liputan6.com, Jakarta: Untuk yang kesekian kalinya, kasus salah tangkap kembali terjadi. Yang terbaru dialami J.J. Rizal, sejarawan Universitas Indonesia dan Kasman Noho, warga Gorontalo. Kasus lama juga menimpa Imam Hambali alias Kemat. Tak sedikit kalangan menilai kasus ini menunjukkan ketidakprofesionalan polisi dan sebagai tindakan yang memalukan.

Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane, cacatnya mental polisi terjadi sejak empat tahun silam. Berdasarkan pengamatannya, telah terjadi krisis hati nurani di jajaran bawah kepolisian. "Polisi jajaran bawah sejak masuk polisi sudah salah didik," jelas Neta dalam dialog bersama reporter SCTV Rieke Amru dalam program Barometer, Rabu (16/12) malam.

Turut hadir di Studio Liputan 6 SCTV, Jakarta, adalah Rizal, Kasman, Hambali, dan Kepala Bidang Penerangan Umum Markas Besar Kepolisian RI Komisaris Besar Polisi I Ketut Untung Yoga Ana. Tak tertinggal pengamat kepolisian UI Erlangga Masdiana.

Menurut Neta, sejak awal masuk kepolisian para perwira ditempatkan di Dalmas (Pengendalian Massa). Efeknya, kondisi itu membentuk pribadi polisi menjadi keras. "Watak kekerasannya sudah nempel," ucap Neta. Kekerasan itu pernah dijabarkan dalam buku karya Neta: Jangan Bosan Kritik Polisi. Di mana dalam bab pertama ia menulis judul Sapu Kotor itu Bernama Polisi.

Bisa jadi itulah yang dirasakan Rizal yang dianiaya lima polisi di Depok, Jawa Barat, 6 Desember silam. Ketika itu ia dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Saat melintas dekat Depok Town Square mendadak ada yang teriak maling dan ia disergap empat orang tak dikenal. Tanpa basa basi, Rizal langsung dipukul. "Mereka lebih banyak memukul daripada berkata," tutur Rizal.

Kasman juga dianiaya dengan cara dipukul oleh polisi. Parahnya lagi tangan korban dipaku saat diperiksa. Akibatnya, ia dirawat intensif di rumah sakit setempat lantaran tubuhnya penuh luka bekas siksaan [baca: Keluarga Kasman Tuntut Pelaku Penyiksaan].

Adapun Imam Hambali pernah divonis Pengadilan Negeri Jombang hukuman penjara 17 tahun karena melakukan pembunuhan terhadap Asrori. Belakangan diketahui Asrori adalah korban pembunuhan Very Idham Henyansyah alias Ryan, si penjagal dari Jombang, Jawa Timur.

Pada kesempatan itu, Yoga Ana meminta maaf mewakili instansinya. Ia bertekad memperbaiki kesalahan dan menindak tegas jajarannya yang ketahuan salah tangkap dan menganiaya korban. "Dia harus pertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan," kata Yoga.

Biarlah hukum berjalan. Sebab Erlangga optimistis sistem bisa diperbaiki. "Pendidikan tak hanya di ruangan, tapi secara menyeluruh juga di lapangan," ucap Erlangga. Ia menyatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan polisi brutal. Dua di antaranya kualitas pendidikan yang tidak bagus dan tingkat stres yang tinggi.

Lantaran itulah, Rizal, Kasman, dan Hambali berharap tindak kekerasan oleh polisi tak terulang. Berkaca dari kejadian ini, Rizal ingin masyarakat yang bernasib serupa untuk berani bertindak tegas. "Bahwa polisi itu tidak kebal," ujar Rizal. Sementara Neta berharap Yoga merealisasikan ucapannya. Ia menyayangkan polisi yang menganiaya Kemat misalnya, masih bertugas di kepolisian. Selengkapnya, simak video program Barometer edisi pekan ini.(AIS/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.