Sukses

Blak-Blakan Soal "Markus"

Dengan fulus, seorang makelar kasus bisa mengatur perkara hukum di kepolisian dan kejaksaan sesuai kemauan yang punya duit.

Liputan6.com, Jakarta: Markus alias makelar kasus. Kata ini populer menjadi pembicaraan sejak muncul kasus dugaan kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Bibit Samad Rianto serta Chandra M. Hamzah. Melalui sadapan KPK, tampak betapa perkara hukum bisa diatur-atur sesuai kemauan yang punya duit.

Adalah Anggodo Widjojo yang diduga kuat punya lobi kuat hingga ke pejabat kejaksaan dan kepolisian dalam mengurus kasus dugaan korupsi yang melibatkan kakaknya, Anggoro Widjojo. Caranya, memuluskan kasus dengan fulus. Sebelum kasus Anggodo, publik juga dikejutkan dengan munculnya nama Artalita Suryani. Ia terbukti memuluskan perkara dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan menyuap Jaksa Urip Tri Gunawan sebesar Rp 6 miliar lebih.

Tak bisa dipungkiri, sudah sejak lama mafia peradilan tumbuh subur di negeri ini. Salah satu rantai utamanya adalah markus. Lantaran itulah, salah satu rekomendasi penting Tim 8 adalah pemberantasan markus. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam 100 hari program kerja pemerintahan baru menetapkan pemberantasan mafia hukum sebagai prioritas utama. "Posisinya sangat tinggi," kata Anas Urbaningrum, Ketua Fraksi Partai Demokrat.

Menurut Johnson Panjaitan dari Indonesia Police Watch, markus kini tumbuh subur dan kerjanya semakin canggih. Markus, kata Johnson, bahkan sudah berani mengeluarkan uang sendiri untuk membiayai aparat kepolisian sebelum mendapat jabatan penting. "Dari mulai membiayai sekolahnya, keluarganya, dan sebagainya," kata Johnson. Selain itu, lobi-lobi yang dilakukan markus kini tak hanya di lapangan golf dan di dalam negeri. Namun, "Juga sudah di luar negeri, seperti di Singapura. Itu yang ketahuan," ujar Johnson.

Sebegitu hebatkah markus mengatur para pejabat kejaksaan dan kepolisian? Simak selengkapnya dalam video Barometer edisi 18 November 2009 yang menghadirkan pembicara lain seperti Hendardi (Direktur Setara Institute), Tahir Saimima (Komisi Yudisial), dan Desmond J. Mahesa (anggota Komisi III DPR), serta kesaksian seorang markus. Selamat menyaksikan.(BOG/YUS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini