Sukses

Cicak Vs Buaya

KPK belakangan ini jadi sorotan seiring dengan adanya kasus dugaan pengkerdilan lembaga independen tersebut. KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi harus terus didukung, tapi juga mesti diawasi agar tidak menyalahgunakan kewenangannya.

Liputan6.com, Jakarta: Episode cicak melawan buaya dimulai saat Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji kesal saat tahu telepon genggamnya disadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah menyidik kasus Bank Century.

Polri kemudian melancarkan serangan balasan dengan menyatakan dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto diduga telah menerima uang dari Direktur PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo. Tak lama kemudian polisi menetapkan Chandra dan Bibit sebagai tersangka. Terkait dengan itu, keduanya langsung diberhentikan sementara oleh Presiden sebagai pimpinan KPK.

KPK pun langsung memberikan perlawanan. Salah satunya dengan mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi dan berhasil dikabulkan sebagian oleh majelis hakim.

Namun, kejutan datang saat Bibit dan Chandra mendatangi Mabes Polri untuk wajib lapor sebagai tersangka. Polisi menahan keduanya. Selain pasal suap dan pemerasan, keduanya diduga telah menyalahgunakan wewenang dalam pencekalan pengusaha Anggoro dan Joko Tjandra. Bibit dan Chandra ditahan di rutan Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat [baca: Bibit dan Chandra Dipindahkan ke Rutan Mako Brimob].

Kasus ini bermula dari rekaman pembicaraan mantan Ketua KPK Antasari Azhar dan Anggoro di Singapura. Rekaman yang kemudian dituangkan ke dalam testimoni ini, menyeret Bibit dan Chandra atas tuduhan menerima duit miliaran rupiah. Nama Anggoro terseret setelah KPK mengembangkan kasus pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api. Bos PT Masaro ini dituding menilap duit negara hingga Rp 13 milliar.

Banyak pihak beranggapan dengan dijebloskannya Bibit dan Chandra ke penjara merupakan puncak perseteruan KPK-Polri. Tanpa memberikan penjelasan rinci alasan ditahannya Bibit dan Chandra, Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri malah menantang pihak yang menuduh adanya rekayasa atau kriminalisasi KPK.

Unjuk rasa mendukung Bibit-Chandra dan institusi KPK terjadi di mana-mana. Di dunia maya, ratusan ribu orang memberikan dukungan kepada komisi tersebut.

Menanggapi keadaan ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mulai berpikir untuk menentukan sikap. Secara mendadak SBY memanggil tokoh masyarakat, seperti Anies Baswedan (Rektor Universitas Paramadina), Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Syarif Hidayatullah), Teten Masduki (Sekjen Transparansi Internasional Indonesia), dan Hikmahanto Juwana (Guru Besar Ilmu Hukum UI) ke Istana Negara. Hasilnya Presiden membentuk tim independen yang diketuai Adnan Buyung Nasution [baca: Bahas Kasus KPK, SBY Panggil Sejumlah Tokoh].

Akhir bulan lalu, Anggodo Widjojo, adik Anggoro, melaporkan KPK dengan tuduhan pencemaran nama baik. Sebelumya tidak banyak yang tahu kiprah pria ini. Namun setelah diperdengarkan rekaman telepon dalam sidang di MK, terungkap bahwa pengusaha asal Surabaya itu, memiliki jaringan yang luas di kalangan penegak hukum.

Dukungan masyarakat akhirnya berbuah manis. Bibit dan Chandra ditangguhkan penahanannya. Dengan senyum mengembang, keduanya kembali mengikuti sidang di MK setelah beberapa hari mendekam di bui Markas Brimob.

Acungan jempol dialamatkan kepada MK yang dianggap berani membuat terobosan hukum untuk membenahi peradilan di Indonesia. Tapi, pemerintah dan kepolisian kembali mempertanyakan relevansi pemutaran rekaman pembicaraan telepon di persidangan. Apa yang sebenarnya terjadi di balik perseteruan KPK versus Polri. Simak penelusuran tim Sigi dalam tayangan video Sigi 30 Menit edisi 4 November 2009. Selamat menyaksikan.(IAN/YUS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.