Sukses

Pantun, Kekhasan Bangka yang Nyaris Tenggelam

Dahulu, pantun di Bangka meresap sampai ke berbagai sendi kehidupan. Seiring waktu, seni bertutur itu sekarang jarang sekali terdengar di tengah masyarakat.

Liputan6.com, Bangka: Bangsa Melayu bangsa pujangga, gembiranya dalam senyum, marahnya tetap santun, dan bicaranya menggunakan pantun. Ungkapan itu tidaklah berlebihan bila kita datang ke Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Masyarakat di sana memang senang berpantun, tak terkecuali ketika senang maupun lara. Pendek kata Bangka bisa diibaratkan bagai samudera pantun.

Terbang tinggi burung gelatik
Mari berhinggap di pohon mati
Pantun adalah puisi klasik
Lebih mudah untuk dimengerti

Begitulah penggalan pantun yang diucapkan seorang warga yang tengah bertamasya di taman rekreasi di Bangka. Dia pun kembali berpantun ketika melihat hamparan sawah.

Pagi hari turun ke sawah
Makan padi anak tekukur
Pantun sangat berguna bagi kita
Salah satu sebabnya, menghibur

Kairo adalah salah seorang warga Bangka yang sangat gemar berpantun. Meski berprofesi sebagai tukang parkir, dia tak pernah berhenti berpantun. Tak heran pula bila Kario tidak pernah terlihat murung.

Berbagai keadaan bisa menjadi inspirasi bagi Kario untuk berpantun. Di rumah dia berpantun. Di tempat kerja juga demikian. Bahkan ketika hendak makan dan saat mengurusi burung peliharaannya, lelaki yang juga berprofesi sebagai guru honorer ini pun berpantun.
 
Buah jambu rasanya kelat
Warnanya merah pohonnya rimbun
Wahai masyarakat
Hendaklah kita rajin berpantun

Bahkan pantun di Bangka meresap sampai ke berbagai sendi kehidupan. Tapi, itu dahulu. Kini tak sedikit orang Bangka yang memilih menjadi penambang timah maupun pengrajin kerupuk. Memang, sekarang Bangka lebih dikenal sebagai penghasil kerupuk dan timahnya.

Dahulu, pantun bisa dihadirkan di mana saja tanpa melihat bobot acaranya. Namun, seiring waktu, seni bertutur ini jarang sekali terdengar di tengah masyarakat. Di pesta pernikahan, misalnya.

Kondisi ini jelas memprihatinkan. Padahal bahasa pantun sangat cair dan tidak lekang waktu. Sebab itu, untuk melestarikan kebudayaan yang sudah turun temurun ini, banyak sekolah di Bangka mewajibkan murid-muridnya untuk membudayakan pantun, baik di ruang kelas maupun saat istirahat.

Batang rambutan buahnya lebat
Buahnya lebat pohonnya rimbun
Walaupun Bapak Kario sekolah dasar tidak tamat
Tapi kami senang bisa berpantun

Menurut pujangga, pantun adalah bentuk puisi tradisonal yang terdiri atas empat baris serangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima a-b-a-b dengan beberapa variasi dan pengecualian. Tiap-tiap rangkap terbagi dua rangkap pembayang atau sampiran dan maksud. Setiap rangkap tidak dapat berdiri sendiri, memerlukan beberapa rangkap lain untuk melengkapkan keseluruhan ide.

Namun kekuatan sebuah pantun terletak pada cara pengungkapan yang santun dan halus. Ketika manusia kehilangan pola dalam bertutur, maka yang terjadi adalah ungkapan keinginan dan gejolak. Kekuatan sebuah pantun adalah warisan adat istiadat yang sarat dengan nilai-nilai.(ICH/Tim Potret SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.