Sukses

Aceh Menanti Serbuan Tenaga Relawan

Tenaga bantuan harus segera dikoordinir oleh badan yang berwenang. Pemerintah pusat sudah saatnya mengirimkan tenaga relawan ke Aceh untuk membersihkan puing-puing dan mengangkat jenazah yang masih belum terurus.

Liputan6.com, Banda Aceh: Gempa berkekuatan hampir 8,9 pada skala Richter disusul gelombang pasang dahsyat Tsunami memorak-porandakan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan beberapa wilayah di bagian Utara Sumatra. Harta benda dan ribuan nyawa melayang ditelan bencana terhebat kelima setelah 1900 dan terdahsyat sejak 1964 ini. Pemandangan akibat bencana ini sungguh amat memilukan dan menyayat hati.

Air mata, kebingungan, dan trauma masih menghantui warga Serambi Mekah. Memasuki hari kelima pascagempa, Kamis (30/12), puing-puing bangunan dan jenazah masih berserakan di seantero Tanah Rencong. Di sekitar Masjid Baiturrahman, misalnya. Meski sudah dibersihkan untuk keperluan salat Jumat besok, di masjid kebanggaan warga Serambi Mekah ini masih tercium bau menyengat. Rasanya sangat tidak mungkin untuk dilakukan salat Jumat dengan penuh kekhusyukan.

Korban selamat harus hidup dengan fasilitas ala kadarnya. Tak sedikit dari mereka yang berjalan tanpa arah untuk mencari suami, istri, anak atau sanak famili yang hilang atau menemukan jasadnya. Dengan penuh harap mereka mencari ke segala penjuru kota. Mereka pun mencari informasi melalui stasiun televisi yang meliput peristiwa tersebut. Warga pun berharap kepada pemerintah supaya segera memulihkan situasi kota di NAD. Tapi yang penting dari itu semua adalah mengembalikan mental warga NAD akibat bencana ini.

Warga sangat membutuhkan obat-obatan, tenaga medis, makanan siap saji, dan bahan material lainnya. Yang tak kalah pentingnya adalah tenaga relawan untuk membantu pencarian dan mengangkat jenazah yang membusuk dan masih berada di balik reruntuhan bangunan dan pepohonan. Bau busuk telah menyebar di seantero Aceh. Tidak hanya dikeluarkan oleh mayat-mayat yang membusuk karena tak terurus, bau tak sedap juga tercium dari tumpukan puing yang menjadi sampah. Jika ini tidak segera dibersihkan maka bukan tidak mungkin bencana baru mendera warga yang selamat [baca: Aceh Kekurangan Tenaga Relawan].

Pentingnya tenaga bantuan ini tampaknya harus segera dikoordinir oleh badan yang berwenang. Pemerintah pusat maupun lembaga-lembaga amal lainnya sudah saatnya membuka pendaftaran untuk pemberangkatan sukarelawan yang akan membersihkan puing-puing sisa bencana di Aceh. Wakil Presiden Jusuf Kalla memperkirakan dibutuhkan 10 ribu tenaga relawan dalam sepekan untuk membersihkan serta mencari jenazah-jenazah yang hingga kini masih belum terurus.

Sebenarnya, bantuan tenaga relawan sudah membanjir sejak berita korban dan kondisi Aceh diberitakan media massa. Banyak orang tergerak. Bukan hanya menyumbangkan sebagian hartanya, tetapi menyiapkan dirinya sebagai relawan sosial. Mereka datang dari berbagai kalangan, mulai kaum ibu-ibu, pemuda pengangguran hingga kaum profesional. Tetapi mereka menemui kendala. Selain tidak adanya pos pendaftaran tenaga relawan, hambatan lain pun muncul. Transportasi udara untuk mengangkut sukarelawan nyaris tidak ada. Ironis memang.

Wilayah Meulaboh adalah kawasan di Aceh yang paling parah terkena gempa dan gelombang Tsunami. Ini karena Meulaboh terletak paling dekat--lebih kurang 150 kilometer--dengan episentrum gempa. Hampir 80 persen infrastruktur di sana hancur. Hampir seluruh desa yang terletak di pesisir kota ini rata dengan tanah. Hingga kini, situasi di sana belum banyak berubah setelah bencana berlalu. Korban jiwa di Aceh seluruhnya mencapai 50 ribu. Separuh angka tadi diperkirakan dari penduduk Meulaboh.

Sementara warga yang selamat dari bencana saat ini mengungsi di sejumlah pengungsian. Kebanyakan dari mereka mencoba mencari tahu keberadaan keluarganya yang hilang. Sebagian lain terbaring lemah karena luka-luka yang baru mendapat perawatan seadanya. Kekhawatiran lain pascabencana, seperti timbulnya penyakit akibat buruknya sanitasi dan kekurangan makanan mengancam warga Meulaboh sekarang ini. Hingga kini, Meulaboh masih terisolir [baca: Meulaboh Masih Terisolasi].

Terisolirnya Meulaboh membuat warga yang berada di Jakarta mencari kejelasan nasib kerabatnya di sana melalui tayangan beberapa media elektronik, seperti Liputan 6 SCTV. Tengku Hamidah yang akrab disapa Ida, misalnya. Dia sengaja mendatangi Kantor SCTV karena dirinya sempat melihat wajah ibunya di tayangan berita Liputan 6 SCTV [baca: Warga Aceh Menemukan Keluarganya Lewat Tayangan SCTV]. Selain ibu Ida, masih banyak lagi warga Aceh di Jakarta yang juga melakukan hal serupa. Rasa duka tak bisa disembunyikan manakala mereka mengetahui dengan seksama daerah yang dahulu pernah ditempati kini telah hancur berantakan.

Derita Aceh telah membangkitkan kesetiakawanan sosial yang luar biasa. Sesama anak bangsa, tanpa mengenal agama, suku, ras, serta asal usul terpanggil untuk berbuat yang terbaik sesuai dengan kemampuan masing-masing. Seperti halnya seorang pengusaha asal Indonesia di Kanada, Rahmat. Keperihan yang diderita warga Aceh mendorong dia untuk menyisihkan sebagian hartanya. Ia menyumbang sebesar Rp 2,5 miliar melalui Pundi Amal untuk Korban Aceh. Sementara pengacara Amir Syamsuddin bersedia membantu Rp 100 juta. Bantuan kemanusiaan ini, termasuk tenaga relawan diharapkan sampai ke tujuan dengan sempurna karena bencana Aceh adalah duka nasional, duka kita semua.(DEN/Tim Liputan 6 SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.