Sukses

Mangohal Holi

Suku Batak Toba percaya bahwa perjalanan roh leluhurnya belum sempurna jika keluarganya tak menyemayamkan tulangnya ke makam yang lebih indah. Dan, Mangohal Holi pun digelar.

Liputan6.com, Samosir: Ratusan orang berkumpul di Harianboho. Ulos dengan berbagai motif membelit pundak atau pinggang mereka. Semuanya tampak khidmat. Mereka tengah mengikuti Mangohal Holi (baca: Mangokkal Holi). Kali ini, perhelatan akbar dengan biaya tak sedikit ini digelar untuk menggali tulang mendiang Timbul Situmorang yang bermukim di desa kecil di tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Sumatra Utara, baru-baru ini.

Masyarakat Batak Toba percaya bahwa kematian bukan akhir perjalanan hidup seseorang. Namun, justru tahap mencapai kesempurnaan. Lantaran itu, keluarga besar Situmorang memindahkan mendiang Timbul ke pemakaman yang lebih megah. Upacara itu sekaligus menunjukkan keberhasilan keluarga. Makin megah dan mahal makam, makin tinggi status sosial keturunan tersebut. Hajatan ini akhirnya digelar setelah keluarga, sesepuh adat, dan gereja berunding berminggu-minggu. Dan, SCTV beruntung bisa menyaksikan perayaan adat yang jarang digelar ini.

Setelah sesepuh keluarga yang disebut hula-hula memberi restu, makam Timbul pun dibongkar oleh menantu laki-lakinya. Selanjutnya, anak dan saudara perempuan mendiang menjadi pelaksana upacara. Pihak dari garis keturunan perempuan inilah yang berhak memegang tulang almarhum. Pengambilan tulang dipimpin anak perempuan tertua. Kemudian, kerangka itu dibersihkan adik perempuan mendiang dengan air jeruk purut.

Mereka meyakini, ketika kerangka mendiang disentuh cahaya mentari, pada saat itulah Timbul telah hidup kembali di tengah-tengah keluarga. Lubang makam pertamanya pun segera ditutup dengan pohon pisang. Itulah masa terakhir mendiang berhubungan dengan dunia sebelum dikuburkan kembali di tempat termulia bagi jiwanya yang disebut tondi.

Upacara dilanjutkan dengan memohon petunjuk mengenai nasib keturunan mendiang. Sekelompok orang diutus untuk memasuki hutan. Mereka membwa sesaji berupa beras, sirih, dan uang dalam sampit daun pandan yang disebut sagu-sagu. Kelompok itu bertugas mencari Borotan atau penambat kerbau persembahan dari kayu sari marnaek yang berasal dari pohon lalas. Mereka juga harus menemukan sejumlah pohon lain yang dipercaya sebagai perlambang berkah dan rezeki.

Pohon lalas pun tiba. Kedatangan mereka disambut gembira karena dikabarkan arah tebangan pohon lalas menghadap ke timur. Itu pertanda baik bagi keturunan mendiang. Borotan pun segera dipersiapkan dan didirikan di tengah. Janda Timbul, Opung Christina mulai mengadakan pesta Saur Matua untuk menyatakan bahwa dirinya telah siap menghadapi kematian.

Ketika pagi menjelang, kerbau persembahan segera digiring ke Borotan. Langkah kaki dan tindak-tanduknya diamati dengan seksama. Bila kurban dapat digiring dengan mudah, semua menjadi lega. Sebab, itu berarti kehidupan keturunan mendiang akan lurus dan diberkahi rezeki yang cukup. Kerbau kurban menggunakan kaki kiri dalam langkah awal. Itu menunjukkan hidup garis keturunan perempuan akan lebih makmur.

Kini, tulang kerangka mendiang kembali dipersiapkan. Tulang mendiang yang telah meninggal 20 tahun silam ini dibungkus kain putih dan diletakkan di atas nampan. Nampan tadi dijunjung anak perempuan tertua untuk disemayamkan di peristirahatan terakhirnya.

Kemudian pewaris adat mendiang Timbul Situmorang pun ditetapkan. Tongkat adat warisan keluarga turun temurun diserahkan pada cucu lelaki tertua dari anak lelaki mendiang. Inilah puncak perayaan Saur Matua Opung Christina. Pesta terus berlangsung hingga larut malam. Hajatan diakhiri dengan menari tor tor penuh gempita ke dalam rumah. Acara yang sekaligus ajang kumpul keluarga besar Marga Sitomorang ini berlangsung penuh suka cita. Setiap orang menari tor tor dan saling menyentuh wajah menyatakan pengormatan, sayang, dan kangen.

Keesokan harinya, kerbau di Borotan pun disembelih. Sebagian daging dibagikan pada para raja adat Marga Situmorang. Sisanya dimasak sebagai hidangan penutup pesta yang disebut Sipitu Dai. Sempurnalah sudah ekspresi kegembiraan keluarga Situmorang. Pesta ini menyiratkan semangat bahwa kematian tidak harus selalu dihadapi dengan kemuraman.(TNA/Tim Potret SCTV)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.