Sukses

Kematian, Mbah Surip, dan Media Massa

Mbah Surip meninggal saat di puncak karir. Sama seperti Michael, Mbah Surip meninggal di saat orang sedang menanti-nanti aksi panggungnya. Dan kematian Mbah Surip, seperti halnya Michael, telah mengubah laporan utama sebuah media massa.

Selasa, 4 Agustus 2009, menjelang  siaran berita tengah hari.

Ruang redaksi Liputan 6 SCTV gedabrak-gedubruk tak karuan. Laporan utama Liputan 6 Siang SCTV yang tinggal beberapa saat lagi tayang, terpaksa diganti total. Tim liputan pun heboh menggeser reporter yang siang itu sudah padat jadwal liputannya. “Mbah Surip meninggal…Mbah Surip meninggal…,” itulah kata-kata yang menggema di seluruh  ruangan redaksi. 

Berita soal sidang gugatan pemilu presiden yang berlangsung di Mahkamah Konstitusi, yang sedianya menjadi suguhan utama Liputan 6 SCTV, sudah tak laku lagi. Siaran langsung pun mulai digeser porsinya. Gedung MK, tempat sidang dilangsungkan, tak lagi menempati prioritas. Tim siaran langsung beralih ke tempat tinggal Mbah Surip di Kampung Artis Ciracas. Reporter pun mulai membuat tema liputan baru. Keluarga Mbah Surip dikejar, dokter yang menanganinya  menjadi incaran, hasil visum dicari, sejumlah selebritis yang dikenal dekat dengan Mbah Surip pun sudah pasti diwawancarai. Tak tanggung-tanggung, bahkan Presiden Yudhoyono ikut-ikutan memberi kata-kata akhir bagi Mbah Surip.

Matinya Mbah Surip jelas amat mengagetkan. Sama kagetnya ketika dunia terkesiap mengetahui Michael Jackson yang juga tewas mendadak pada Jumat dinihari 26 Juni 2009 silam. Berita tentang Michael, membenamkan seluruh rencana peliputan media massa di Indonesia, dan bahkan di seluruh dunia.  Rencana laporan utama Liputan 6 SCTV pun, berubah total. Bahkan situs Liputan6.com pun harus membuka almari lagu-lagu lama Michael, agar bisa dinikmati para pengunduh berita di dunia maya.

Mbah Surip memang bukan Michael Jackson. Tidak ada tarian gaya moonwalk, tak ada atraksi pangung yang dahsyat, tak ada suara yang lembut lantas tiba-tiba melengking tinggi, dan sudah pasti tidak ada operasi plastik di wajahnya. Namun kematian keduanya, telah menjelma menjadi magnet berita yang sedemikian besarnya. Di pojokan kampung, di warung kopi, bahkan di kafe-kafe elit kota besar, nama Mbah Surip disebut-sebut.

Mbah Surip yang bernama asli Urip Achmad Aryanto bin Soekotjo, lahir di Mojokerto pada 5 Mei 1957. Dia termasuk “artis jalanan” yang belakangan hari meraup sukses lewat lagu “Tak Gendong”. Lewat bisnis Ring Back Tone (RBT), diperkirakan Mbah Surip meraup duit lebih dari Rp 4,5 miliar. Rekor yang amat luar biasa.

Tapi bukan soal duit yang membuat Mbah Surip tenar dan digemari banyak orang. Mbak Surip tampil apa adanya, dengan dandanan ala Bob Marley, raja Reggae dari Jamaica. Ia sederhana, rambutnya gimbal, suaranya bisa ditiru oleh banyak orang dan bahkan lirik lagu “Tak Gendong“ mudah dihafal dengan hanya sekali dua mendengarkannya.

Menurut Moenir Rahmat, produser eksekutif Playlist SCTV, yang juga teman akrab Mbah Surip, lagu Tak Gendong diciptakan di sebuah warung kopi di Pulau Belitung sekitar 1990-an. Informasi ini berbeda dengan informasi yang beredar di media, yaitu bahwa lagu Tak Gendong, diciptakan di Amerika Serikat tahun 1983.

Mbah Surip pernah berujar, lagu Tak Gendong mengandung sejumlah filosofi kehidupan manusia. Menggendong menurutnya merupakan bagian dari pelajaran mengenal kesalahan. Ada juga lagu berjudul Minta Ongkos Pulang yang diciptakan Mbah Surip. Menurutnya, lagu itu merupakan curhatan dirinya yang terkadang bingung untuk pulang kalau kehabisan ongkos. Katanya, si Mbah waktu berpacaran kerap mengalami duit cekak, meskipun banyak yang ragu kalau Mbah Surip pernah berpacaran.

Ia juga punya jargon-jargon populer, yang mudah diikuti dan merakyat. Di atas panggung, Mbah Surip selalu menebar salam kepada audiens dengan melontarkan kalimat, “….I love you ful….ha..ha..ha..” Tawa khasnya juga tak mudah dilupakan.

Bergaul dengan orang yang kamu sukai. Itu salah satu resep sehat yang dipegang Mbah Surip. Makanya, ia tak segan bergabung dengan beberapa komunitas seni seperti Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki.

Siapa sangka, dengan penampilannya yang nyentrik, ternyata Mbah Surip sempat mengenyam pendidikan tinggi. Rupanya, Mbah Surip adalah peraih gelar Doktorandus, Insinyur, hingga MBA. Dengan keahliannya, berbagai profesi telah ia tekuni, antara lain pengeboran minyak dan pertambangan berlian. Ia pernah bekerja di Kanada, Texas-AS, dan Yordania.

Ia memilih meninggalkan pekerjaan yang bisa melumurinya uang banyak, kemudian beralih menjadi pemusik jalanan. Tak hanya profesi, Mbah Surip pun mengubah penampilannya menjadi nyentrik ala pemusik reggae sejak tahun 1998. Sebelum sampai pada ketenaran dan kesuksesan seperti belakangan ini, ia sempat hidup menggelandang.

Ah, benarkah Mbah Surip pernah kerja di area perminyakan? Entahlah. Tapi yang jelas, ia punya gurauan soal hal-ihwal perminyakan. Seperti ditulis di Liputan6.com, teman Mbah Surip, Moenir Rahmat, pernah disuguhi lelucon soal lumpur Lapindo. "Menghentikan semburan lumpur Lapindo itu mudah. Tutup saja dengan sagu, maka dengan sendirinya lumpur di sana membeku," kata Mbah Surip ketika itu.

Mbah Surip meninggal saat  di puncak karir. Sama seperti Michael, Mbah Surip meninggal di saat orang sedang menanti-nanti aksi panggungnya. Dan kematian Mbah Surip, seperti halnya Michael, telah mengubah laporan utama sebuah media massa.

Raymond Kaya
Kepala Departemen Peliputan Liputan 6


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini