Sukses

Gayus, Sepanjang Tahun Membius

Gayus dikejar kepolisian dengan tiga pasal: penggelapan, pencucian uang, dan korupsi. Tapi, di PN Tangerang, ia hanya dituntut dengan pasal penggelapan dengan vonis hukuman satu tahun percobaan. Belakangan Gayus divonis bebas.

Liputan6.com, Jakarta: Gayus HP Tambunan baru 30 tahun. Tapi, sepanjang 2010, dia sukses membuat publik mengurut dada berulang kali. Pada awalnya adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji yang "bernyanyi", 10 Maret 2010. Susno menyebut, rekening Gayus berisi uang Rp 25 miliar. Sebanyak Rp 395 juta pernah disoal secara pidana dan disita negara, namun Rp 24,6 miliar tak terjamah hukum. Polisi menyigi Gayus setelah menerima laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal rekening yang mencurigakan itu.

Jika Gayus adalah anak konglomerat, kepemilikan itu mungkin bukan masalah benar. Ayahnya, Amir Tambunan, cuma pekerja biasa di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta Utara. Gayus pun hanya pegawai negeri golongan III-A di Kantor Pusat Direktorat Pajak Departemen Keuangan dengan bidang tugas sebagai penelaah keberatan pajak (banding) perorangan dan badan hukum.

Pekerjaan itulah yang membuatnya tajir—dengan cara-cara yang sangat patut diduga tidak halal. Ia dituduh menjadi makelar kasus penggelapan pajak. Dalam kasus itu, Gayus dikejar kepolisian dengan tiga pasal: penggelapan, pencucian uang, dan korupsi. Tapi, di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, awal Maret 2010, ia hanya dituntut dengan pasal penggelapan. Hakim lalu memvonisnya dengan hukuman satu tahun percobaan. Belakangan Gayus divonis bebas.

Namun, Susno berteriak. Ia menuduh ada empat petinggi Polri yang terlibat dalam skandal ini, termasuk pencairan rekening Gayus. Mereka adalah Brigadir Jenderal Pol. EI dan RE serta sejumlah perwira di Mabes Polri terlibat manipulasi pengusutan pajak. Menurut Susno, barang bukti senilai hampir Rp 24,6 miliar dicairkan tanpa prosedur yang wajar. Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Brigadir Jenderal Polisi Raja Erizman membantah tudingan Susno. Menurut dia, pencairan itu sudah sah. Uang Rp 24,6 miliar itu juga disebut-sebut mengalir ke Andi Kosasih. Dia adalah pengusaha terkenal di Batam.

Setelah ribut-ribut ini, Gayus tak kelihatan batang hidungnya. Tapi, aparat hukum mengendus bahwa dirinya ada di Singapura.  Pada Selasa, 30 Maret 2010, sebuah berita mengejutkan meluncur. Satgas Pemberantasan Mafia Hukum berkoordinasi dengan Kabareskrim Komjen Pol. Ito Sumardi untuk menjajaki kemungkinan bekerja sama dalam menjemput Gayus Tambunan di Singapura. Dua anggota Satgas, Mas Achmad Santosa dan Denny Indrayana, berangkat hari itu juga ke Singapura.

Sesampai di Bandara Changi Singapura, Selasa (30/3) malam, anggota Satgas langsung berkoordinasi dengan Ito yang telah lebih dulu tiba. Kemudian, mereka berencana makan malam di Asian Food Mall, Lucky Plaza. Secara kebetulan, menurut mereka, Gayus juga sedang membeli makan malam di sana. Tim Satgas lantas berbicara dengan Gayus untuk membujuk dan meyakinkannya agar kembali ke Tanah Air untuk menjalani proses hukum. Melalui perbincangan cukup panjang, Gayus dapat diyakinkan bahwa pilihan kembali ke Indonesia adalah pilihan terbaik dibandingkan terus-menerus bersembunyi.

Di Jakarta, proses pengadilan pun digelar untuk Gayus. Belakangan, bau busuk lain kencang bertiup: dalam persidangan di PN Tangerang, diketahui adanya dua surat rencana tuntutan (Rentut) untuk Gayus, yakni, Nomor R455 yang isinya mengancamnya dengan kurungan satu tahun dan Nomor R481 mengancam satu tahun kurungan dan satu tahun masa percobaan.

Kedua surat itu ditandatangani Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Pidana Umum yang saat itu dijabat oleh Pohan Laspy tertanggal 25 Februari 2010. Berbeda dengan kelaziman, Gayus telah menerima Rentut jaksa sebelum sidang pembacaan tuntutan dilaksanakan. Itu sebabnya, menurut Gayus, dirinya protes kepada Haposan Hutagalung (kuasa hukumnya) karena Rentut pertama tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Haposan yang pernah menjanjikan tuntutan hukuman ringan. Gayus menyatakan dirinya telah memberikan uang sebesar Rp 500 juta kepada Haposan agar tidak ditahan dan tidak dituntut dengan hukuman berat.

Kejaksaan Agung bergerak. Tim Pemeriksa Pemalsuan Rentut Gayus HP Tambunan dari Kejaksaan Agung, menyebutkan adanya dugaan keterlibatan jaksa, yakni berinisial C dan F di dalam penyusunan rentut tersebut. Jaksa C dan F tergabung dalam Jaksa Penuntut dalam berkas Gayus.

Pada November 2010, Gayus kembali menggemparkan. Ia kepergok menonton pertandingan tenis di Tournament Commonwealth Bank Tournament of Champions di Nusa Dua, Bali. Padahal, status dirinya adalah penghuni Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat. Fotografer SKH Kompas Agus Susanto sukses memotret Gayus yang ketika itu mengenakan wig agar tak dikenali. Saat itu, "Saya sendiri belum yakin apakah dia Gayus," kata Agus kepada Kompas.com, Senin (8/11).

Akhirnya, pengakuan itu muncul. "Yang di Bali betul saya," kata Gayus, usai persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 15 November 2010. Sebelum pengakuan itu meluncur, polisi sudah bergerak. Hasilnya, sembilan petugas Rutan Mako Brimob terindikasi menerima suap dari Gayus. Suap diberikan agar Gayus mendapatkan kenyamanan di dalam penjara. Maka, Kepala Rutan Mako Brimob Komisaris Pol. Iwan Suswanto dan delapan bawahannya lalu menjadi tersangka.

Menjelang tutup tahun, 22 Desember, jaksa penuntut umum di PN Jaksel menuntut Gayus dengan 20 tahun penjara. Jaksa juga mewajibkan Gayus membayar denda Rp 500 juta atau menjalani hukuman tambahan enam bulan penjara.

Pasal-pasal yang diancamkan ke Gayus dikenakan secara kumulatif berlapis. Artinya, jaksa mengambil pasal dengan ancaman maksimal untuk menuntut Gayus. Dari pasal yang dikenakan, pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor adalah satu dari yang paling tinggi ancaman hukumannya, yaitu 20 tahun penjara.

Secara total, empat dakwaan mengepung Gayus. Dakwaan pertama buat Gayus adalah perkara penggelapan pajak pada 2007. Ia ditengarai ikut serta membantu mengabulkan keberatan PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang menolak membayar pajak ke negara sekitar Rp 487 juta. Atas dakwaan ini, Gayus dikenai pasal 3 jo pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) KUHP).

Dakwaan kedua adalah, terkait penyidikan sejumlah dana mencurigakan dalam rekening, dia menyuap (atau ikut serta menyuap) sejumlah penyidik Polri pada 2009. Atas dakwaan ini, Gayus dikenai pasal 5 ayat (1) Undang-undang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) KUHP.

Dakwaan ketiga adalah Gayus memberikan sejumlah dana kepada hakim PN Tangerang, tempat dia disidangkan pada awal 2010. Uang pemberiannya ini berujung pada divonis bebasnya Gayus. Ia dijerat dikenai pasal 6 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor.

Dakwaan terakhir adalah Gayus dituding memberikan keterangan palsu atas keberadaan sejumlah besar uang dalam rekeningnya. Gayus mengatakan, dana sekitar Rp 28 miliar itu adalah titipan pengusaha Andi Kosasih, sementara diketahui belakangan bahwa keterangan tersebut diberikan menyusul perjanjian palsu antara Gayus dan Andi. Atas dakwaan ini, Gayus diancam pidana lewat pasal 22 jo pasal 28 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Usai mendengar tuntutan tersebut, Gayus masih berharap dirinya divonis bebas. Ia menyebut kasus korupsi Andi Wahab pada Agustus 2010. Ketika itu, mantan pegawai Biro Perlengkapan pada Pemprov DKI Jakarta tersebut dituntut 17 tahun penjara. Andi diburu karena diduga melakukan tindak korupsi pembebasan lahan untuk taman dan makam di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

"Seperti tuntutan jaksa, ada contoh kasus Andy Wahab, JPU menuntut 17 tahun penjara namun divonis bebas oleh hakim Albertina (ketua mejelis hakim yang memimpin persidangannya) karena saya yakin Ibu Albertina sangat tegas dan objektif. Saya sangat berharap akan terulang kali ini," ujar Gayus.(YUS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.