Sukses

Refleksi 65 Tahun Kemerdekaan dalam Pidato Presiden

Penegakan hukum mesti adil dan tidak menaruh toleransi terhadap praktik mafia hukum dalam bentuk apapun. Untuk menjawab permasalahan mendasar ini, pemerintahan telah melakukan gerakan Pemberantasan Mafia Hukum.

Liputan6.com, Jakarta: Pidato Kenegaraan Presiden Yudhoyono yang dibacakan di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah RI, Senin (16/8) pagi, mendapat sambutan yang cukup antusias dari para anggota dewan. Tak kurang dari 15 kali tepuk tangan berkumandang tatkala Presiden membacakan pidatonya sepanjang kurang lebih 45 menit.

Isinya menyinggung banyak hal, mulai dari refleksi kemerdekaan ke-65 Indonesia, perkembangan demokrasi termasuk penyelesaian konflik Aceh dan Papua, pertumbuhan ekonomi, program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu II, dan program pemerintah lima tahun mendatang. Tak ketinggalan menyoal identitas bangsa yang Bhineka Tunggal Ika, politik luar negeri dan perubahan iklim.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, penegakan hukum yang adil dan tidak menaruh toleransi terhadap praktik mafia hukum dalam bentuk apapun. Untuk menjawab permasalahan mendasar ini, pemerintahannya telah melakukan gerakan Pemberantasan Mafia Hukum. "Beberapa kasus yang diduga melibatkan praktik mafia hukum telah, sedang, dan terus ditangani dengan serius," kata dia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyatakan prihatin atas kecenderungan demokrasi berbiaya tinggi dalam pemilihan kepala daerah. Presiden menyebut fenomena itu membawa potensial dampak negatif pada aspek moral, budaya, dan etika. Ia menyatakan, pilkada juga masih diwarnai praktik politik uang yang hanya akan menyengsarakan rakyat. Presiden mengajak seluruh komponen bangsa meningkatkan kualitas demokrasi, pemerintahan, dan pelayanan publik di daerah.(YUS/MLA)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini