Sukses

Alumni ITB Dirikan Lembaga Politik Baru

Sejumlah aktivis era 80-an asal Institut Teknologi Bandung (ITB), utamanya prihatin dengan merosotnya nasionalisme atau rasa keindonesiaan dalam tubuh bangsa. Kamis (29/7) esok mereka akan memperkenalkan pusat kajian kebijakan publik Sabang-Merauke Circle (SMC) di Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta: Sejumlah aktivis era 80-an asal Institut Teknologi Bandung (ITB), utamanya prihatin dengan merosotnya nasionalisme atau rasa keindonesiaan dalam tubuh bangsa. Kamis (29/7) esok mereka akan memperkenalkan pusat kajian kebijakan publik Sabang-Merauke Circle (SMC) di Jakarta. Demikian disampaikan Ketua Dewan Direktur SMC Syahganda Nainggolan di Jakarta, Rabu (28/7). Peluncuran lembaga ini akan dirangkai dengan pidato ilmiah para akademisi bertema, "Nasionalisme, Daya Saing, dan Kesejahteraan Rakyat Perspektif Membangun Indonesia yang Kuat, Bermartabat, serta Berkeadilan".

Mantan Direktur Eksekutif Center for Information and Development Studies (CIDES), itu juga mengatakan, pidato ilmiah akan diberikan Prof DR Balthasar Kambuaya (Rektor Universitas Cendrawasih, Jayapura), Dekan FISIP Universitas Indonesia Bambang Sherghi Laksmono, dan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendiknas yang juga mantan Rektor ITB, Prof DR Djoko Santoso.

Tema nasionalisme dan daya saing bangsa, lanjut Syahganda, sengaja dipilih dalam acara perkenalan SMC, karena SMC meletakkan kelembagaannya untuk kajian isu ataupun persoalan di sekitar nasionalisme, kepemimpinan, daya saing nasional, dan kesejahteraan rakyat. "Kita melihat akhir-akhir ini nasionalisme justru bukan malah menguat dan bersifat produktif, tetapi telah menjadi krisis di dalam tubuh bangsa sendiri dan membuat kian lemahnya daya saing kita di antara negara serta bangsa-bangsa lain," jelasnya.

Bahkan, diakui Syahganda, nasionalisme dan rasa keindonesiaan tidak sekadar terus melemah, melainkan menyebabkan bangsa Indonesia kini terancam menjadi "keropos" oleh nilai-nilai sosial, kemandirian, kepercayaan, moral, termasuk semangat persatuan sebagai bangsa yang besar.

Syahganda menilai, kepemimpinan Susilo Bambang Yudoyono pun tergolong corak pemimpin yang tidak muncul sebagai kebanggaan nasional, sekaligus dapat dibanggakan untuk kepentingan bangkitnya nasionalisme bangsa. "Seharusnya SBY setelah dua periode ini bisa membangun bangsa dalam nasionalisme yang kuat, sekaligus menciptakan kehidupan rakyatnya bermartabat secara ekonomi," ujar Syahganda, dengan penuh kritis. "Jangan sampai di tangan SBY nasionalisme hanya menciptakan kesulitan bangsa yang semakin parah, sehingga menjadi "nasionalisme kelaparan"," Tegas Syahganda. (ARI)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini