Sukses

Golkar yang Belajar Beroposisi

Partai Golkar ingin menciptakan citra baru sebagai partai yang siap berjarak dengan pemerintah. Tapi, tak mudah untuk melakukannya lantaran beroposisi adalah lakon baru buat Golkar.

Liputan6.com, Jakarta: Sejarah Partai Golkar selalu identik dengan kekuasaan. Namun, semuanya berbalik ketika Dewan Pembina Partai Golkar Soeharto menyatakan mundur dari jabatan presiden. Selepas itu partai ini bak kehilangan induk. Golkar juga jadi sasaran kritik banyak pihak karena dianggap bertanggung jawab atas kondisi bangsa yang terpuruk.

Bahkan, Golkar hampir saja tutup buku jika saja Dekrit Presiden Abdurrahman Wahid efektif berlakunya. Tapi, sejarah berpihak pada Golkar dan partai berlambang pohon beringin ini mulai berbenah. Bermula dari Musyawarah Nasional Luar Biasa 1998, Golkar menjadi parpol yang disegani di bawah nakhoda Akbar Tandjung yang menggantikan Harmoko. Pada pemilu 2004, partai ini keluar sebagai pemenang.

Akbar yang sukses membawa Golkar menjadi nomor satu digusur Jusuf Kalla di Munas Partai Golkar di Denpasar, Bali. Kalla pula yang membawa kapal Golkar mendukung pemerintah. Sejumlah kadernya juga masuk Kabinet Indonesia Bersatu. Hal yang dilakukan Kalla memang ciri khas Golkar yang identik dengan kekuasaan. Sejak Orde Baru, partai ini selalu memenangkan pemilu dan mengisi jabatan-jabatan penting di eksekutif.

Namun, tak ada yang abadi dalam politik. Kini, Kalla justru menginginkan Golkar mengawasi pemerintahan alias beroposisi. Lontaran yang diucapkan saat membuka Munas di Pekanbaru, Riau, ini dianggap banyak kalangan sebagai dukungan terhadap calon ketua umum Surya Paloh yang mungkin akan membawa Golkar berjarak dengan pemerintahan [baca: JK: Golkar Tak Biasa Mengemis Kekuasaan].

Kendati demikian, semuanya masih tanda tanya. Keputusan sosok yang akan menjadi nakhoda serta kebijakan untuk tetap mendekat atau menjauh dari pemerintah baru akan diputuskan Rabu (7/10) malam. Munas Golkar di Hotel Labersa ini tak dipungkiri sangat menentukan bagi langkah partai Golkar selanjutnya dalam konstelasi politik Indonesia. Selengkapnya saksikan video berita ini.(ADO/YUS)



* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini