Sukses

Episode Panjang Kisruh PSSI

Jika kisruh selalu mendera tubuh PSSI, bisa jadi FIFA memberikan sanksi kepada induk organisasi sepak bola nasional tersebut. Risiko terberat adalah Merah Putih dilarang tampil di ajang internasional.

Liputan6.com, Jakarta: Ada dan tidak adanya Nurdin Halid tak menjamin Kongres Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) berlangsung lancar. Meski Komite Normalisasi (KN) telah dibentuk, kisruh tetap saja terjadi. Kekisruhan yang terjadi hingga saat ini layaknya sebuah cerita berepisode dan risikonya Indonesia mendapat sanksi.

Kongres PSSI yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, mengalami deadlock atau kebuntuan dan Ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar terpaksa mengakhiri sidang tanpa hasil. Peserta kongres berputar-putar dalam masalah larangan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) terhadap George Toisutta dan Arifin Panigoro (GT-AP).

Kongres yang sedianya menghasilkan ketua umum, wakil ketua umum, dan Komite Eksekutif untuk periode 2011-2015 ini berujung ricuh. FIFA sejatinya membentuk KN untuk membangun kembali induk sepak bola nasional (PSSI).

Peserta yang ngotot mengusung GT-AP menamakan diri kelompok 78, sesuai dengan jumlah pemilik suara PSSI yang mereka kantongi, menghujani Ketua KN Agum Gumelar dengan interupsi. Mereka bersikeras George dan Arifin masuk dalam daftar kandidat. Mereka juga meminta Komite Banding menjelaskan tentang penolakan FIFA terhadap calon yang dijagokan.

Penutupan dadakan pada kongres yang diselenggarakan di Hotel Sultan karena suasana sudah tidak kondusif setelah dibombardir banyak interupsi dan protes dari peserta. Kericuhan dimulai saat masuk sesi kedua. Para pendukung GT-AP mempertanyakan penolakan meski Komite Banding telah meloloskan mereka berdua.

Tampaknya, pendukung GT-AP tak puas dengan jawaban Agum yang menjelaskan FIFA melarang keduanya mencalonkan diri sehingga tidak bisa diproses di Komite Verifikasi maupun Komite Banding.

Pemantau dari FIFA, Thierry Regenass, yang hadir sempat mendapat protes dari peserta kongres. Mereka meminta penjelasan dari FIFA tentang dilarangnya GT-AP untuk mencalonkan diri.

Pada prinsipnya delegasi FIFA, begitu juga AFC, hanyalah pemantau dalam Kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, 20 Mei 2011. Tapi, karena diminta Ketua KN Agum Gumelar, Renegass selaku Direktur Anggota Asosiasi dan Pengembangan FIFA angkat bicara.

Menurut Regenass, keputusan FIFA terkait George dan Arifin sudah keputusan final per tanggal 4 April 2011, setelah diputuskan dalam rapat Komite Eksekutif (Exco) FIFA.

Ia menjelaskan alasan FIFA menolak pencalonan GT-AP lantaran Liga Primer Indonesia (LPI). Keberadaan LPI dianggap tabu karena berada di luar federasi. FIFA pun menganggap Arifin memecah belah PSSI karena merupakan penggagas LPI yang telah menggelar kompetisi di luar PSSI, yang merupakan induk organisasi sepak bola tertinggi di Indonesia.

FIFA berprinsip, siapa pun yang berada dalam lingkaran LPI dilarang menjadi kandidat. Mengenai George, FIFA juga berpendapat sama: memecah belah PSSI. Renegass sadar ada sebagian peserta yang kecewa karena kandidatnya digugurkan, tapi induk organisasi sepak bola sedunia itu mendesak agar kongres ini berjalan sesuai agenda.

Pernyataan ini ia sampaikan secara langsung di depan peserta Kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat pekan ketiga Mei silam. Selain itu Regenass kembali mengingatkan, FIFA tak hanya melarang dua orang tersebut, melainkan empat orang, termasuk Nurdin Halid dan Nirwan. D Bakrie.

Keadaan tampaknya tak juga bisa dijernihkan. Malam itu tepat pukul 22.49 WIB, Agum akhirnya mengetok palu. Bukan keputusan dihasilkan, melainkan kongres ditutup tanpa menghasilkan keputusan apa pun.

"Karena situasi yang tidak lagi kondusif dan tidak akan mungkin bagi kita mendapatkan hasil dari agenda, maka dengan mengucap Alhamdulillah dan meminta maaf dengan sangat kepada rakyat Indonesia, saya menyatakan kongres ditutup," ujar Agum yang bertindak selaku pimpinan kongres.

Agum mengatakan hampir tidak mungkin kongres akan dilaksanakan kembali. Indonesia hanya bisa menunggu keputusan FIFA. "Untuk saat ini kita tunggu saja keputusan FIFA," ujar mantan Ketua Umum PSSI periode 1999-2003 ini. "Mereka (FIFA) mengirim pemantau yang bisa melihat situasi dengan matanya sendiri."

Dengan ditutupnya kongres, PSSI terancam sanksi FIFA karena batas waktu menyelesaikan kemelut PSSI tidak boleh lewat dari 20 Mei 2011. Ini artinya sanksi larangan berlaga pada kompetisi di bawah FIFA dan AFC sudah di depan mata. Termasuk di antaranya berlaga pada babak kualifikasi Piala Dunia 2014.

Kisruh dalam Kongres PSSI bukanlah kali pertama. Perjalanan panjang yang katanya untuk reformasi di tubuh PSSI kerap menghadapi hambatan.

Kongres ini memang merupakan pemilihan pertama yang dilakukan PSSI setelah berakhirnya kepemimpinan Nurdin Halid. Namun lagi-lagi, kongres berlangsung ricuh. Berbagai kontroversi memang telah mendahului penyelenggaraan kongres ini seperti desakan mundur Nurdin Halid. Tapi, siapa menyangka penyelenggaraan kongres demi mendapat ketua umum yang baru tidak sesuai harapan.

Awalnya, Kongres PSSI empat tahunan yang mengagendakan pemilihan pengurus, termasuk ketua umum periode 2011-2015, akan digelar di Pulau Bintan, Kepulauan Riau pada 19 Maret 2011. Namun ditunda sepekan menjadi 26 Maret atas permintaan Ketua AFC.

Penyebabnya, Komite Banding Pemilihan memutuskan menolak banding dari dua bakal calon GT-AP, serta menolak keputusan Komite Pemilihan. Keduanya mengajukan banding setelah dinyatakan tidak lolos verifikasi untuk mengikuti pemilihan ketua umum periode 2011-2015. Dalam pengumuman daftar calon ketua umum PSSI periode 2011-2015, tim verifikasi hanya meloloskan Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie dan ditetapkan menjadi calon ketua umum PSSI.

Pada Kongres PSSI itu ada empat bakal calon (balon) ketua umum PSSI, yakni Nurdin Halid, incumbent pemimpin PSSI sejak kepengurusan 2003-2007, Nirwan Dermawan Bakrie yang mendampingi Nurdin Halid sebagai wakil ketua umum sejak delapan tahun silam. Serta Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) George Toisutta dan pengusaha Arifin Panigoro.

Kendati demikian, Komite menilai George tidak memenuhi syarat karena PS AD bukanlah anggota PSSI, dan posisinya sebagai pembina tidak berkaitan dengan tanggung jawab teknis, medis, dan administratif. Aktivitas jenderal bintang empat di PS/SSB Bara Siliwangi juga tidak cukup, karena klub tersebut bukan pula anggota PSSI. Sedangkan untuk Arifin karena alasan Liga Primer Indonesia (LPI).

Setelah mendapat keputusan dari Komite Banding, PSSI menggelar rapat Exco dan menyerahkan masalah ini ke FIFA.

Masalah di tubuh induk organisasi sepak bola di Tanah Air tak cukup soal banding. Berbagai persoalan membuatnya kian pelik. Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) dan PSSI juga saling klaim dukungan untuk menyelenggarakan kongres. FIFA memang mengeluarkan keputusan agar PSSI menggelar kongres paling lambat pada 30 April 2011. Ketua umum yang dipilih juga harus sesuai dengan standar yang ditetapkan FIFA.

Dari situlah bermunculan dua kubu yang saling mengklaim dukungan. KPPN yang dimotori Saleh Mukadar mengklaim mengantungi 87 dari 100 suara. Dengan begitu, mereka menggelar Kongres Luar Biasa di Solo, Jawa Tengah, April 2011. Di lain kubu, Forum Pemilik Suara PSSI (FPSP) juga mengklaim mewakili pemilik suara yang sah. Mereka menyatakan hanya PSSI yang bisa melaksanakan kongres.

Sementara, Ketua Umum PSSI Nurdin Halid ketika itu menyatakan pihaknya tidak mengakui KPPN. Bagi Nurdin Halid, organisasi resmi sepak bola Indonesia yang berada di bawah naungan FIFA hanyalah PSSI. Saat itu, menurut Nurdin, pengurus PSSI yang sekarang belum menentukan jadwal pembentukan komite pemilihan dan kongres versi PSSI.

Akibat kisruh yang kian memanas ini, pengurus PSSI Syarif Bastaman dan Dali Taher, didampingi Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo memilih berkomunikasi dengan Presiden FIFA Sepp Blatter.

Djoko menyatakan akan membahas soal surat FIFA kepada PSSI pada Juni 2007 silam. Dalam surat tersebut, FIFA melarang Nurdin untuk menjabat kembali sebagai Ketua Umum PSSI pada 2007. Ketika itu, Nurdin diputus bersalah oleh pengadilan sehingga FIFA meminta PSSI melakukan pemilihan ulang ketua umum.

Usai pertemuan, kabar yang ditunggu-tunggu penggemar sepak bola di Tanah Air datang juga. FIFA melarang Nurdin Halid kembali maju pada Kongres PSSI dengan agenda pemilihan ketua dan wakil ketua umum serta anggota Komite Eksekutif (Exco) periode 2011-2015. Sebab, hal itu dinilai tidak sesuai dengan Statuta FIFA.

Dubes Indonesia untuk Swiss Djoko Susilo mengatakan keputusan itu diperoleh saat dirinya menemui Presiden FIFA Joseph "Sepp" Blatter di Zurich, Swiss. "Sepp Blatter menegaskan jika FIFA tetap memegang prinsip-prinsip statuta dan Kode Etik FIFA bahwa seorang narapidana tidak boleh memimpin organisasi sepak bola," katanya melalui pesan singkat atau SMS.

Dalam pembicaraannya dengan Blatter kurang lebih sekitar 50 menit itu, pihaknya juga menjelaskan kondisi asosiasi sepak bola Indonesia saat ini terutama menjelang kongres. Blatter, ternyata juga telah mengetahui kondisi PSSI saat ini. Dengan demikian, petinggi FIFA itu menyatakan dengan tegas bahwa Nurdin Halid tidak diperbolehkan maju lagi dalam kongres pemilihan ketua umum PSSI.

"Apabila dicalonkan lagi maka FIFA tidak akan mengesahkan hasil pemilihan itu. Yang jelas FIFA menginginkan sepak bola Indonesia harus lebih baik lagi," kata mantan anggota Komisi I DPR RI itu.

Untuk mengawasi, ia menjelaskan FIFA akan mengirimkan tim yang akan memantau pelaksanaan Kongres PSSI sesuai ketetapan yang ada. Kongres PSSI sesuai dengan surat dari FIFA akan dilakukan pada 26 Maret 2011 dengan agenda utama pemilihan Komite Pemilihan.

Sedangkan kongres pemilihan ketua, wakil ketua dan anggota Exco harus dilakukan sebelumnya 30 April 2011. Terkait dengan KPPN, Djoko menjelaskan, Blatter mengatakan bahwa FIFA tidak akan ikut campur. Sebab, kasus itu adalah masalah internal PSSI.

FIFA Tolak Empat Calon

Ternyata, kabar mengejutkan kembali datang dari FIFA. Ternyata bukan hanya Nurdin Halid yang tak direstui untuk menjadi Ketua Umum PSSI. FIFA juga menetapkan tiga kandidat lain untuk juga tidak mengikuti proses pemilihan. Mereka adalah KSAD Jenderal TNI George Toisutta, Arifin Panigoro, dan Nirwan D. Bakrie.

Padahal sebelumnya Nurdin Halid dan Nirwan Bakrie merupakan dua calon yang sudah dinyatakan lulus verifikasi oleh Komite Pemilihan PSSI. Sedangkan Arifin dan George diputuskan tak lolos. Mereka lalu mengajukan banding, tapi ditolak oleh Komite Banding, yang juga memutuskan untuk menganulir keputusan Komite Pemilihan yang telah meloloskan Nurdin dan Nirwan. Alhasil, secara formal, keempat calon dinyatakan gugur.

Sikap FIFA tersebut diungkapkan Ketua Umum KON/KOI (Komite Olah Raga Nasional/Komite Olimpiade Indonesia) Rita Subowo setelah bertemu Presiden FIFA Joseph ‘Sepp’ Blatter, pada 8 Maret silam di Swiss. Blatter sebelumnya lebih dulu berbicara dengan Djoko Susilo.

Rita juga mengatakan FIFA meminta KONI untuk mengawal kongres yang akan digelar pada 26 Maret dan 29 April 2011. Selain itu, lanjut Rita, FIFA juga memberi tenggat waktu sebulan untuk membereskan masalah Liga Primer Indonesia (LPI). LPI lahir sebagai liga tandingan dari Liga Super Indonesia (LSI) yang diakui PSSI.

Kongres PSSI Pekanbaru

Setelah melewati banyak konflik, Kongres PSSI akhirnya digelar pada 26 Maret 2011. Namun baru proses registrasi, peserta Kongres PSSI di Hotel Premiere, Pekanbaru, Riau, ricuh. Beberapa pengurus provinsi dan klub memprotes panitia karena nama mereka tak terdaftar sebagai peserta kongres pemilihan Komite Pemilihan dan Komite Banding. Suasana memanas saat anggota PSSI pro perubahan memberi dukungan dengan masuk ruang registrasi.

Rencananya, saat itu, kongres dimulai pada pukul 19.30 WIB. Semakin mendekati waktu pelaksanaan kongres, pengamanan semakin bertambah ketat. Tidak hanya polisi, tentara angkatan darat menjaga kongres. Ada empat peleton tiba sekitar pukul 17.00 WIB.

Suasana makin tak terkendali. Sejumlah pemegang hak suara menerobos pintu masuk ruang kongres, meski tak diizinkan para penjaga. Pemilik suara yang tergabung dalam KPPN mendesak masuk ke lokasi kongres, namun dihalang-halangi oleh pasukan keamanan yang diturunkan panitia.

Akibatnya sempat terjadi aksi dorong, sehingga pintu ruang lokasi kongres terbuka. Selanjutnya seluruh pemilik suara yang mengklaim dirinya sah untuk mengikuti kongres langsung menduduki kursi yang telah disiapkan.

Kongres pemilihan anggota Komite Pemilihan dan Komite Banding seharusnya dimulai pukul 19.30 WIB. Namun, hingga setengah jam berlalu, pintu ruang kongres belum juga dibuka. Panitia juga meminta identitas khusus kepada pemegang hak suara properubahan. Sempat terjadi bentrok sebelum akhirnya pintu kongres terbuka.

Ruang kongres juga sudah dikuasai mayoritas pemilik suara yang pro-perubahan, sementara Ketua Umum PSSI Nurdin Halid dan Sekretaris Jenderal Nugraha Besoes belum terlihat.

Dengan keadaan yang tidak terkontrol lagi, Kongres versi PSSI untuk memilih Komite Banding dan Komite Pemilihan resmi dibatalkan. Menurut Sekretaris Jenderal PSSI Nugraha Besoes, mustahil kongres dilaksanakan mengingat suasana di Hotel The Premier tidak kondusif lagi.

"Kalian lihat sendiri apa yang terjadi di sana. Saya tidak ingin menuduh kelompok tertentu, tapi bisa kita lihat apa yang terjadi," kata Besoes yang langsung mengadakan konferensi pers di Hotel Aryaduta.

Besoes mengatakan, pembatalan kongres diambil berdasarkan keputusan dari Komite Eksekutif PSSI, perwakilan AFC, dan FIFA. Ketika itu keputusan tersebut diambil di Bandar Udara Sultan Syarif Qasim II pada pukul 20.15 WIB. "Kami rapat di ruang VIP bandara untuk membahas masalah ini. Perwakilan FIFA dan AFC menilai keadaan tadi sangat berbahaya. Ini bukan lagi mengenai masalah keamanan, tapi juga masalah keselamatan," ujarnya.

Ia mengatakan, Komite Eksekutif PSSI akan melakukan rapat pada malamnya untuk membahas tindakan selanjutnya pasca dibatalkannya kongres. Sedangkan, perwakilan FIFA yang datang untuk mengawasi kongres, Frank van Hattum, meninggalkan Pekanbaru.

Komite Normalisasi

Buntut dari pembatalan Kongres PSSI, Badan Sepakbola Dunia (FIFA) tidak lagi menganggap Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI. Nurdin dan para petinggi PSSI lainnya juga dianggap tidak mampu menggelar kongres untuk membentuk Komite Pemilihan dan Komite Banding untuk menggodok Kongres Pemilihan Ketua Umum PSSI yang baru.

Selain itu Nurdin dinilai tidak mampu mengontrol bergulirnya LPI yang tidak di bawah legitimasi PSSI. Komite Darurat FIFA memutuskan pada Jumat, 1 April 2011, menggunakan Statuta FIFA artikel tujuh paragraf dua, membentuk Komite Normalisasi yang akan menggantikan tugas Komite Eksekutif PSSI.

Komite Normalisasi bertugas, mengorganisasikan pemilihan Ketum PSSI periode 2011-2015 berdasarkan Standard Electoral Code FIFA dan Statuta PSSI sebelum 21 Mei 2011. Komite Normalisasi juga bertugas merangkul LPI kembali di bawah PSSI atau jika gagal akan membubarkannya serta menjalani tugas pokok PSSI selama terjadi kekosongan pengurus dalam proses rekonsiliasi sepakbola di Tanah Air.

FIFA dari laman resminya menyebutkan, Komite Normalisasi terdiri dari orang-orang independen namun aktif di persepakbolaan nasional dan tidak akan menjabat posisi apa pun dalam kepengurusan PSSI.

Pada pernyataan terakhirnya, FIFA juga menyatakan, empat kandidat Ketum PSSI yang dibatalkan Komite Banding pada akhir Februari lalu otomatis tidak diperkenankan maju kembali dalam pemilihan kali ini. Empat kandidat itu, yakni Nurdin, Nirwan D. Bakrie, George Toisutta, dan Arifin Panigoro.

Untuk memimpin Komite Normalisasi, FIFA saat itu menetapkan Agum Gumelar sebagai Ketua Dewan Kehormatan PSSI. Komite pimpinan Agum Gumelar ini akan menggantikan kepengurusan PSSI di bawah Nurdin Halid yang tidak diakui lagi oleh FIFA.

Surat penunjukan itu ditandatangani Sekretaris Jenderal FIFA Jerome Valcke dan keluar setelah Regenass mengadakan rapat dengan anggota Komite Eksekutif (Exco) FIFA. Menurut Agum, lewat keputusan resmi FIFA itu, Komite Normalisasi akan menggantikan pengurus PSSI hingga kongres pemilihan pengurus PSSI periode 2011-2015.

"Sesuai dengan surat dari FIFA, kongres pemilihan pengurus PSSI harus dilakukan sebelum 21 Mei," kata dia. Dia menjelaskan, akan langsung menyiapkan semua kebutuhan, termasuk menghubungi orang-orang yang ditetapkan sebagai anggota Komite Normalisasi.

Atas kesediaan Agum menjalankan mandat sebagai Ketua Komite Normalisasi PSSI, Presiden FIFA Sepp Blatter, berterima kasih. Blatter kembali menegaskan keputusan Komite Darurat FIFA pada 1 April lalu bahwa Komite Normalisasi juga berfungsi selaku Komite Pemilihan PSSI. Jadi, dengan demikian, FIFA tidak mengakui Komite Pemilihan bentukan 78 pemilik suara dalam kongres di Pekanbaru, Riau, 26 Februari silam.

Melalui laman resmi mereka, FIFA mengingatkan PSSI akan dikenai sanksi jika gagal mengemban amanat itu. Pertemuan pada 19 April silam juga menyetujui proposal komposisi Komite Banding yang diajukan Komite Normalisasi berdasarkan pertemuan dengan 78 pemilik suara pada 14 April lalu.

Inilah tiga anggota Komite Banding tersebut: Ahmad Riyadh Ub (Pengurus Provinsi PSSI Jawa Timur), Rio Denamore (Persepar Palangkaraya), dan Umuh Muchtar (Persib Bandung). Selain itu, Agum juga menyerahkan proposal peraturan organisasi (PO) atau electoral code yang akan dipelajari FIFA sebelum dikirim kembali ke PSSI untuk kemudian disahkan.

Tolak Banding George dan Arifin

Namun kisruh pemilihan ketua umum PSSI belum juga mereda. Komite Normalisasi memutuskan tidak akan memasukkan nama George Toisutta dan Arifin Panigoro sebagai calon dan wakil ketua umum PSSI periode 2011-2015 mendatang. Seperti yang disampaikan Ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar di Jakarta, 13 Mei silam.

FIFA juga memberikan konfirmasi tertulis tertanggal 6 Mei 2011 yang ditandatangani Deputi Sekretaris Jenderal FIFA Markus Kattner, bahwa Komite Banding Pemilihan PSSI tak diperbolehkan memproses banding dari bakal calon yang telah dinyatakan tidak eligible oleh Komite Darurat FIFA. Demikian dikutip dari Hubungan Masyarakat PSSI, 7 Mei lalu.

Jika PSSI tidak bisa menjalankan keputusan ini, FIFA pun dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia bisa dikenai sanksi.

Surat tersebut sebagai respons atas laporan kegiatan Komite Normalisasi kepada FIFA pada 5 Mei 2011. FIFA juga telah mengetahui informasi tentang para bakal calon komite eksekutif (Exco) PSSI yang telah mengajukan banding kepada Komite Banding Pemilihan PSSI.

Komite Normalisasi pada 29 April lalu telah memutuskan menolak atau menggugurkan pencalonan George Toisutta, Arifin Panigoro, Nirwan D. Bakrie, dan Djoko Driyono untuk maju menjadi bakal calon ketua, wakil ketua dan anggota komite eksekutif PSSI periode 2011-2015.

Putusan ini merujuk keputusan FIFA pada 4 April dan 21 April 2011. FIFA melarang George Toisutta, Arifin Panigoro, Nirwan D. Bakrie, dan Nurdin Halid untuk mencalonkan diri di kongres PSSI. Sementara, Djoko Driyono yang masuk anggota Komite Normalisasi, sehingga tidak bisa diusulkan masuk bakal calon Exco PSSI periode mendatang.

Putusan kedua, Komite Normalisasi juga menolak atau menggugurkan pencalonan tujuh mantan anggota komite eksekutif (Exco) PSSI di era Nurdin Halid yang tidak kredibel lagi oleh FIFA. Tujuh nama itu adalah Bernard Limbong, Subardi, Ibnu Munzir, Muhammad Zein, Ferry Paulus, Mafirion, dan Togar Manahan Nero.

Komite Normalisasi juga memutuskan 19 nama lolos verifikasi untuk calon ketua umum PSSI, 17 nama lolos verifikasi untuk calon wakil ketua umum PSSI. Sementara, 50 nama lolos verifikasi untuk calon anggota Exco PSSI. Agum Gumelar ketika itu menyatakan untuk nama-nama yang tidak lolos verifikasi masih bisa mengajukan banding.

"Untuk nama-nama yang tidak lolos verifikasi masih dapat mengajukan banding, tapi untuk nama-nama yang ditolak atau digugurkan tidak dapat mengajukan banding," tegas Agum.

Putusan Komite Normalisasi ini tak sejalan dengan Komite Banding pemilihan. Komite Banding meloloskan kedua nama tersebut karena menilai surat dari FIFA sebagai arahan, bukan aturan. Selain itu Komite Banding beralasan ada manipulasi data dan fakta dalam proses verifikasi yang lalu.

Kelompok 78, pemilik sah suara PSSI meminta Komite Normalisasi mematuhi keputusan Komite Banding karena telah bersifat final, mengikat, dan tak bisa diintervensi pihak mana pun.

Komite Banding juga berpendapat surat dari FIFA yang menyatakan pelarangan empat calon ketua umum PSSI tidak lebih tinggi posisinya dari statuta FIFA. Hal ini disampaikan Ketua Komite Banding, Ahmad Riyadh kepada BBC Indonesia.

"Tidak ada satu pasal pun yang menyatakan surat FIFA itu lebih tinggi pangkatnya dari statuta FIFA. Surat FIFA itu sendiri adalah produk dari informasi banding yang lama yang dengan penuh dugaan manipulasi."

Ahmad Riyadh menegaskan bahwa surat dari FIFA tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam mengambil keputusan. Dan keputusan Komite Banding PSSI sudah final dan tidak perlu menunggu FIFA lagi.

Sebaliknya, Komite Normalisasi menegaskan calon yang boleh ikut adalah yang diputuskan Komite Normalisasi dan mengklaim keputusan pihaknya yang sah. Pengadilan Arbritase Olahraga Internasional juga menolak gugatan kubu George dan Arifin. Namun pendukung George dan Arifin yang dikenal dengan kelompok 78 pemilik suara PSSI itu tetap ngotot agar keduanya bisa maju.

Adapun nama calon tetap ketua umum yang saat itu diajukan: 1. Achsanul Qosasi, 2. Adhan Dambea, 3. Adhyaksa Dault, 4. Agusman Effendi, 5. Djohar Arifin Husin, 6. Erwin Aksa, 7. Habil Marati, 8. IGK Manila, 9. Iman Arif, 10. Indra Muchlis bin Adnan, 11. KRMH. Japto Soerjosoemarno, 12. H.M. Jusuf Rizal, 13. Robertus Indratno, 14. Sarman, 15. Sutiyoso, 16. Syarif Bastaman, 17. H.M. Tahir Mahmud, 18. H. Wahidin Halim, 19. Yesaya Buinei

Namun menjelang kongres, Adhyaksa Dault mundur dari pencalonan. Alhasil, hanya 18 calon yang akan bersaing merebutkan kursi ketua umum.

Meski nama George dan Arifin didaftarkan dalam pencalonan, keduanya ditolak Komite Normalisasi. Dari 18 nama yang lolos menjadi calon, tidak terdapat George dan Arifin. Dari sejumlah nama itu, Sutiyoso, Erwin Aksa, dan Gusman Effendi yang diunggulkan.

Jika kisruh selalu mendera tubuh PSSI, bisa jadi FIFA memberikan sanksi kepada induk organisasi sepak bola nasional tersebut. Risiko terberat adalah Merah Putih dilarang tampil di ajang internasional. Tak hanya bagi tim nasional, klub dari yang senior hingga anak-anak bakal terkena dampaknya. Buntutnya, persepakbolaan Indonesia semakin terpuruk. Dan, episode kisruh di tubuh PSSI terus bergulir.(MEL/ANS/dari berbagai sumber)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini