Sukses

Becermin dari Afrika Selatan

Di tengah krisis ekonomi global, selama sebulan penuh, mulai Jumat pekan ini, perhatian dunia akan tersorot ke ujung selatan Benua Afrika, tempat digelarnya putaran final Piala Dunia 2010.

Liputan6.com, Jakarta: Di tengah krisis ekonomi global, selama sebulan penuh, mulai Jumat pekan ini, perhatian dunia akan tersorot ke Afrika Selatan (Afsel), tempat digelarnya putaran final Piala Dunia (PD) 2010. Inilah event PD ke-19 dan pertama kali dilangsungkan di Benua Afrika sepanjang sejarah.

Awalnya, keputusan FIFA—melalui Komite Eksekutif pada 15 Mei 2004—untuk menunjuk negara yang dulu terkenal dengan rezim apartheidnya itu diragukan sejumlah kalangan. Wajar, selain sepakbola bukanlah cabang olahraga unggulan di negara yang mempunyai tiga Ibu Kota itu—Pretoria (eksekutif), Bloemfontein (judikatif), dan Cape Town (legislatif)—Afsel dinilai belum mampu menggelar hajatan terbesar di kolong langit tersebut.

Namun, FIFA dan Pemerintah Afsel bergeming. Sebanyak 10 stadion disiapkan untuk menggelar 64 pertandingan yang mempertandingkan 32 tim yang lolos ke putaran final. Dari kesepuluh stadion tersebut, lima di antaranya merupakan stadion baru, yaitu Cape Town Stadium (Cape Town), Peter Mokaba Stadium (Polokwane), Mbombela Stadium (Nelspruit), Nelson Mandela Bay Stadium (Port Elizabeth), dan Moses Mabhida Stadium (Durban).

Lima lainnya, yaitu Soccer City (Johannebsurg), Ellis Park Stadium (Johannesburg), Loftus Versfeld Stadium (Pretoria), Free State Stadium (Bloemfontein), dan Royal Bafokeng Stadium (Rustenburg) direnovasi. Total jenderal dana untuk membangun dan memugar kesepuluh stadion itu ditaksir hampir mencapai 1,3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 12 triliun.

Selain itu, Afsel membangun sejumlah infrastruktur vital untuk melancarkan penyelenggaraan PD 2010. Yang utama adalah sektor transportasi. Afsel menyiapkan jaringan transportasi massal antarkota, seperti Rea Vaya (sejenis BRT atau sistem Bus Rapid Transit) di samping Metrotrail dan Gautrain (kereta api bawah tanah). Tak lupa, Afsel pun menyediakan pembangkit listrik guna menjamin pasokan sumber daya selama PD berlangsung. Dari keseluruhan pembangunan yang dilakukan untuk menyukseskan putaran final PD 2010, telah digelontorkan dana hampir sebesar 4 miliar dolar AS atau sekitar Rp 37,2 triliun.

Tak hanya itu, di berbagai sektor lainnya pun tuan rumah berbenah. Demi menampung 32 tim peserta, Afsel menyiapkan sejumlah tempat penginapan dan kamp latihan bertaraf bintang lima yang dapat digunakan sebagai basecamp. Guna menyambut para turis, baik lokal (baca: Afrika) maupun mancanegara, sejumlah hotel, resort, dan tempat inap lainnya sibuk mendandani diri.

Singkat kata, Afsel mengerahkan seluruh sumber daya yang tersedia untuk menyukseskan event empat tahunan tersebut. Meskipun masih terimbas dari krisis finansial global, PD 2010 bakal memberikan dampak yang diklaim cukup signifikan terhadap perekonomian negeri paling selatan di Benua Afrika itu. Yaitu, kenaikan sebesar 0,3 sampai 0,7 persen.

Sampai sepekan sebelum digelarnya acara pembukaan, boleh dibilang Afsel telah siap menggelar PD 2010. Keberhasilan yang pantas mendapat kredit tersendiri. Gema PD telah menggema ke seluruh pelosok negeri. Tak kurang Presiden FIFA Sepp Blatter memberikan acungan jempol bagi Panitia Penyelenggara di bawah komando Danny Jordaan yang mati-matian menyiapkan turnamen paling bergengsi tersebut.

Lalu? Kesuksesan Afsel, sampai hari ini, setidaknya, memberikan pelajaran yang berharga bagi Indonesia. Terlepas dari “kengototan” Blatter dan konco-konconya yang memilih Afsel sebagai host PD 2010—Blatter justru menilainya sebagai buah kerja keras tokoh antiapartheid Nelson Mandela—di PD 2034, Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi negara Asia Tenggara pertama yang menggelar hajatan prestisius tersebut. Lo, jauh amat?

Meski tidak menerapkan sistem rotasi otomatis di antara konfederasi sejak Oktober 2007, FIFA mempunyai konsensus jika tuan rumah PD tidak boleh merupakan negara yang bernaung di konfederasi yang sama yang telah menjadi host pada dua event PD sebelumnya. Dengan Afsel di PD 2010 dan Brasil di PD 2014, maka calon tuan rumah PD 2018 hanya berasal dari konfederasi Eropa, Asia, dan Concacaf. Dengan menyimak progres bidding, besar kemungkinan PD 2018 akan digelar di Eropa dan PD 2022 di Asia. Jadi, Indonesia yang bernaung di bawah AFC baru mendapat kesempatan untuk mengajukan penawaran sebagai host di PD 2034.

Panjangnya waktu tersebut justru menjadi berkah bagi Merah Putih untuk mempersiapkan segala sarana dan prasarana plus modal yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan event sekaliber Piala Dunia. Dipastikan, anak-anak bangsa mampu membuat stadion yang canggih semisal Soccer City di Johannesburg. Yang paling utama adalah meyakinkan FIFA bahwa Indonesia mampu menyamai bahkan melampaui apa yang telah dilakukan Afsel. Tak lupa juga meminta dukungan dari negara-negara sekonfederasi dan bahkan negara dari konfederasi lain.

Untuk itu, PSSI sebagai induk organisasi sepakbola tertinggi di Tanah Air kudu melakukan quantum leap dalam hal pembinaan organisasi dan sepakbola itu sendiri. Ukurannya, harus bisa mandiri dan mampu menggelar kompetisi secara teratur, konsisten, dan tepat waktu. Jika parameter itu bisa tercapai, niscaya pemerintah pun akan memberikan dukungan. Pasalnya, jaminan dari pemerintah merupakan prasyarat wajib yang ditetapkan FIFA bagi satu negara untuk menjadi host Piala Dunia.

Last but not least, seperti kata pepatah, tidak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan Afsel. Sejumlah isu miring muncul menyikapi pembangunan sejumlah sarana yang dibutuhkan untuk menggelar PD 2010. Semisal kemiskinan yang justru melanda sejumlah rakyat jelata yang berdiam di sekitar stadion yang baru dibangun. Muncul pula kabar bahwasanya pemerintah terlambat membayar ganti rugi, baik berupa dana maupun lahan, sebagai kompensasi dari pembebasan tanah (baca: penggusuran) guna membangun stadion baru. Jika Indonesia terpilih menjadi host PD 2034 atau di edisi-edisi PD berikutnya, tak elok jika isu miring seperti itu kembali mengemuka. Sebab, jika itu terjadi, artinya kita tidak pernah becermin dan belajar dari pengalaman.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.