Sukses

Fatwa Haram Rokok, Efektifkah?

Fatwa haram rokok yang dikeluarkan Muhammadiyah memunculkan pro-kontra. Bagi yang diuntungkan dari bisnis rokok sudah tentu fatwa haram harus ditentang lantaran sangat merugikan dan dapat membalikkan periuk nasinya. Sedangkan bagi yang antirokok, fatwa haram boleh jadi solusi yang tepat. Benarkah?

Liputan6.com, Jakarta: Fatwa haram rokok yang dikeluarkan Muhammadiyah, belakangan ini memunculkan pro dan kontra dari masyarakat. Bagi yang diuntungkan dari bisnis rokok sudah tentu fatwa haram harus ditentang lantaran sangat merugikan dan dapat membalikkan periuk nasinya. Sedangkan bagi yang antirokok khususnya kaum ibu dan anak-anak yang selama ini terganggu dengan asap rokok, bahkan gara-gara rokok jatah penghasilan sang bapak untuk keluarga menjadi berkurang, fatwa haram boleh jadi solusi yang tepat.

Menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi, fatwa haram rokok bisa membantu melindungi anak-anak dari bahaya merokok. Kak Seto--demikian Seto Mulyadi kerap disapa--berharap fatwa haram rokok itu bisa membantu menyehatkan masyarakat Indonesia dan menjauhi rokok. Utamanya di kalangan anak-anak. "Dari 60 juta perokok, jumlah perokok anak sangat signifikan, mulai dari usia 5-9 tahun, hingga usia 10-15 tahun. Mereka terpengaruh dengan iklan rokok di televisi dan iklan di luar ruangan," ujarnya.

Fatwa haram rokok juga dinilai sejalan dengan Undang-undang Kesehatan dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan yang bertujuan melindungi anak. "Hanya Indonesia, negara di Asia Tenggara, yang masih membolehkan tayangan iklan rokok di TV. Padahal 90 persen anak melihat tayangan TV dan terpengaruh iklan," kata Kak Seto. Ironisnya, rokok merupakan produk yang banyak dibeli masyarakat miskin, bahkan nomor dua setelah beras.

Kembali ke soal fatwa haram rokok, menurut sejumlah sumber sebenarnya sejak abad pertengahan sudah menjadi perdebatan bagi kalangan ulama. Sejumlah ulama di sejumlah negara muslim sudah menyatakan fatwa haram merokok. Bagi ulama golongan ini rokok merupakan salah satu dari bentuk pemborosan. Uang yang seharusnya digunakan untuk hal-hal postif dan bemanfaat, justru harus dibakar, diisap asapnya dan lalu kemudian diembuskan lagi, benar-benar mubazir.

Argumen para ulama pendukung fatwa haram rokok ini juga dikuatkan dengan mengutip ayat Alquran yang menyatakan: "Dan janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dalam kehancuran, kerusakan, kebinasaan." Berangkat dari landasan ini, mereka menganalogikan bahwa bahaya yang ditimbulkan rokok sama halnya dengan menjerumuskan diri ke dalam jurang kehancuran dan kebinasaan. Atas dasar itulah, maka fatwa haram menjadi langkah yang tepat untuk menghindarkan manusia dari jurang kehancuran.

Sedangkan sejumlah ulama lain yang menolak fatwa haram berpendapat bahwa tidak ada satu nash pun, baik berupa ayat Alquran ataupun hadis yang secara tegas dan pasti menyebutkan tentang haramnya rokok. Sebagai jalan tengah dikeluarkanlah fatwa makruf bagi rokok, sebagai hal yang harus dihindari dan levelnya berada sedikit di bawah haram.

Keluarnya fatwa haram rokok sebagaimana yang dilakukan Muhammadiyah, tidak lain dari makin menguatnya kesadaran akan kesehatan. Alhasil, para ulama yang mendukung fatwa rokok haram seolah makin mendapat pembenaran akan kajian ilmiah dari bahaya merokok. Nah yang menjadi pertanyaan sekarang efektifkah fatwa haram rokok untuk lebih menjadikan umat yang lebih baik dari sisi kesehatan ataupun sisi keuangan keluarga.

Apa sih manfaatnya merokok bagi seseorang? Dulu waktu penulis masih sekolah menengah tingkat pertama, secara guyon salah seorang ibu guru yang sudah tentu bukan perokok, mengatakan ada dua keuntungan bagi orang yang merokok. Pertama rumah seorang perokok aman dari gangguan maling, karena setiap malam sang perokok berat pasti batuk-batuk, sehingga maling enggan masuk karena mengira sang tuan rumah belum tidur.

Kedua para perokok menurut sang ibu guru, biasanya juga lebih berani terhadap serangan hewan buas, seperti anjing, atau mungkin harimau sekalipun. Bila orang lain dikejar anjing atau mungkin harimau pastilah yang bersangkutan mengambil langkah seribu, sedangkan bagi perokok jangankan mengambil langkah seribu mengambil langkah sepuluh pun napasnya sudah ngos-ngosan, jadilah dia dinilai sang guru lebih berani. Sudah tentu kedua alasan di atas hanya guyonan dan sindiran sang ibu guru agar murid-muridnya tidak menjadi perokok.

Bagi para perokok sejati masalah rokok bukan lagi hanya bermain di fatwa haram atau tidak. Meski umumnya sudah tahu merokok dapat berakibat serius bagi kesehatan seperti kanker, impotensi, dan gangguan kehamilan, dan parahnya, dampak negatif terhadap kesehatan tersebut bukan hanya menimpa para perokok, tapi juga orang-orang di sekelilingnya. Namun bagi para perokok hal tersebut bisa saja diabaikan demi mendapatkan sebuah kepuasan. Embusan asap rokok bagi para perokok kadang-kadang membantu dalam konsentrasi bekerja, alat untuk bersosialisasi dan mencari teman, dan berbagai alasan lainnya.

Bagi para perokok sejati pada saat ini entah fatwa haram atau makruf tidak akan mempengaruhi niatnya untuk merokok. Belajar dari pengalaman sudah banyak fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sekalipun yang tidak digubris oleh umat. Seperti fatwa Golput Haram pada saat pemilu akan berlangsung, toh angka golongan putih atau orang yang tidak menggunakan hak pilihnya tetap tinggi.

Larangan merokok di sejumlah tempat umum lengkap dengan sanksinya yang dikeluarkan pemerintah pun tidak digubris. Terlebih, kalau hanya sekadar haram atau makruf. Kalau memang ingin benar-benar efektif mengurangi dampak bahaya merokok mungkin sebaiknya dikeluarkan cara lain yang dapat lebih efektif, seperti menaikkan cukai rokok hingga ratusan persen atau mungkin ribuan persen. Selain akan makin meningkatkan penerimaan negara, kenaikan cukai yang akan menaikkan harga rokok diharapkan dapat menekan perokok-perokok baru.

Kenaikan cukai rokok juga harus disertai dengan peningkatan asuransi bagi kesehatan masyarakat. Perangkat hukum yang jelas soal pengaturan iklan rokok, dan kampanye antirokok pun harus terus menerus dilakukan. Tidak ada salahnya juga membuat aturan perundang-undangan kesehatan yang secara tegas memungkinkan industri rokok digugat oleh konsumen akibat dampak buruknya terhadap kesehatan, sebagaimana di negara-negara maju. Di negara maju ancaman beratnya hukuman membuat mereka memindahkan industri rokoknya ke negara berkembang yang masih lemah aturan hukumnya, termasuk di Indonesia.(AYB/ANS)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.