Sukses

UU ITE Kini Menjerat Luna Maya

Kata-kata kasar Luna Maya terhadap pekerja infotainmen, yang dimuat dalam akun Twitternya, berujung gugatan. PWI laporkan Luna ke polisi, dengan menggunakan UU tentang ITE, yang dulu juga dipakai RS Omni Internasional menjerat Prita Mulyasari.

Liputan6.com, Jakarta: Siapapun bebas mencurahkan kekesalan di media. Tapi jika kata-katanya bernada kasar, Luna Maya, seorang artis terkenal, menuai protes. Masalahnya, Luna justru diadukan dengan menggunakan  UU tentang ITE, yang dulu juga dipakai RS Omni Internasional menjerat Prita Mulyasari.

Adalah pekerja infotainmen yang jadi sasaran kemarahan Luna, dan ia tulis dalam akun Twitternya, pekan lalu. Berisi kata-kata kasar, pekerja infotainment tidak terima. Mereka melaporkan masalah ini ke Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Meski pekerja infotainment masih diperdebatkan soal status kewartawanannya, PWI menindaklanjuti laporan itu. Dipimpin Kamsul Hasan, mereka mengadukan Luna ke Polda Metro Jaya dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

Beberapa pasal dalam UU tentang ITE, dimanfaatkan untuk menjerat Luna. Di antaranya pasal 27 ayat 3 junto pasal 45 ayat 1. Sedang  KUHP, PWI menggunakan pasal 310, 311, 315 dan 335 . PWI tak bisa terima perkataan Luna dalam akun Twitter. Isinya, sang artis menyebut pekerja infotainment lebih rendah dari pelacur dan pembunuh. Kalimat itu ditulis 15 Desember 2009 dan langsung dihapus lima jam kemudian. Tapi, Luna juga sempat meminta maaf, akibat perkataannya.

Artis kelahiran Denpasar, Bali, 26 Agustus 1983 dituduh tidak berhati-hati dalam meluapkan emosi. Luna mungkin lupa, atau alpa akan adagium bijak: "mulutmu, harimaumu."  Akibatnya, kekasih Ariel ini terseret ke jalur hukum. Bahkan, ia terancam hukuman enam tahun penjara atau denda Rp 1 miliar.

Emosi yang meledak-ledak bukan kali ini saja diluapkan Luna. Pelantun suara "Ku Berharap" versi dangdut ini, juga sempat marah-marah saat disinggung kedekatan Ariel dengan Aura Kasih, 28 Januari 2009. Luna kesal karena merasa dipaksa untuk diwawancara pekerja infotainment. Artis yang dinobatkan sebagai  "Bintang Paling Berkilau 2009" itu pun melenggang ke mobilnya dengan raut wajah kusut.

Luna marah, adalah biasa, karena ia manusia. Sama halnya saat Parto Patrio marah dan menembak langit-langit kafe Planet Hollywood, 21 Agustus 2004. Kemarahan mereka muncul akibat kebebasan dan privasi mereka terusik.

Menurut Psikolog Bunda Romy, penghinaan kepada insan media itu adalah ekspresi agresif Luna dalam menyelesaikan masalah. Ia berharap sang artis bersikap lunak menyikapi persoalan ini. Bunda khawatir, sebagai publik figur, tindakan Luna mempengaruhi para penggemar dan mereka pun menirunya.

Namun, kata-kata kasar itu tak seharusnya dituangkan Luna. Dan akibat kemarahannya dengan kata-kata kasar, tidak hanya berbuah kemarahan para pekerja infotainment. Mereka juga berniat hendak memboikot sang artis. Bahkan pemilik butik "LM For Hardware" dan kafe "Envy" pun tak dimintai komentar, setelah ia dilaporkan ke polisi.

Nasib Luna mirip Prita Mulyasari, meski dengan dimensi berbeda. Prita didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadao RS Omni Internasional, Tangerang, Banten. Padahal, ibu dua anak ini hanya mengeluh di e-mail nya tentang pelayanan yang ia terima selaku pasien. Tapi ia juga dijerat UU ITE. Luna juga mengeluh, tapi menyikapi dengan kalimat bernada kasar, melalui situs jejaring sosial Twitter.

Saat Prita dijerat dengan UU ITE, banyak pihak yang menentang. Alasannya, UU itu mematikan kebebasan warga negara untuk berpendapat. Penentangan UU ini oleh banyak kalangan, justru dipublikasikan oleh para jurnalis sendiri. Ironisnya, kini, UU ITE ini justru digunakan PWI, salah satu organisasi profesi para jurnalis untuk menjerat Luna. 

Sikap PWI pun dipertanyakan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI). Salah satu organisasi profesi para jurnalis yang lahir untuk menentang Orde Baru ini, menilai tindakan PWI berlebihan dan tidak proporsional. "Kata-kata dibalas kata-kata, tidak perlu sampai masuk penjara," jelas Ketua AJI, Margiyono [baca: AJI: Laporan PWI ke Polisi Berlebihan].

Sikap AJI ini didukung Dewan Pers. Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara, mengingatkan, "Jika PWI ngotot menjerat Luna dengan UU ITE, sama saja mendukung keberadaan undang-undang itu," tegasnya. Alasan Leo, Dewan Pers menolak keras UU ITE. Mereka juga menyerukan pada pemerintah dan DPR bahwa sejumlah pasal di dalam UU itu, di antaranya Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 45 ayat 1, dinilai mengekang kemerdekaan pers.

Anggota Komisi I DPR Rachel Maryam juga satu suara. Ia menginginkan UU ITE segera direvisi. Alasan politisi asal Partai Gerindra ini, karena penjabaran UU itu terlalu luas dan aturan mainnya kurang terperinci. Karena itu, politisi yang juga artis ini akan segera memprioritaskan, agar usulan itu supaya dibahas dalam rapat kerja di DPR [baca: Rachel Maryam: UU ITE Perlu Direvisi].

Proses hukum PWI ke Polda Metro Jaya, sama seperti kasus Prita. Dukungan publik melalui dunia maya terhadap Luna mengalir deras. Hingga kini sudah hampir 40 ribu pengguna situs jejaring sosial Facebook yang mendukung dan diperkirakan terus bertambah. Tandingannya dari kelompok yang berseberangan dengan Luna, pun menggunakan jejeraring yang sama. Sudah 10 ribu facebooker mendukung sikap para pekerja infotainment itu.

Kini, perseteruan bukan lagi antara Luna dan PWI. Ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Jember, Ayub Junaidi, ikut mengecam langkah PWI, karena menggunakan UU ITE. Agus Sudibyo dari Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi, juga berpandangan sama. "Langkah PWI sebuah kesalahan besar dan konyol," ujarnya.

Melihat perseteruan Prita dan RS Omni Internasional, yang menjalani proses hukum dengan sangat melelahkan kedua belah pihak, menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan, tampaknya akan lebih bijak. Jika langkah ini yang dilakukan, AJI dan Arswendo Atmowiloto bersedia menjadi mediator.  Kini, tinggal menunggu sikap PWI: menempuh jalur hukum, atau menyelesaikan secara kekeluargaan(ETA)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini