Sukses

Kado Lebaran dari Mojosongo

Sepandai-pandai Noordin berkelit, akhirnya tertembak juga. Petualangan gembong teroris asal tanah Johor Malaysia itu berakhir di Kepuhsari, Mojosongo, Solo, Jawa Tengah. Tertangkapnya Noordin Moh Top meski telah terbujur kaku menjadi mayat, tetap melegakan masyarakat. Ucapan selamat terus mengalir ke Mabes Polri atas keberhasilan itu. Kapolri Jendral Bambang Hendarso Danuri menyebutnya sebagai kado lebaran. Sebuah kejutan yang melegakan.

TIGA hari menjelang Lebaran, kabar yang sekian tahun ditunggu-tunggu itu akhirnya datang. Tanpa publisitas televisi secara berlebihan seperti saat pengepungan di Temanggung, Jawa Tengah, 8 Agustus silam, tim Detasemen Khusus atau Densus 88 Antiterorisme melumpuhkan empat orang yang diduga kuat teroris hingga tewas, termasuk korban cedera seorang perempuan hamil. Menurut polisi, wanita yang kemudian diketahui bernama Putri Munawaroh ini turut tertembak lantaran tak mengindahkan peringatan polisi agar keluar dari rumah kontrakan yang sedang dikepung. Rumah ini terletak di Kampung Kepuhsari, tepatnya di Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres, Solo.

Dari tengah malam hingga pagi itu, polisi memang belum dapat memastikan identitas orang-orang yang berada di dalam rumah tersebut. Yang jelas, rentetan tembakan kerap beberapa kali terdengar memecah kesunyian malam kampung gersang yang terletak di pinggiran utara Kota Solo, Jawa Tengah, tersebut. Dan sedikitnya dua ledakan terdengar dari rumah sewaan yang dikelilingi pepohonan itu. Rumah itu diketahui ditempati Susilo alias Adib. Lelaki ini keseharian dikenal para tetangga sebagai pengurus sapi di sebuah pondok pesantren di Mojosongo. Tak dinyana pria ini justru belakangan diketahui bagian dari jaringan teroris.

Ketika terang tanah, satu ambulans dan sebuah mobil jenazah tampak meluncur sampai di lokasi kejadian. Terutama, setelah tim pemburu teroris memastikan target mereka telah dilumpuhkan. Sejak itulah berembus kabar Noordin yang disebut-sebut salah seorang pemimpin tandzim Al-Qaidah wilayah Asia Tenggara tewas terbunuh. Selain menembak empat tersangka teroris, polisi meringkus tiga orang. Tak cuma itu, tim Densus 88 menemukan delapan karung bahan peledak.

Menurut juru bicara Markas Besar Polri Inspektur Jenderal Polisi Nanan Sukarna, polisi menemukan pula sejumlah granat dan senjata di rumah yang disewa selama lima bulan oleh pasangan Adib Susilo dan Putri Munawaroh tersebut. Polisi juga mendapati dua komputer jinjing merek Acer dan Toshiba, satu handycam, dua telepon genggam, buku tabungan, dan dokumen tertulis.

Kendati demikian, tak banyak warga mengetahui secara persis proses evakuasi empat jenazah yang diduga teroris tersebut. Yang jelas, Kamis siang polisi segera bergerak cepat mengurus keempat jasad yang tewas dalam baku tembak di Kampung Kepuhsari, Mojosongo. Hari itu juga keempat jenazah diterbangkan ke Ibu Kota, untuk proses identifikasi di Rumah Sakit Polri, Kramatjati, Jakarta Timur. Kepala Polri atau Kapolri pun datang ke Rumah Sakit Polri. Bahkan, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso turut mendampingi Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri.

Tentu saja, perhatian dari dua pucuk pimpinan militer dan kepolisian ini kian menguatkan dugaan salah satu teroris yang melayang nyawanya di Mojosongo adalah Noordin M. Top. Pria berusia 41 tahun asal Malaysia ini memang sedang diburu aparat karena terlibat banyak pengeboman di Indonesia. Terakhir, Noordin disebut-sebut di belakang serangkaian aksi bom bunuh diri di Hotel JW Marriott dan Ritz-Carlton di Mega Kuningan, Jakarta Selatan, 17 Juli silam [baca: Jejak Bom dan Perburuan Teroris].

Noordin memang terkenal lihai meloloskan diri. Betapa tidak? Sembilan tahun gembong teroris di Asia Tenggara ini diburu polisi di Indonesia, belasan kali pula dia lolos. Sepak terjang lulusan Universiti Teknologi Malaysia ini pun sangat menakutkan. Bersama Doktor Azahari Husin, Noordin menebar teror di Tanah Air, yakni berkali-kali kedua warga Malaysia itu terlibat atau mendalangi peledakan bom di Bali dan Jakarta. Setelah perburuan panjang, Azahari tewas dalam pengepungan di Kota Batu, Jawa Timur, empat tahun silam. Setahun kemudian, Noordin pun nyaris masuk dalam genggaman polisi ketika penyergapan besar-besaran di Wonosobo. Pun dalam penyergapan di Temanggung, Jawa Tengah, bulan silam. Noordin yang sangat piawai merekrut anggota Jamaah Islamiyah atau calon pelaku bom bunuh diri itu diyakini tewas meskipun belakangan tidak terbukti [baca: Noordin M(emang) Top].

Perburuan terhadap dedengkot teroris di Indonesia dan Malaysia itu akhirnya usai. Hanya hitungan jam setelah empat jenazah teroris tiba di Jakarta, Kapolri Bambang Hendarso memastikan salah satu korban tewas dalam penggerebekan di Mojosongo, Solo, adalah Noordin. "Berdasar sidik jari, terdapat kesamaan pada 14 titik, baik jari kiri maupun kanan identik dengan DPO (Daftar Pencarian Orang) yang sembilan tahun kita jadikan target untuk kita tangkap. Dan dia adalah Noordin M Top," ujar Kapolri di Markas Besar Polri, Jakarta.

Menurut Jenderal Bambang Hendarso, keberhasilan tim Densus melumpuhkan empat teroris dalam penggerebekan Kamis pagi itu menjadi berkah bagi bangsa Indonesia. "Ini adalah berkah di bulan Ramadan bagi seluruh bangsa Indonesia." Kapolri menambahkan, selain Noordin, korban yang tewas adalah Bagus Budi Pranoto alias Urwah (pengebom Kedutaan Besar Australia pada 2003), serta Susilo alias Abid yang menghuni rumah di Mojosongo, Ario Sudarso alias Aji alias Suparjo Dwi Anggoro alias Dayat alias Mistam Husamudin. Sementara korban luka adalah Putri Munawaroh yang dirawat di RS Polri yang tak lain istri Susilo.

Dua hari kemudian, kepolisian pun memastikan satu dari empat jenazah tersangka teroris yang tewas dalam penggerebekan di Mojosongo, Solo, adalah Noordin M. Top. Kepastian ini diperoleh setelah Mabes Polri melakukan tes asam deoksiribonukleat (DNA) terhadap jenazah tersebut yang dicocokkan dengan contoh DNA dari ketiga anak Noordin. Kepastian ini diungkapkan juru bicara Polri, Nanan Sukarna.

Bila tak ada pencocokan sidik jari atau tes DNA, polisi memang kerepotan. Dari sepuluh wajah Noordin yang dibuat secara rekayasa oleh kepolisian, ternyata tidak satu pun yang mirip dengan wajah sebenarnya. Dalam foto pascapenggerebekan di Mojosongo, Solo, sang gembong teroris tampak berjanggut panjang dan berkumis.

Sejatinya, sebelum penyergapan di Mojosongo, polisi sedang memburu Urwah alias Bagus Budi Pranoto, bekas terpidana terorisme yang pernah ditangkap polisi pada Juli 2004. Urwah lolos dalam operasi di Solo pada 7-8 Agustus silam. Dan usai membekuk Rohmad Puji Prabowo alias Bejo dan Supono alias Kedu di Solo, Rabu siang, polisi langsung menuju rumah kontrakan Susilo di Kepuhsari. Nah, sesuai keterangan Bejo, Urwah ada di rumah Susilo. Bejo sendiri merupakan rekan Urwah selama ini.

Ternyata, tim pemburu teroris sedang mujur. Saat penyergapan yang diwarnai baku tembak, terungkap ada dua buronan penting di kediaman Susilo, yaitu Ario Sudarso dan Noordin M. Top. Adapun Ario Sudarso adalah perakit bom yang juga melatih Sugi, perakit bom di kelompok Palembang yang diringkus pada 2008.

Terlepas benar tidaknya ada unsur keberuntungan, banyak kalangan baik dalam maupun luar negeri memuji keberhasilan Polri. Tak kurang dari Presiden menyampaikan apresiasi terhadap Polri lantaran melumpuhkan gembong teroris yang paling dicari di dalam negeri.

Pujian juga datang dari luar negeri. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan, tewasnya Noordin M. Top adalah prestasi signifikan yang akan membuat kawasan Asia Tenggara lebih aman. "Ini adalah prestasi signifikan yang akan membuat Indonesia dan kawasan lebih aman," kata Lee dalam surat kepada Presiden Yudhoyono, seperti dirilis Kementerian Luar Negeri Singapura.

Seperti sejawatnya dari Singapura, Perdana Menteri Australia Kevin Rudd memuji dan menyampaikan selamat kepada Indonesia. "Ini adalah operasi yang sangat sulit dan memakan waktu panjang. Kredit (keberhasilan) ini pantas diberikan untuk bangsa Indonesia lewat aparat keamanannya yang telah menunaikan tugas ini," katanya dalam sebuah wawancara dengan ABC AM, Jumat pagi.

Sukses Polri pun mendapat pujian dari Amerika Serikat. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Philip J. Crowley menyatakan, penggerebekan yang dilakukan kepolisian Indonesia itu sebagai kemajuan penting. "Tentu saja, ini menunjukkan kemajuan penting yang dicapai Indonesia dalam memerangi kalangan politik garis keras," kata Crowley, menjawab pertanyaan sejumlah wartawan di Washington DC, AS, Kamis silam.

Namun, segala pujian itu dinilai secara hati-hati oleh Ketua Badan Pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat Institut Setara, Hendardi. Ia berpendapat, kematian Noordin M. Top tidak berarti terorisme di Indonesia menjadi lumpuh. Dalam siaran persnya, Ahad silam, Hendardi menyatakan, masih ada kader-kader baru yang telah dididik dengan cara pandang "xenophobia" (kebencian terhadap sesuatu hal yang dianggap asing atau berbeda) dan pemikiran yang membenarkan tindak kekerasan.

Selain itu, menurut Hendardi, masih terdapat sejumlah orang yang dinyatakan buron yang hingga kini masih belum ditangkap polisi. Misalnya, Syaifudin Zuhri bin Djaelani Irsyad alias Syaifudin Jaelani. Semua itu, imbuh Hendardi, berpotensi menjadi cikal bakal teror baru di tengah masyarakat.

Tak hanya itu, tewasnya Noordin M. Top diduga mengubah garis komando jaringan kelompok Noordin. Polisi mengaku mengantisipasinya. "Sepengetahuan saya sudah pasti akan jadi atensi dari tim (Densus 88), bahwa itu kemungkinan yang harus diantisipasi, sejak sekarang tentunya," kata juru bicara Mabes Polri Nanan Sukarna. Setelah tewasnya Noordin, kelompok ini diduga akan dikomandoi Syaifuddin Zuhri. Kemampuan Zuhri merekrut orang merupakan salah satu alasan yang membuatnya cukup berpengaruh.

Pandangan berbeda datang dari pakar terorisme dari Institute of Defence and Strategic Studies di Singapura, John Harrison. Seperti dikutip jaringan televisi Aljazeera, Harrison mengatakan, Noordin M. Top kemungkinan sulit digantikan karena sangat sedikit individu yang mampu mengkombinasikan kharisma, kemampuan organisasi, dan jaringan yang dimilikinya.

Noordin M. Top diyakini menjadi pemimpin kelompok sempalan yang terkait dengan Jamaah Islamiyah yang berjuang mendirikan Negara Islam di Asia Tenggara. Pada 2005, dalam rekaman video, Noordin mengklaim dirinya sebagai perwakilan jaringan Al-Qaidah di Asia Tenggara, yang akan melakukan serangan terhadap warga sipil Barat dan membalas kematian orang muslim di Afghanistan.

Kini, petualangan penebar teror itu telah tamat. Kapolri Jenderal Bambang Hendarso memastikan jenazah Noordin bisa diambil setelah Lebaran. Gembong teroris itu rencananya akan dimakamkan di kawasan Sungai Tiram, Johor Baru, Malaysia.

Dan, sukses Polri menewaskan Noordin seolah "kado Lebaran" untuk pemberantasan terorisme di Tanah Air. Bahkan, saat musim mudik Lebaran seperti sekarang, banyak orang menyempatkan diri menyaksikan rumah yang sempat dijadikan persembunyian teroris di Mojosongo itu.(ANS/Dari berbagai sumber)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini