Sukses

Melawan "Hantu" Flu Babi

Selama hampir dua minggu terakhir, berita flu babi menghiasi halaman muka koran-koran nasional dan menjadi headline di program berita televisi. Negara-negara maju sudah sibuk siap siaga sejak tiga bulan lalu. Tapi pemerintah seolah terkesan biasa-biasa saja. Haruskah ada korban nyawa lebih dulu, baru kemudian ada tindakan konkrit yang lebih serius?

Gadis kecil terkapar di aspal panas
Tinggal menatap ibu bapa memungutnya
Sebuah permata keluarga hilang sudah
Hari ini dia, esok siapa
Hari ini dia, esok siapa

("Hari ini dia, esok siapa" - Vokal: Tika Bisono & Pahama)

Apa kaitan lagu itu dengan flu babi? Secara langsung, tidak ada. Cuplikan lagu yang pernah dipopulerkan oleh penyanyi Tika Bisono yang berpadu sangat apik dengan latar belakang paduan grup vokal pria, Pahama, di era 80-an itu mengingatkan penulis bahwa virus A-H1N1 itu sudah sampai di Tanah Air. Dan barangkali juga sudah ada di depan pintu rumah kita. Dengan kata lain, kita hanya tinggal menunggu: "Hari ini dia, esok lagi siapa" seperti refrain lagu itu.

Ketika awal Mei lalu ada kabar beberapa orang di Meksiko terjangkit influenza "aneh", yang lalu disebut flu Meksiko, orang belum terlalu peduli. Mungkin juga termasuk sebagian besar masyarakat kita. Banyak alasan. Di antaranya, karena kita tidak ada ikatan psikologis dengan orang Meksiko. Lagi pula, bukankah letak geografis Meksiko berada di seberang lautan Atlantik nun jauh di Amerika Latin sana? Tapi saat virus influenza A (H1N1) itu mampu "berimigrasi" bersama turis, pebisnis, kaum pekerja, dan lain-lain, hingga ke berbagai negara lain, barulah kita mulai khawatir. Apalagi setelah negara tetangga terdekat kita, Malaysia mengumumkan diri bahwa ada sedikitnya 804 kasus penderita influenza A. Maka, seperti biasa, kita pun mulai sibuk bereaksi.

Apa itu virus influenza A (H1N1)? Pakar mikrobiologi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Profesor Widya Asmara, menyatakan virus A-H1N1 adalah jenis virus baru penyebab flu babi yang saat ini mewabah di Meksiko. Wabah flu babi di Meksiko telah menyebabkan kematian sedikitnya 400 orang. Menurut Profesor Widya, virus A-H1N1 merupakan hasil pencampuran genetik beberapa virus influenza. Sebelumnya virus A-H1N1 memang endemi pada populasi babi dan manusia. Namun, dampaknya tidak seganas seperti virus A-H1N1 yang berkembang seperti saat ini. Kata Guru Besar Mikrobiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UGM ini, virus A-H1N1 itu mulanya tergolong 'klasik'. Gejalanya seperti influenza biasa. Virus yang menjadi wabah sekarang ini merupakan hasil gabungan genetik berbagai virus, di antaranya virus influenza Amerika, virus influenza Eurasia, dan influenza unggas. Yang harus diwaspadai, katanya, justru penularannya dari manusia ke manusia, atau manusia ke babi. Virus A-H1N1 tidak mewabah dari babi ke babi.

"Apabila ada manusia yang tertular, bisa berpotensi menularkannya kepada manusia lain atau menularkannya pada babi," kata Profesor Widya (Kompas, 19/5/2009).

Kekhawatiran terhadap wabah flu Meksiko atau yang lebih familiar disebut flu babi, telah menjadi kecemasan dunia internasional. Terlebih setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui ketuanya, Margaret Chan, mengumumkannya sebagai wabah global. Tapi negara-negara di seluruh dunia menyatakan diri siap memberantas virus flu babi dan meminta warga dunia tidak panik. Data sementara WHO menunjukkan kematian akibat virus influenza A (H1N1) di seluruh dunia mencapai 492 orang, dan kemungkinan jumlah ini akan terus meningkat. Mengingat nyaris tak ada pembatasan dinamika pergerakan aktivitas manusia dari satu negara ke negara lain di seluruh dunia. Para pemimpin dunia lebih menganjurkan aspek kewaspadaan untuk menghentikan wabah A-H1N1. Influenza A-H1N1 kini sedikitnya telah menginfeksi 400 ribu orang di 74 negara.

Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, menyatakan negaranya tetap siap siaga. Tapi tidak meningkatkan level kewaspadaan nasional itu. Meski, sejauh ini lebih dari 1.300 orang terjangkit flu babi. Australia termasuk negara yang mengalami dampak terburuk ke lima di seluruh dunia akibat flu babi, setelah Amerika Serikat, Meksiko, Kanada, dan Chile.
 
Para pemimpin negara-negara ASEAN pun telah berkumpul untuk membicarakan penanganan wabah flu babi ini. Di antaranya berkoordinasi dengan Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat yang berada di Atlanta dan juga bekerja sama dengan WHO mengenai pertukaran informasi. Termasuk menjajagi efektivitas penggunaan vaksin saat ini, dan mengembangkan metode diagnosis yang lebih baik dan lebih cepat.

Sosialisasi berbagai informasi dan disiplin dalam menjalankan peraturan berkaitan dengan pencegahan flu babi, menjadi jauh lebih penting dibandingkan dengan upaya pengobatannya. Dalam hal ini, pemerintah diminta lebih aktif dan tegas mencegah masuknya virus H1N1. Terutama terhadap pengawasan arus masuk orang melalui bandara kedatangan luar negeri. Kesiapsiagaan inilah yang sangat kurang dan lemah. Di Tanah Air kini paling tidak telah ada 140-an kasus flu babi dan kemungkinan akan terus bertambah. Asisten Direktur Jenderal WHO Keiji Fukuda telah memperingatkan bahwa wabah kemungkinan besar akan bertahan sampai dua tahun.

"Saya lihat pengamanan bandara di Indonesia biasa-biasa saja, tidak sama seperti di sejumlah negara yang cukup siap dalam upaya mencegah flu babi yang kemungkinan dibawa dari luar," kata anggota Komisi I DPR RI Effendy Choirie kepada pers. Effendy Choirie mencontohkan, beberapa negara Eropa, seperti Jerman itu cukup siaga sebagai langkah pertama pencegahan wabah flu babi. Saat tiba di bandara, semua penumpang dan pendatang wajib diperiksa memakai alat pemindai suhu tubuh (thermal scanner), dilengkapi pembersih tubuh (body cleaner) dan rontgen untuk mengkonservasi penumpang yang menunjukkan gejala panas tinggi. Selain itu mereka harus pula menggunakan masker yang dibagi-bagikan.

Indonesia juga telah melakukannya di pintu-pintu keluar masuk bandara. Perbedaannya yang paling mencolok adalah di masalah kesadaran dan disiplin diri warganya. Meski flu babi dinyatakan para ahli berpotensi kecil terhadap kematian, tapi dengan kondisi gizi yang masih buruk, kepadatan penduduk di perkotaan yang luar biasa, potensi penularan akan sangat cepat. Bisa jadi, maut pun akan datang menjemput. Kalau sudah begini, tinggal menunggu: "Hari ini dia, esok (lagi) siapa".(* dari berbagai sumber)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini