Sukses

Nyanyian Sumbang di Tengah Pesta

Ditahan dan divonisnya Aulia Pohan, nyanyian sumbang Agus Condro, dan tergusurnya Antasari Azhar, memang bagaikan pantun berbalas pantun. Dan itu semua tersaji dalam rangkaian pesta demokrasi pemilu presiden 2009.

Liputan6.com, Jakarta: "Nuansa politisnya sangat pekat." Kalimat ini meluncur dari mulut Aulia Tantawi Pohan, terpidana kasus skandal korupsi Bank Indonesia, tak lama setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan hukuman penjara 4,6 tahun dan denda Rp 200 juta kepadanya. Padahal tak sampai sebulan, pemilihan presiden 2009 bakal dilangsungkan.

Sebagaimana diketahui, Aulia Pohan menjadi santapan media massa karena dia adalah besan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Nama Aulia menjadi bulan-bulanan, seolah-olah tokoh sentral dari cerita di balik skandal Bank Indonesia yang merugikan negara sekitar Rp 100 miliar pada 2003. Padahal di belakang Aulia, berbaris sejumlah nama penggede Bank Indonesia, seperti mantan Deputi Gubernur BI Maman Somantri, Bunbunan Hutapea, Aslim Tadjuddin, mantan Kepala Biro Gubernur BI Rusli Simanjuntak, dan mantan Deputi Direktur Hukum Oey Hoey Tiong.

Bukan itu saja, mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah pun, tak luput dari bekapan bui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan terpidana dari kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), menyembul nama-nama Antony Zeidra Abidin dan Hamka Yandhu.

Menurut Aulia, tuduhan korupsi dengan tujuan memperkaya diri sendiri dan memperkaya orang lain sangat besar muatan politisnya. "Seandainya saya bukan besan presiden, saya tidak akan berada di sini," katanya. Bahkan Aulia menuding ada pihak yang berusaha menghancurkan nama baik keluarga besarnya, dengan menjeratnya sebagai terdakwa. Dan sebaliknya, Aulia yakin ada pihak yang ingin mendapat nama baik karena berani menjerat seorang besan presiden.

Banyak pihak menduga, nasib yang menimpa Aulia Pohan ini tentunya akan mempengaruhi citra politik sang besan, Susilo Bambang  Yudhoyono, sebagai calon presiden 2009-2014. Apalagi sudah lama publik mendambakan figur pimpinan yang bebas Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).  

Tapi benarkah serentetan berita yang menempatkan Aulia Pohan di posisi kunci, membuat popularitas SBY terpuruk? Ketika Aulia Pohan ditahan KPK pada November 2008, justru mendongkrak citra SBY di mata publik. Survei yang dilakukan Center for Indonesian Regional and Urban Studies (CIRUS) Surveyors Group pada November 2008 menyebutkan, popularitas SBY berada di angka 36,69 persen, jauh di atas Megawati Soekarnoputri yang hanya mengais 16,20 persen. "Faktor penangkapan Aulia Pohan yang merupakan besan presiden SBY dan penurunan harga BBM, menjadi penting terhadap naiknya popularitas SBY," kata Research Manager CIRUS Research Group Hasan Nasbi A, saat memberikan laporan survei tersebut.

Barangkali tak terbayangkan oleh lawan-lawan politik SBY, bahwa berita soal korupsinya Aulia Pohan justru mendongkrak popularitas. Boleh jadi karena SBY pun secara tegas pernah menyatakan, tak akan mencampuri proses hukum besannya. Meski begitu, dalam banyak diskusi politik, faktor besan SBY yang ditahan karena kasus korupsi, menjadi kartu "balak" bagi kubu SBY.

Pada masa kampanye terbuka sekarang ini, percaturan politik semakin meriah dengan tindak lanjut KPK terhadap laporan kader PDIP Agus Condro, atas dugaan suap dalam kasus Miranda Goeltom. Apalagi nyanyian sumbang Agus telah menyeret empat anggota dewan sebagai tersangka, dan menyeruakkan tokoh-tokoh utama PDIP sebagai target KPK.

Terlepas ada skenario politik atau tidak di balik kasus Agus Condro, yang jelas, publik membaca kasus ini layaknya serangan balik terhadap kubu lawan SBY. Begitu banyak kader PDIP yang kini disebut-sebut terima duit panas, dan memunculkan semacam pendulum politik yang terkesan sedang dimainkan. Kalau toh nanti tak terbukti, yang jelas masyarakat telah menerima pesan politik minor tentang PDIP dan kader-kadernya.

Yang juga memicu pertanyaan adalah, kenapa kasus Agus Condro mencuat setelah Antasari Azhar dikirim ke penjara. Aulia Pohan ditangkap KPK saat Antasari masih menjabat sebagai Ketua KPK, sedangkan laporan Agus Condro mengenai dugaan suap yang dapat menjerat Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Swaray Goeltom dan sejumlah petinggi PDIP, justru mandeg.

Mandegnya penyelidikan dan penyidikan kasus Agus Condro, mencuatkan spekulasi, adakah kaitan dengan terpilihnya Antasari sebagai Ketua KPK dalam tes kelayakan yang dilakukan DPR. Antasari yang didukung penuh fraksi PDIP dalam pemilihan Ketua KPK, sempat disebut-sebut menahan kasus ini. Setelah Antasari terjerat kasus pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, dan tergusur dari kursi Ketua KPK, keadaan berbalik. KPK langsung menetapkan empat tersangka kasus suap Bank Indonesia terkait laporan Agus Condro.

Tetapi spekulasi politik ini, dibantah oleh Wakil Ketua KPK M. Jasin. KPK berargumen penetapan status tersangka tersebut karena KPK telah menemukan bukti yang kuat untuk mengajukan kasus ini ke meja hijau.

Semakin dekat ajang Pemilihan Umum Presiden 2009, 8 Juli mendatang, nyanyian Agus Condro pun semakin lantang. Agus kemudian menyebutkan nama sejumlah petinggi PDIP yang dikenal sebagai orang-orang terdekat Mega. Ketua Fraksi PDIP di DPR Tjahjo Kumolo dan Wakil Sekretaris Fraksi Panda Nababan, dituding mengarahkan anggota fraksi untuk memilih Miranda Goeltom yang diajukan Megawati Soekarnoputri, dari dua calon lainnya, pada saat memilih Deputi Gubernur Senior BI pada Juni 2004.

Tudingan itu telah dibantah Tjahjo dan Panda. Sang tertuduh pemberi suap pun, Miranda Goeltom, membantah telah memberi suap.

Ditahan dan divonisnya Aulia Pohan, nyanyian Agus Condro, dan tergusurnya Antasari Azhar, memang bagaikan pantun berbalas pantun. Dan itu semua tersaji dalam rangkaian pesta demokrasi pemilu presiden 2009. (ROM)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.