Sukses

Oposisi Mesir Belum Satu Suara

Kelompok oposisi yang menuntut pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak gagal menyetujui sikap bersama sebelum perundingan dengan Wakil Presiden Omar Suleiman untuk mengatasi krisis terburuk dalam 30 tahun negara itu.

Liputan6.com, Kairo: Pemerintah Mesir membuka pintu dialog, tapi kalangan oposisi belum menemui titik temu. Kelompok oposisi yang menuntut pengunduran diri Presiden Hosni Mubarak gagal menyetujui sikap bersama sebelum perundingan dengan Wakil Presiden Omar Suleiman untuk mengatasi krisis terburuk dalam 30 tahun negara itu [baca: Pemerintah Mesir Buka Pintu Dialog dengan Oposisi].

Ikhwanul Muslim, kelompok oposisi paling berpengaruh dan terorganisasi rapi, Ahad (6/2), akhirnya setuju ikut dalam perundingan, kendati sebelumnya menolak tawaran itu. Juru bicara Ikhwanul Muslimin mengatakan, perudingan itu akan diselenggarakan Ahad pukul 11.00 waktu setempat (16.00 WIB) untuk membicarakan proses pengunduran diri Mubarak, hak melakukan protes di tempat-tempat umum dan jaminan keselamatan mereka.

Televisi pemerintah memberitakan, Suleiman mulai menggelar pertemuan dengan para tokoh oposisi independen dan utama, Sabtu silam. Pertemuan ini membahas opsi-opsi terkait jaminan pemilihan presiden yang bebas dan jujur dengan tetap berpegang pada konstitusi. Namun, tidak disebutkan nama kelompok lain yang ikut berunding dengan wakil presiden.

Usul itu diajukan satu kelompok yang menamakan dirinya "Dewan Orang-orang Bijak" yang termasuk Suleiman yang memangku kekuasaan kepresidenan untuk sementara menjelang pemilu. Hanya saja, beberapa tokoh oposisi mempersoalkan apakah itu berarti pemilihan presiden mendatang akan diselenggarakan berdasarkan syarat-syarat yang tidak adil seperti yang dilakukan tahun-tahun sebelumnya.

Mereka ingin terlebih dulu memilih anggota parlemen baru. Ini bertujuan mengubah konstitusi sehingga membuka jalan bagi satu pemilihan presiden yang demokratis.

Pembangkangan rakyat melanda Mesir sejak 25 Januari silam. Saat itu para pemerotes berkumpul di tengah kota Kairo, menuntut pengunduran diri Mubarak. Adapun pada Selasa silam, Presiden Mubarak menyatakan tidak akan mencalonkan diri lagi dalam pemilu September.

Mesir, negara Arab yang paling banyak penduduknya dan berpengaruh, menghadapi bahaya kekosongan kekuasaan kecuali tercapai satu kesepakatan bagi satu pemerintah peralihan. Saat perundingan dilakukan, televisi pemerintah mengumumkan bahwa dewan pimpinan Partai Demokrat Nasional yang berkuasa, termasuk putra Mubarak, Gamal mengundurkan diri. Pengunduran diri itu segera dikecam oleh oposisi sebagai satu tipu muslihat.

Mohammed Habib, anggota Ikhwanul Muslimin mengatakan: "Itu adalah satu usaha untuk memperbaiki citra partai itu, tapi hal tersebut tidak akan mengendurkan tujuan utama revolusi: menjatuhkan rezim itu, bermula dengan pengunduran diri Presiden Mubarak."

Usulan "Orang-Orang Bijak" itu didasarkan pada pasal 139 konstitusi yang akan mengizinkan Mubarak menyerahkan kekuasaan eksekutif kepada wakilnya, sementara tetap menyandang pemimpin yang hanya namanya sampai September. Demikian dikemukakan Disa Rashwan, seorang pakar pada Pusat Studi Politik dan Strategis Al-Ahram dan salah seorang "Orang-Orang Bijak", kepada Reuters.

Usul penyerahan kekuasaan kepada Suleiman adalah satu kompromi terhadap tuntutan para pemrotes bagi pengunduran diri segera Mubarak dan keputusannya untuk tetap memangku jabatan sampai akhir masa jabatannya September.

Rashwan mengatakan semua faksi oposisi termasuk Ikhwanul Muslimin diundang menghadiri pertemuan itu, tapi mereka berbeda pendapat mengenai sejumlah masalah. Di antaranya ada yang menghendaki Mubarak tetap menjadi presiden kendati simbolis.

"Konsultasi-konsultasi sedang dilanjutkan untuk mengusahakan diakhirinya krisis ini," katanya. "Kalangan muda tidak menyetujui kehadiran Mubarak dalam bentuk apa pun. Kami berusaha membujuk mereka untuk menerimanya...Kami berusaha mencapai satu kompromi."

Kelompok-kelompok oposisi utama adalah Ikhwanul Muslimin, Koalisi Nasional bagi Perubahan yang dipimpin pemenang hadiah Nobel Perdamaian Mohamed ElBaradei, kelompok Kefaya dan barisan pemuda yang diwakili Gerakan Enam April, Partai Wafd yang liberal dan partai Tagammu yang berhaluan kiri.(ANS/Ant)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.