Sukses

Inggris Akhirnya Minta Maaf Atas "Ahad Berdarah"

Perdana Menteri Inggris David Cameron, Selasa (15/6) waktu setempat, meminta maaf atas pembunuhan Ahad Berdarah, salah satu hari tergelap dalam sejarah Irlandia Utara, dengan menyebutnya "tidak adil dan tidak dibenarkan."

Liputan6.com, London: Perdana Menteri Inggris David Cameron, Selasa (15/6) waktu setempat, meminta maaf atas pembunuhan Ahad Berdarah, salah satu hari tergelap dalam sejarah Irlandia Utara, dengan menyebutnya "tidak adil dan tidak dibenarkan".

Dia mengatakan tak satupun dari korban bersenjata dan tentara tak memberikan peringatan sebelum melancarkan tembakan. Pernyataan Cameron merujuk kepada satu laporan yang telah lama dinanti-nantikan tentang penembakan 13 warga sipil oleh tentara Inggris pada 1972. "Tak ada keraguan ... apa yang terjadi pada Ahad Berdarah tak adil dan tak dibenarkan. Itu salah," kata PM Inggris kepada parlemen di London seperti dilaporkan AFP.

"Sejumlah anggota pasukan bersenjata kita berbuat salah," ujarnya, "Pemerintah bertanggung jawab atas apa yang dilakukan pasukan bersenjata. Dan untuk ini, atas nama pemerintah, atas nama negara, saya menyampaikan permohonan maaf sedalam-dalamnya."

Perminaan maaf Cameron disambut gembira oleh keluarga dan ribuan pendukung yang mendengarkannya di layar raksasa di Londonderry, tempat penembakan terjadi. Di tengah-tengah acara itu di kota kedua Irlandia Utara, sanak-saudara korban menyuarakan rasa suka atas akhir dari kampanye 38 tahun memulihkan nama baik para anggota keluarga mereka.

"Sekarang dunia mengetahui kebenaran," ujar Liam Wray. "Jim dibunuh, Jim tak bersalah." Laporan yang disiarkan tersebut mendapati Jim Wray ditembak di bagian belakang, mungkin ia tergeletak karena terluka.

Pembunuhan-pembunuhan itu, ketika tentara Inggris melepaskan tembakan ke arah pawai hak sipil di Londonderry, merupakan salah satu insiden paling kontroversial dalam sejarah Irlandia Utara, dan ada kekhawatiran laporan setebal 5.000 halaman itu bisa membuka lagi luka-luka lama.

Lebih 3.500 orang tewas selama masa-masa sulit itu, yang diakhiri persetujuan perdamaian 1998. Kendati, kerentanan masih ada di Irlandia Utara terkait konflik kalnagn Katolik dan Protestan itu.(Ant.)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini