Sukses

Mantan Presiden Iran Nilai Laporan IAEA Bias

Mantan Presiden Iran Akbar Hashemi Rafsanjani mengecam Badan Pengawas Nuklir PBB atas laporannya yang dianggap bias. Dalam laporan tersebut, Badan PBB ini menyampaikan "keprihatinan" bahwa Teheran mungkin sedang membuat hulu ledak nuklir.

Liputan6.com, Teheran: Laporan mengenai ancaman program nuklir Iran menuai reaksi di Republik Islam tersebut. Mantan Presiden Iran Akbar Hashemi Rafsanjani mengecam Badan Pengawas Nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa atas laporannya yang dianggap bias. "Itu adalah bukti jelas bahwa satu bagian laporan ini telah diajukan setelah saran dan di bawah pengaruh unsur asing," kata Rafsanjani. Ia merujuk kepada laporan yang dikeluarkan oleh Badan PBB yang menyampaikan "keprihatinan" bahwa Teheran mungkin sedang membuat hulu ledak nuklir.

"Tak dapat dikatakan bahwa ini adalah pekerjaan pusat independen internasional," kata Rafsanjani, seperti dikutip Kantor Berita Resmi Iran IRNA, mengenai Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Sebelumnya, Kamis silam, Kepala IAEA Yukiya Amano, dalam laporan pertama kepada Dewan Gubernur Badan Pengawas PBB tersebut, menyampaikan keprihatinan bahwa Iran mungkin sedang mencoba membuat hulu ledak nuklir. "Informasi yang tersedia bagi Badan PBB menimbulkan keprihatinan mengenai keberadaan di Iran pada waktu lalu atau saat ini kegiatan yang tak diungkapkan yang berkaitan dengan pengembangan muatan nuklir bagi satu rudal," tulis Amano [baca: Iran Luncurkan Senjata Pemusnah Baru].

Para pejabat Iran telah membantah laporan itu dan pemimpin spiritual negeri tersebut Ayatullah Ali Khamenei sekali lagi membantah pada Jumat bahwa Teheran sedang berupaya membuat senjata atom. Iran berkeras program nuklirnya semata-mata bertujuan damai, tapi negara besar di dunia menduga Republik Islam itu secara terselubung berusaha mengembangkan kemampuan senjata.

Rafsanjani, yang telah dikecam keras oleh kelompok garis keras karena mendukung kelompok di dalam Iran yang menentang Presiden Mahmoud Ahmadijenad, mengatakan laporan tersebut adalah perang urat syaraf oleh Amerika Serikat dan negara lain terhadap Republik Islam itu. "Volume ancaman dan saran politik bias yang berusaha mengumpulkan konsensus terhadap Iran tak pernah ada sebelumnya. Tetapi semua itu takkan berhasil," katanya.

Pemerintah Washington dan negara besar lain di dunia sedang mengumpulkan dukungan bagi babak keempat sanksi PBB terhadap Iran. Terutama, setelah gagal dalam upaya menghasilkan ultimatum Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan pengayaan uranium. Termasuk, kegagalan menyepakati rancangan resolusi PBB bagi pemasokan bahan bakar nuklir.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast juga mengecam laporan IAEA itu. "Kami berharap IAEA akan mempertahankan reputasi dan identitasnya dan tak membiarkan keinginan politik sebagian negara dipaksakan atas masyarakat dunia," kata Mehmanparast, seperti dilaporkan IRNA.

Mehmanparast, yang mencela laporan itu sebagai upaya Barat untuk secara politis menekan Iran. Ia sekaligus mempertanyakan sikap negara-negara yang bukan penandatangan Kesepakatan Antipenyebaran Nuklir (NPT) dan telah memiliki senjata nuklir tanpa menghadapi kecaman serupa. "Semua negara ini memiliki senjata nuklir, tapi tak seorang pun mempertanyakan mereka," katanya, dalam rujukan jelas kepada Israel, yang menjadi satu-satunya negara nuklir.

Iran berkeras bahwa sebagai penandatangan NPT, negara itu memiliki hak untuk mengembangkan teknologi nuklir bagi tujuan damai dan semua kegiatannya diawasi oleh pengawas PBB itu. Pemerintah Barat mencurigai program nuklir Iran adalah kedok bagi upaya membuat bom dan mencoba mengekang tindakannya mulai awal Februari guna memperkaya sampai ke tingkat 20 persen, yang dipandang sebagai tonggak sejarah dalam proses itu. Iran pun dengan lantang membantah negara tersebut memiliki ambisi semacam itu.(ANS/Ant)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini