Liputan6.com, Stockholm: Setelah 45 tahun mengeluarkan larangan perburuan serigala atau canis lupus, akhirnya Pemerintah Swedia membuka sesi perburuan terbatas. Keputusan itu telah disepakati Parlemen setempat dengan tujuan membatasi jumlah spesies tersebut di wilayah Swedia. Sedianya, perburuan bersyarat ini akan digelar pada Sabtu (2/1) ini waktu setempat, hingga menjelang musim kawin serigala di pertengahan Februari mendatang.
Istilah terbatas yang disyaratkan Pemerintah Swedia, seperti dilansir Kantor Berita BBC, bukanlah main-main. Sebab dari jumlah sekitar 180 hingga 220 ekor serigala yang masih tersisa di wilayah itu, Agen Perlindungan Lingkungan Swedia menegaskan hanya 27 ekor saja yang boleh dihabisi nyawanya. Hal itu sejalan dengan keputusan Parlemen bahwa hanya boleh ada 210 ekor serigala di Swedia.
Sekitar seribuan pemburu yang berlomba-lomba mengikuti kesempatan langka ini sempat mempertanyakan efektivitas pemantauan jumlah serigala yang telah berhasil diburu. Dan jawabannya telah dipersiapkan: selain aturan normatif perburuan, setiap jam pemburu harus terus memantau kuota serigala yang masih bisa diburu.
Michael Schneider dari Agen Perlindungan Lingkungan Swedia mengatakan, jumlah 210 merujuk pada angka populasi 2009. Di saat itu pula, sedikitnya 20 pasang serigala berkeliaran membantai anak anjing. "Kami harus membatasi peningkatan populasi hanya di angka ini," kata dia.
Kebijakan Parlemen soal izin perburuan terbatas tak langsung diamini semua pihak. Masyarakat Swedia untuk Konservasi Alam protes keras. Menurut mereka, keputusan tersebut justru melanggar aturan Uni Eropa untuk tingkat angka sehat buat populasi serigala di Swedia. Seperti dikutip Radio Swedia, protes ini akan disampaikan hingga ke Komisi Uni Eropa.
Protes tadi boleh jadi tepat sasaran. Terhitung sejak 1970, pelarangan perburuan terhadap serigala sudah berlaku di wilayah negara-negara Skandinavia bagian selatan. Pasalnya jelas, keberadaan serigala dikhawatirkan sudah mencapai ambang batas punah.
Atas kondisi itu, Pemerintah Swedia dan Norwegia bekerja sama mengembalikan spesies langka tadi ke hutan di masing-masing batas wilayah negara. Bahkan, pemerintah Swedia sempat protes keras saat penduduk di Norwegia membantai sejumlah serigala pada 2001.(EPN)
Istilah terbatas yang disyaratkan Pemerintah Swedia, seperti dilansir Kantor Berita BBC, bukanlah main-main. Sebab dari jumlah sekitar 180 hingga 220 ekor serigala yang masih tersisa di wilayah itu, Agen Perlindungan Lingkungan Swedia menegaskan hanya 27 ekor saja yang boleh dihabisi nyawanya. Hal itu sejalan dengan keputusan Parlemen bahwa hanya boleh ada 210 ekor serigala di Swedia.
Sekitar seribuan pemburu yang berlomba-lomba mengikuti kesempatan langka ini sempat mempertanyakan efektivitas pemantauan jumlah serigala yang telah berhasil diburu. Dan jawabannya telah dipersiapkan: selain aturan normatif perburuan, setiap jam pemburu harus terus memantau kuota serigala yang masih bisa diburu.
Michael Schneider dari Agen Perlindungan Lingkungan Swedia mengatakan, jumlah 210 merujuk pada angka populasi 2009. Di saat itu pula, sedikitnya 20 pasang serigala berkeliaran membantai anak anjing. "Kami harus membatasi peningkatan populasi hanya di angka ini," kata dia.
Kebijakan Parlemen soal izin perburuan terbatas tak langsung diamini semua pihak. Masyarakat Swedia untuk Konservasi Alam protes keras. Menurut mereka, keputusan tersebut justru melanggar aturan Uni Eropa untuk tingkat angka sehat buat populasi serigala di Swedia. Seperti dikutip Radio Swedia, protes ini akan disampaikan hingga ke Komisi Uni Eropa.
Protes tadi boleh jadi tepat sasaran. Terhitung sejak 1970, pelarangan perburuan terhadap serigala sudah berlaku di wilayah negara-negara Skandinavia bagian selatan. Pasalnya jelas, keberadaan serigala dikhawatirkan sudah mencapai ambang batas punah.
Atas kondisi itu, Pemerintah Swedia dan Norwegia bekerja sama mengembalikan spesies langka tadi ke hutan di masing-masing batas wilayah negara. Bahkan, pemerintah Swedia sempat protes keras saat penduduk di Norwegia membantai sejumlah serigala pada 2001.(EPN)