Sukses

Pasukan Keamanan Guatemala Jual Ratusan Anak

Ratusan anak-anak Guatemala direbut dan dijual paksa ke Amerika Serikat dan Eropa setelah polisi dan tentara membunuh orangtua mereka. Diperkirakan, masih ribuan anak lainnya yang mengalami nasib serupa.

Liputan6.com, Guatemala City: Perang memang selalu menyisakan kepedihan mendalam. Tengok saja, arsip Bagian Kesejahteraan Kepresidenan Guatelama yang belum lama berselang dikutip Reuters membeberkan bahwa pasukan keamanan yang terdiri dari tentara dan polisi setempat telah menjual sedikitnya 333 anak ke luar negeri, khususnya Amerika Serikat dan Eropa.

Menurut data tersebut bahkan diperkirakan selama 36 tahun perang saudara di negara itu, ada ribuan anak lainnya yang dijual paksa ke luar negeri. Anak-anak itu diambil setelah orangtua mereka dibunuh terlebih dulu oleh tentara dan polisi. Modus operandinya, anak-anak tadi diserahkan ke rumah milik negara dan kemudian ditawarkan untuk diadopsi keluarga di luar negeri dengan dokumen palsu.

Marco Tulio Alvarez, sang penulis laporan sekaligus direktur arsip tersebut menyatakan bahwa skenario sengaja dibuat dengan cara memberi prioritas pada kebutuhan adopsi internasional. “Sejumlah orang yang terlibat dalam pengorganisasian adopsi itu membuatnya menjadi bisnis yang sangat menguntungkan," ujar Alvarez miris.

Para penyelidik telah mempelajari 333 kasus untuk laporan pendahuluan soal adopsi dalam beberapa tahun paling keras dalam peperangan itu, antara 1977 dan 1989. Arsip soal kasus adopsi ini sebenarnya dibuka oleh Presiden Alvaro Colom setahun silam.

Pada akhir perang 1996, Guatemala adalah sumber terbesar kedua untuk anak-anak yang akan diadopsi secara internasional setelah Cina. Kendati begitu sejumlah adopsi dibatalkan setelah pemerintah memperketat aturan pada 2007.

Sekitar 200-an ribu orang—yang sebagian besar orang pribumi suku Indian Maya—tewas dalam perang antara pemerintah sayap kanan dan pemberontak sayap kiri. Sebanyak 45 ribu orang dikabarkan menghilang selama periode perang tersebut, dan lima ribu di antaranya adalah anak-anak. Perang saudara itu baru berakhir setelah perjanjian perdamaian yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa ditandatangani pada 1996.(EPN)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini