Sukses

Pelayanan Publik DKI Dinilai Buruk

Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Nurkholis Hidayat menyimpulkan buruknya pelayanan publik di DKI Jakarta dengan tiga kata yaitu, buruk, mahal, dan lama.

Liputan6.com, Jakarta: Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurkholis Hidayat menyimpulkan buruknya pelayanan publik di DKI Jakarta dengan tiga kata yaitu, buruk, mahal, dan lama. "Buruk karena tidak ada standar minimum, mahal karena harus membayar lebih, boros karena tarifnya mahal, lama karena bertele-tele. Begitu lama bagi masyarakat miskin dan ini yang menyuburkan korupsi, calo-calo di Jakarta," ujar Nurkholis dalam jumpa pers bersama Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) di LBH Jakarta, Rabu (22/6).

Berdasarkan catatan LBH Jakarta, pelanggaran kasus pelayanan publik pada kasus penggusuran menempati urutan pertama di antara pengaduan kasus pelayanan publik lainya di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam tahun 2010, LBH Jakarta mencatat sedikitnya terdapat 29 kasus pelanggaran hak atas perumahan. Sebanyak 200 kepala keluarga mendapat ancaman penggusuran di Jalan Layur, kolong Tol Tongkol 73 KK, Duren Sawit 60 KK, Guji Baru 500 KK, Cina Benteng 350 KK dan Tol Pademangan 4.157 jiwa.

"Kuatnya penolakan penggusuruan dan kehati-hatian Satpol PP pascatragedi Koja menjadikan hampir tidak ada penggusuran paksa yang berhasil, kecuali beberapa rumah di Cina Benteng, Tangerang," ujar Nurkholis.

Di peringkat kedua terkait kasus pelayanan kesehatan. Tahun 2010, LBH Jakarta mencatat sembilan pengaduan pelanggaran hak atas kesehatan, sebanyak kurang lebih 5.067 orang terkena dampak. "Pelaku pelanggaran umumnya rumah sakit, dokter, penyelenggara jaminan kesehatan bagi buruh dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Swastanisasi rumah sakit ternyata tidak membuat pelayanan kesehatan lebih baik," ujar Nurkholis.

"Di Pemerintah Provinsi Jakarta ada tiga RSUD yang akan diswastakan, kasus ini sebenarnya sudah diguagat MA oleh LBH, dan dimenangkan MA, tapi mereka kembali mencoba memprivatisasi," ujarnya.

Peringkat ketiga terkait kasus pelanggaran hak atas pelayanan administrasi. LBH Jakarta mencatat enam kasus yang dilakukan oleh instansi pemerintah, yaitu Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B), Dinas Kependudukan, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Dinas Perumahan.

Kemudian di peringkat keempat pelanggaran pelayanan publik terkait hak identitas. Nurkholis menyebutkan setidaknya ada tiga kasus pelayanan identitas dari laporan tahun ini, dua pengaduan komunitas, dan satu pengaduan individu.

Di peringkat terakhir ada dua kasus pelanggaran terkait hak atas air dan pelayanan transportasi publik. Untuk kasus hak atas air dialami warga Muara Baru dalam posisi kasus warga miskin sulit mendapatkan akses air bersih, berkualitas, murah dengan cara membeli air terlalu mahal untuk kebutuhan sehari-hari [baca: Belum Sepenuhnya Warga Jakarta Menikmati Air Bersih]. Aktor pelaku pelanggaran pelayanan umum ini, menurut Nurkholis, sebenarnya bukan hanya pemerintah, tapi yang besar justru pihak swasta, seperti di sektor air dan rumah sakit. (ARE/ULF)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini